Rabu, 06 Mei 2020

Sekat Pendidikan


  MENEMBUS SEKAT KREATIVITAS  PENDIDIKAN “
OLEH : Pak Pur
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep, suatu ide, gagasan pokok dalam konsep ini ialah bahwa belajar itu tidak hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal, seseorang masih dapat memperoleh pengetahuan kalau ia mau setelah ia selesai mengikuti pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal.
 
Ditekankan pula bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Berdasarkan ide tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar berkesinambungan (continuing learning). Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan ilmu pengetahuan sangat penting artinya bagi semua orang. Apalagi di zaman modern ini yang dimana ilmu teknologi semakin hari semakin berkembang jika terlambat kita sangat rugi karena tidak tahu.

Dalam bahasa sederhana, kreativitas dapat diartikan sebagai suatu proses mental yang dapat melahirkan gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru. Menurut National Advisory Committees UK (1999), bahwa kreativitas memiliki empat karakteristik, yaitu: (1) berfikir dan bertindak secara imajinatif, (2) seluruh aktivitas imajinatif itu memiliki tujuan yang jelas; (3) melalui suatu proses yang dapat melahirkan sesuatu yang orisinal; dan (4) hasilnya harus dapat memberikan nilai tambah. Keempat karakteristik tersebut harus merupakan suatu kesatuan yang utuh. Bukanlah suatu kreativitas jika hanya salah satu atau sebagian saja dari keempat karateristik tersebut.

Robert Fritz (1994) mengatakan bahwa “The most important developments in civilization have come through the creative process, but ironically, most people have not been taught to be creative.” Hal senada disampaikan pula Ashfaq Ishaq: “We humans have not yet achieved our full creative potential primarily because every child’s creativity is not properly nurtured. The critical role of imagination, discovery and creativity in a child’s education is only beginning to come to light and, even within the educational community, many still do not appreciate or realize its vital importance. 

Materi pelajaran yang belum sesuai dengan kebutuhan pasar sehingga para lulusan masih belum bisa berkembang. Memang harus diakui bahwa hingga saat ini sistem sekolah belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan menghasilkan para lulusannya untuk menjadi individu-individu yang kreatif. Para siswa lebih cenderung disiapkan untuk menjadi seorang tenaga juru yang mengerjakan hal-hal teknis dari pada menjadi seorang yang visioner (baca: pemimpin).

Belajar masih Monotone. Karena Apa yang dibelajarkan di sekolah seringkali kurang memberikan manfaat bagi kehidupan siswa dan kurang selaras dengan perkembangan lingkungan yang terus berubah dengan pesat dan sulit diramalkan. Begitu pula, proses pembelajaran yang dilakukan tampaknya masih lebih menekankan pada pembelajaran “what is” yang menuntut siswa untuk menghafalkan fakta-fakta, dari pada pembelajaran “what can be”, yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh dan orisinal.

Kurangnya kreativitas akan menyebabkan inovasi yang rendah. Inovasi sebagai kompetensi diri dapat diperoleh melalui pendidikan, terutama pendidikan tinggi di universitas. Sayangnya, 250 juta penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi. Jumlah tenaga kerja lulusan perguruan tinggi masih kalah jumlah dan kualitas dengan lulusan SD, SMP di pasar kerja. “Peningkatan kualitas pendidikan perlu kolaborasi antara pemangku kepentingan, Pemakai luluan  dan Lembaga pendidikani.

Mungkin kita bisa sedikit berbangga hati bila melihat banyak peserta didik yang menjadi juara olimpiade di pentas dunia atau para lulusan yang telah menjadi orang-orang sukses di negeri ini. Namun, di sisi lain banyak pula produk pendidikan yang gagal seperti yang tertuang jelas di dalam diri para koruptor, aksi premanisme, tawuran pelajar, melimpahnya pengangguran, tren brain drain, dan lain sebagainya. Pendidikan yang diharapkan menghasilkan generasi yang berkualitas tidaklah sesuai dengan harapan. Bagaimana mungkin bangsa ini bisa maju bila yang menggerakkan pembangunan adalah orang-orang yang tidak berkualitas dari segi intelektual, karakter, moral maupun iman?

Melihat kenyataan yang ada, mengenyam pendidikan di Indonesia saat ini dapat diumpamakan seperti sedang meniti jembatan maut. Bila tidak ada tekat yang bulat bisa saja kita terjatuh dari persaingan untuk mendapat ilmu. Bahkan dengan adanya kemauan dan semangat untuk menimba ilmu tidaklah serta merta membuat hambatan menjadi lebih ringan. Para peserta didik harus mampu terbiasa dengan sarana dan prasarana sekolah yang terbatas, biaya sekolah yang mahal, berjalan jauh ke sekolah hingga harus rela bertaruh nyawa.Penyaluran dana BOS dan DAK yang telah berlangsung bertahun-tahun yang diharapkan mampu memeratakan kesempatan pendidikan hingga ke seluruh pelosok negeri diharapkan dapat membantu kualitas pendidikan.

Berbagai langkah strategis di atas sudah banyak dilakukan oleh pemerintah, namun dalam pelaksanaannya belumlah optimal. Agar lebih optimal ada baiknya pemerintah terlebih dahulu mengidentifikasi setiap kebutuhan pendidikan di daerah . Dengan diketahuinya masalah pendidikan di suatu daerah maka akan mempermudah pengambilan keputusan sehingga kebijakan yang diambil lebih efektif dan efisien.

Sekolah maupun universitas harus menghasilkan lulusan yang kreatif dalam menjawab tantangan zaman. Hal itu dikarenakan masalah yang dihadapi tiap zaman berbeda. Maka, menurutnya peningkatan kreativitas melalui pendidikan dapat mengatasi masalah yang terus berganti tersebut. “Pendidikan untuk masa depan, dampaknya untuk lintas generasi,” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar