Rabu, 06 Mei 2020

Guru dan Kenakalan siswa

“ GURU MAKAN BUAH SIMALAKAMA, ANTARA GURU DAN KENAKALAN SISWA “

OLEH : Pak Pur



Seribu cerita tentang guru. Tak pernah habis mengupas tentang Kehidupan guru dan Permasalahannya. Guru adalah aktor utama dari berlangsungnya pendidikan dan pengajaran. Guru sebagai sumber pengetahuan sedangkan siswa sangat tergantung pada kemampuan guru dalam hal transfer of knowledge dan transfer of Science.

Sebuah pembelajaran hidup kadang harus dilakukan dengan berbagai cara. Kalau teguran halus tidak mempan ada kalanya siswa harus diberi shock terapi agar kapok dan tidak mengulangi kenakalannya lagi. Kekerasan tidak berarti melanggar HAM seperti yang sekarang sering menjadi senjata orangtua, aktivis pembela HAM anak, komisi perlindungan anak, pengacara. Disinilah delima guru di kelas sedang diuji. Guru sudah dilindungi oleh undang-undang.

Bukan untuk membandingkan dan  memberi penilaian yang menyudutkan, tetapi ini sebagai koreksi untuk mengukur delimatis guru Zaman Dulu dan Sekarang. Guru zaman dulu masih bisa leluasa mendidik, membentuk dan mengarahkan siswanya. Sebagai orangtua tentu guru harus bisa menanamkan karakter kuat, mendidik dengan tegas apabila siswa berkelakuan buruk. 

Karena pendidikan bukan hanya masalah transfer pengetahuan dan ilmu, pendidikan juga membentuk watak, karakter dan perilaku siswa. Fungsi sekolah salah satunya adalah memperkenalkan murid-muridnya bahwa ia (siswa) adalah bagian dari masyarakat. Perbedaan karakter wajar tetapi siswa harus mampu menghargai perbedaan itu sebagai bagian dari perilaku sosial.
Ki Hajar Dewantara: mengatakan "Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani", yang artinya adalah "Di depan Guru Memberi Teladan, di tengah guru memberi semangat, di belakang guru mendorong siswanya untuk selalu belajar dan berperilaku baik". Di sinilah muncul berbagai dilema dari para guru. Di satu sisi guru dituntut pengabdiannya untuk selalu memberikan yang terbaik kepada anak-anak didiknya, namun di sisi lain gaji/kesejahteraan mereka kurang bahkan tidak diperhatikan.

Bagaimana dengan gaji yang diterima guru yang tidak seberapa, bahkan untuk Guru Honorer yang sudah bekerja penuh dedikasi masih saja tak pernah diperhatikan nasibnya.  mereka tetap setia untuk membimbing para anak didiknya. Mereka tetap memberikan yang terbaik buat anak-anak didiknya. Karena mereka tahu bahwa di tangan merekalah ujung tombak pembentuk dan pencetak generasi bangsa ini (berkualitas atau tidak, berakhlak baik atau sebaliknya).

Hak mereka (para guru) juga harus dipenuhi dan diperhatikan. Dan juga semoga para guru di tanah air yang tercinta ini tetap setia dan ikhlas dalam mengajar, membimbing, melatih, dan mendidik para anak didiknya, sehingga Dulu kita masih dihargai setiap memberikan pendidikan kepada anak murid. Tapi, kalau sekarang salah sedikit saja soal ucapan, kami langsung di-bully, malah sampai ada yang dilaporkan ke yang berwajib.

Guru acapkali kebingungan menghadapi murid yang di luar kendali. Teguran yang diberikannya pun harus lebih dulu dikonsultasikan kepada sesama rekan guru. “Khawatir perkataannya jadi pemicu ketersinggungan. Guru hanya bisa berharap  orangtua murid dapat membantu tugas guru mendidik anak. Karena pada dasarnya pendidikan itu bukan hanya didapat dari sekolah, melainkan dari rumah dan lingkungan anak itu tinggal.
mampu melahirkan generasi yang berilmu dan berakhlak baik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar