Rabu, 13 Mei 2020

“ Yang Tersisa Setelah Ramadhan “


“ Yang Tersisa Setelah Ramadhan “
Oleh : Ustadz Taka
Saat Bulan Ramadan telah usai, namun bukan berarti ibadah-ibadah yang dilakukan selama Ramadan juga akan usai. Justru bulan Ramadan dapat dijadikan momentum untuk hijrah agar bisa semakin baik dalam ibadah Kepada Allah Ta’ala. Oleh karenanya kita harus tetap melakukan ibadah-ibadah yang terdapat di bulan Ramadan walaupun sudah berakhir bulan Ramadan.
1.      Berpuasa Enam Hari di Bulan Syawal. Puasa ini memiliki keutaamaan khusus yakni seakan berpuasa selama setahun penuh sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim). Ibadah puasa syawal hukumnya sunah (mustahab) dalam Islam. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadis berikut:
             من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر
“Barangsiapa yang puasa Ramadan, lalu mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia mendapat pahala puasa setahun penuh” (HR. Muslim no. 1164).
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan:
صَوْمَ سِتَّةِ أَيَّامٍ مِنْ شَوَّالٍ مُسْتَحَبٌّ عِنْدَ كَثِيرٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ
“Puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya mustahab menurut mayoritas para ulama” (Al-Mughni, 3/176).
2.      Tetap Menjaga Sholat Lima Waktu dan Sholat Jama’ah. Bukankah diantara keutamaan sholat lima waktu adalah Allah Ta’ala akan memasukkan kita ke dalam tempat yang mulia lagi sejuk. Sebagaimana Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda “Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Aku wajibkan bagi umatmu sholat lima waktu. Aku berjanji pada diriku bahwa barang siapa yang menjaganya pada waktunya, Aku akan memasukkannya ke dalam surga. Adapun orang yang tidak menjaganya, maka aku tidak memiliki janji padanya’.” (HR. Sunan Ibnu Majah).
          Allah telah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ   وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
           Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’ [4] : 59). Itulah yang seharusnya dilakukan seorang muslim.
Diketahui juga bahwa shalat berjamah tidak hanya berhukum wajib. Ada juga yang berhukum haram dan hukum-hukum lainnya. Hasan bin Ahmad al-Kaf memerinci hukum shalat berjamaah menjadi tujuh hukum yaitu: 1.    Fardhu a’in. Ini adalah hukum wajib berjamaah shalat Jumat bagi kaum laki-laki. Sehingga jika shalat Jumat tidak dilaksanakan secara berjamaah maka hukumnya pun tidak sah. 2.    Fardhu kifayah. Ini merupakan kewajiban kolektif dalam artian jika sudah ada sebagian masyarakat yang mengerjakan shalat berjamaah, kewajiban masyarakat lainnya sudah gugur. Sebaliknya, jika tidak ada yang mengerjakannya, seluruh masyarakat bisa berdosa. 3.    Sunnah. Ini seperti shalat berjamaah Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Istisqa dan sebagainya. 4.    Mubah. Ini adalah shalat jamaah yang dilakukan dalam shalat-shalat yang tidak disyariatkan untuk berjamaah seperti shalat dhuha dan shalat rawatib (sebelum dan sesudah shalat). 5.    Khilaful Ula. Ini adalah ketika terjadi perbedaan niat antara imam dan makmum semisal imam berniat shalat bukan qadha (ada’) sementara makmum berniat qadha, atau sebaliknya. 6.    Makruh. Hal ini jika seseorang melakukan shalat berjamaah dengan imam yang fasik. 7.    Haram. Yakni seperti shalat berjamaah yang dilakukan di atas tanah hasil rampasan atau diperoleh dari cara yang tidak halal, di lokasi ghosob (tanpa izin) walaupun secara hukum, shalatnya tetap sah.

3. Memperbanyak Puasa Sunnah. Dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata,
دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ.
Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.” (HR. Muslim no. 1154).
            Puasa sunnah yang dapat dilakukan oleh seorang muslim usai Ramadhan adalah:
puasa enam hari di bulan Syawal, 2. puasa pada ayyamul bid tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulannya dalam kalender hijriyah, 3. puasa senin kamis, 4. puasa Arofah (tanggal 9 Dzulhijah), 5. puasa Asyura (tanggal 10 Muharram) dan 6. jika ada yang punya kemampuan untuk melakukan puasa Daud yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak dan seterusnya demikian. Mari kita berupaya menjalanakan puasa sunnah ini dengan pertolongan dari Sang Kuasa.
4. Menjaga Sholat Malam. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman. أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?…” [Az-Zumar/39 : 9] Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda. أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ الصَّلاَةُ فِيْ جَوْفِ اللَّيْلِ. “Shalat yang paling utama setelah shalat yang fardhu adalah shalat di waktu tengah malam.”

5. Berinfak
            Suatu hal yang sangat baik ketika selama Ramadan begitu banyak orang-orang yang berinfak untuk pembangunan masjid, pondok pesantren penghafal Qur’an, para fakir miskin, kegiatan dakwah dan pendidikan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang bernilai pahala jariyah. Tentu hal ini harus ditingkatkan dengan terus berinfak walaupun Ramadan telah selesai, bukankah setiap infak yang kita keluarkan maka pasti akan diganti oleh Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya “Apapun harta yang kalian infakkan maka Allah pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rezki” (QS. Saba: 39). Terus berinfak dengan menjadi donator-donatur tetap dalam hal kebaikan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar