“ MENEMBUS
SEKAT KREATIVITAS PENDIDIKAN “
OLEH : Pak Pur
Belajar sepanjang hayat adalah suatu
konsep, suatu ide, gagasan pokok dalam konsep ini ialah bahwa belajar itu tidak
hanya berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan formal, seseorang masih dapat
memperoleh pengetahuan kalau ia mau setelah ia selesai mengikuti pendidikan di
suatu lembaga pendidikan formal.
Ditekankan pula bahwa belajar dalam arti sebenarnya
adalah sesuatu yang berlangsung sepanjang kehidupan seseorang. Berdasarkan ide
tersebut konsep belajar sepanjang hayat sering pula dikatakan sebagai belajar
berkesinambungan (continuing learning). Dapat disimpulkan bahwa kebutuhan ilmu
pengetahuan sangat penting artinya bagi semua orang. Apalagi di zaman modern
ini yang dimana ilmu teknologi semakin hari semakin berkembang jika terlambat
kita sangat rugi karena tidak tahu.
Dalam bahasa sederhana, kreativitas dapat diartikan sebagai suatu
proses mental yang dapat melahirkan gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru.
Menurut National Advisory Committees UK (1999), bahwa kreativitas memiliki
empat karakteristik, yaitu: (1) berfikir dan bertindak secara imajinatif, (2) seluruh aktivitas imajinatif itu
memiliki tujuan yang jelas; (3)
melalui suatu proses yang dapat melahirkan sesuatu yang orisinal; dan (4) hasilnya harus dapat
memberikan nilai tambah. Keempat
karakteristik tersebut harus merupakan suatu kesatuan yang utuh. Bukanlah suatu
kreativitas jika hanya salah satu atau sebagian saja dari keempat karateristik
tersebut.
Robert Fritz (1994) mengatakan bahwa “The most important developments in civilization have come through
the creative process, but ironically, most people have not been taught to be
creative.” Hal senada disampaikan pula Ashfaq Ishaq: “We humans have not yet achieved our full creative potential
primarily because every child’s creativity is not properly nurtured. The
critical role of imagination, discovery and creativity in a child’s education
is only beginning to come to light and, even within the educational community,
many still do not appreciate or realize its vital importance.
Materi pelajaran yang belum sesuai dengan kebutuhan
pasar sehingga para lulusan masih belum bisa berkembang. Memang harus diakui
bahwa hingga saat ini sistem sekolah belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan
menghasilkan para lulusannya untuk menjadi individu-individu yang kreatif. Para
siswa lebih cenderung disiapkan untuk menjadi seorang tenaga juru yang
mengerjakan hal-hal teknis dari pada menjadi seorang yang visioner (baca:
pemimpin).
Belajar masih Monotone. Karena Apa yang dibelajarkan
di sekolah seringkali kurang memberikan manfaat bagi kehidupan siswa dan kurang
selaras dengan perkembangan lingkungan yang terus berubah dengan pesat dan
sulit diramalkan. Begitu pula, proses pembelajaran yang dilakukan tampaknya
masih lebih menekankan pada pembelajaran “what is” yang menuntut siswa untuk
menghafalkan fakta-fakta, dari pada pembelajaran “what can be”, yang dapat
mengantarkan siswa untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh dan orisinal.
Kurangnya kreativitas akan menyebabkan inovasi yang rendah. Inovasi
sebagai kompetensi diri dapat diperoleh melalui pendidikan, terutama pendidikan
tinggi di universitas. Sayangnya, 250 juta penduduk Indonesia yang mengenyam
pendidikan tinggi. Jumlah tenaga kerja lulusan perguruan tinggi masih kalah
jumlah dan kualitas dengan lulusan SD, SMP di pasar kerja. “Peningkatan
kualitas pendidikan perlu kolaborasi antara pemangku kepentingan, Pemakai
luluan dan Lembaga pendidikani.
Mungkin
kita bisa sedikit berbangga hati bila melihat banyak peserta didik yang menjadi
juara olimpiade di pentas dunia atau para lulusan yang telah menjadi
orang-orang sukses di negeri ini. Namun, di sisi lain banyak pula produk
pendidikan yang gagal seperti yang tertuang jelas di dalam diri para koruptor,
aksi premanisme, tawuran pelajar, melimpahnya pengangguran, tren brain
drain, dan lain sebagainya. Pendidikan yang diharapkan menghasilkan generasi
yang berkualitas tidaklah sesuai dengan harapan. Bagaimana mungkin bangsa ini
bisa maju bila yang menggerakkan pembangunan adalah orang-orang yang tidak
berkualitas dari segi intelektual, karakter, moral maupun iman?
Melihat
kenyataan yang ada, mengenyam pendidikan di Indonesia saat ini dapat
diumpamakan seperti sedang meniti jembatan maut. Bila tidak ada tekat yang
bulat bisa saja kita terjatuh dari persaingan untuk mendapat ilmu. Bahkan
dengan adanya kemauan dan semangat untuk menimba ilmu tidaklah serta merta
membuat hambatan menjadi lebih ringan. Para peserta didik harus mampu terbiasa
dengan sarana dan prasarana sekolah yang terbatas, biaya sekolah yang mahal,
berjalan jauh ke sekolah hingga harus rela bertaruh nyawa.Penyaluran dana BOS
dan DAK yang telah berlangsung bertahun-tahun yang diharapkan mampu memeratakan
kesempatan pendidikan hingga ke seluruh pelosok negeri diharapkan dapat
membantu kualitas pendidikan.
Berbagai
langkah strategis di atas sudah banyak dilakukan oleh pemerintah, namun dalam
pelaksanaannya belumlah optimal. Agar lebih optimal ada baiknya pemerintah
terlebih dahulu mengidentifikasi setiap kebutuhan pendidikan di daerah . Dengan
diketahuinya masalah pendidikan di suatu daerah maka akan mempermudah
pengambilan keputusan sehingga kebijakan yang diambil lebih efektif dan
efisien.
Sekolah maupun universitas harus menghasilkan lulusan yang
kreatif dalam menjawab tantangan zaman. Hal itu dikarenakan masalah yang
dihadapi tiap zaman berbeda. Maka, menurutnya peningkatan kreativitas melalui
pendidikan dapat mengatasi masalah yang terus berganti tersebut. “Pendidikan
untuk masa depan, dampaknya untuk lintas generasi,”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar