Rabu, 06 Mei 2020

kemunafikan


“ HATI-HATI,KEMUNAFIKAN IBADAH BULAN RAMADHAN “
Oleh : Ustadz Taka

SELAIN kemunafikan dalam itiqad (keyakinan), seseorang bisa terjangkit nifak pula pada sisi amaliah. Nifak ini termasuk yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam.Secara umum sifat seorang munafik sebagaimana yang disebutkan Nabi shalallahu alaihi wasallam, "Tanda orang munafik ada tiga, apabila ia berucap ia berdusta, jika membuat janji ia mengingkari, dan jika dipercaya ia khianat," (HR. Bukhari dan Muslim).

Puasa sejatinya adalah menahan melakukan hal-hal yang sebelumnya menjadi keinginan atau sesuatu yang sebelumnya tidak dilarang. Makan, minum, merokok, hingga hubungan suami-istri, di luar waktu puasa dihalalkan. Namun pada saat berpuasa, meskipun halal hal-hal tersebut untuk sementara waktu dari terbit fajar hingga matahari tenggelam “diharamkan”.

Jika berbicara secara jujur dari kedalaman hati nurani, taraf puasa kita sebenarnya baru sekedar belajar untuk menirukan orang yang berpuasa. Puasa yang sesungguhnya adalah mempuasai segala hal yang menurutkan hawa nafsu kita tanpa batasan waktu. Kita baru mulai berpuasa di kala fajar sambil dengan sangat serius mempersiapkan berbuka di kala matahari tenggelam. Sebagian yang lain justru sudah mempersiapkan kebutuhan berbuka untuk anak, cucu, cicit, hingga jangka waktu ke depan yang sangat panjang.

KEMUNAFIKAN itiqadi atau keyakinan merupakan kemunafikan yang tersimpan dalam hati. Tidaklah ada yang mengetahuinya melainkan Allah dan dirinya. Ia menampakkan keislamannya di depan orang lain, namun ia menyembunyikan kekafiran. Inilah perbuatan nifak. Pelakunya jelas munafik. Firman Allah tentang mereka, Al Baqarah 14.-15
 وَإِذَا لَقُوا۟ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا۟ إِلَىٰ شَيَٰطِينِهِمْ قَالُوٓا۟ إِنَّا- مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُونَ
 Arti: Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok".
اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.

Ramadhan datang untuk menggembleng kita. Ramadhan bukan sebuah tren sesaat yang hampa makna. Jika saat Ramadhan seolah kita mendapat hidayah petunjuk-Nya, maka petunjuk itu harus juga dipertahankan di luar Ramadhan. Jika kita hanya ikut-ikutan dalam beramal ibadah di bulan suci ini, terlebih hanya merasa malu terhadap orang lain, menjaga image, apalagi jika ada maksud kepentingan duniawi sesaat, maka kita sebenarnya telah terjebak dalam kepalsuan.

Kepalsuan-kepalsuan yang kita lakukan atas nama agama justru merupakan sebuah bahaya peradaban manusia yang sangat serius. Kepalsuan menjerumuskan manusia ke lembah kebohongan, keingkaran dan pengkhianatan. Jika demikian yang terjadi, justru Ramadhan telah kita jadikan sebagai bulan kemunafikan!

Seseorang yang terjangkit nifak amali, dia akan memperindah ibadah atau amal baiknya di depan orang lain. Orang munafik menampakkan dirinya shalih ketika dikeramaian, namun berbeda saat sepi. Memang nifak adalah menyembunyikan hakikat, dan menampakkan dusta.

Karenanya tidak dijumpai orang yang riya, melainkan dikhawatirkan ia terjangkit nifak. Nifak amali dapat mengurangi dan melemahkan iman pelakunya. Kondisi seperti itu tentunya berbahaya baginya. Sebab dikhawatirkan ia akan melakukan kemungkaran lainnya, bahkan terjerumus pada nifak itiqad yang dapat mengeluarkannya dari Islam.

Sujudku pada Mu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar