Rabu, 06 Mei 2020

Kreativitas Mengajar


“ Belenggu Guru dalam Kreativitas Mengajar  
Oleh  : Pak Pur

Pendidikan tidak menghasilkan kehebatan siswa dengan instan. Pendidikan akan terlihat hasilnya setelah para siswa hidup dalam kehidupan yang nyata. Ukuran keberhasilan siswa  tidak bisa  hanya diukur dari hasil ujian Nasional. Keberadaan Ujian Nasional yang  membelenggu kreativitas megajar guru karena  selama ini tujuan akhir sesuai pandangan masyarakat bahwa Hasil Ujian Nasional dipakai untuk ukuran keberhasilan secara kualitas Moral ataupun kuantitas. Menteri Dikbud yang mengajak para guru untuk  merdeka dalam mengajar dan berinovasi.

            UN telah menjadi salah satu penyebab terbelenggunya kebebasan guru mengajar, bahkan mengekang kreativitas mengajar guru. "Semua menjadi drill, mengarah pada drill baik di sekolah dan terutama Bimbingan Belajar atau Bimbel. Dampak negatif UN. Di antaranya menggiring proses belajar pada drill, tidak mengembangkan kreativitas dan inovasi.

Peserta didik berlomba-lomba untuk meraih nilai tinggi dengan ikut Bimbel, bahkan tidak sedikit yang berusaha mendapatkan bocoran jawaban melalui Bimbel ini. Para birokrat terjebak pada ukuran-ukuran kuantitatif yang bersifat semu. Karena Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud menghadirkan peringkat, sehingga pimpinan dan birokrat daerah, termasuk kepala sekolah dan guru berlomba untuk mendapat peringkat yang tinggi atau tertinggi. Seringkali untuk mendapat peringkat tinggi dilakukan dengan cara-cara yang tidak patut.

UN telah mendistorsi masyarakat untuk hanya berorientasi pada peringkat dan skor kuantitatif yang bisa jadi bias, tidak berorientasi pada kompetensi, skill dan soft skill yang orisinal. UN juga telah mendistorsi perkembangan peserta didik lebih pada aspek kognitif, bukan mengembangkan segala potensi secara utuh dan bermakna. Dalam banyak kasus malah merusak kejiwaan peserta didik.

Dihapuskannya akan mendidik masyarakat untuk lebih menghargai kompetensi daripada kognisi semata, menghargai mutu yang asli ketimbang sekedar angka. Lebih luas lagi, menghargai anak sebagai insan yang sedang tumbuh kembang dan mencapai prestasi sesuai potensinya serta menghilangkan kepalsuan dalam berbagai ragamnya.

Macam-macam regulasi guna memperbaiki tata kelola guru, akan dipangkas, Guru masih terbelenggu dengan sejumlah aturan administrasi. Gagasan  " Guru merdeka" dan "guru penggerak" sebagai dua poin penting, makna dari "guru merdeka" yakni guru dan murid di sekolah atau unit pendidikan punya kebebasan berinovasi, melakukan kegiatan belajar mengajar secara mandiri dan kreatif.

Marilah  para guru mulai melakukan perubahan dari ruang kelas. Perubahan tidak dapat dimulai dari atas, semuanya berawal dan berakhir dari guru. Jangan menunggu aba-aba, jangan menunggu perintah. Ambil langkah pertama.

Tugas Guru  adalah yang termulia sekaligus yang tersulit, Guru ditugasi untuk membentuk masa depan bangsa,  tapi sering diberi aturan dibandingkan pertolongan. Guru  ingin membantu murid yang mengalami ketertinggalan di kelas, tetapi waktu  habis untuk mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas. Potensi anak tidak dapat diukur dari hasil ujian, tetapi terpaksa mengejar angka, karena didesak berbagai pemangku kepentingan.

Guru  ingin mengajak murid ke luar kelas untuk belajar dari dunia sekitarnya, tetapi kurikulum yang begitu padat menutup pintu petualangan. Guru  frustasi karena Guru  tahu bahwa di dunia nyata, kemampuan berkarya dan berkolaborasi akan menentukan kesuksesan anak, bukan kemampuan menghafal. Guru  tahu, bahwa setiap anak memiliki kebutuhan berbeda, tetapi keseragaman telah mengalahkan keberagaman sebagai prinsip dasar birokrasi. Guru  ingin setiap murid terinspirasi, tetapi anak tidak diberi kepercayaan dan kesempatan untuk menerapkan kebebasan mengembangkan kemampuan dan menerapkan apa yang menjadi inovasinya.

Perubahan adalah hal yang sulit dan penuh ketidaknyamanan. Satu hal yang pasti, mari  berjuang untuk kemerdekaan belajar guru dan anak di Indonesia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar