Sabtu, 18 Maret 2023

Artikel: *”Referensi Eksofora, Endofora, Anafora, dan Katafora”* Dalam Wacana

 

*”Referensi Eksofora, Endofora, Anafora, dan Katafora”*

Dalam Wacana

 

 

*Referensi*

”Secara tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda seperti pada kata buku mempunyai referensi (runjukan) kepada sekumpulan kertas yang terjilid untuk ditulis dan dibaca” (Lubis, 1998:29).(Lyons, 1998:29) ”Mengatakan bahwa hubungan antara kata dengan bendanya adalah hubungan referensi : kata-kata menunjuk pada benda”. Pandangan kaum tradisional ini terus berpengaruh dalam bidang linguistik (seperti semantik leksikal) yang menerangkan hubungan yang ada itu adalah hubungan antara bahasa dengan dunia (benda) tanpa memperhatikan si pemakai bahasa tersebut.

 

 

Berdasarkan arah acuannya, ”referensi dapat dibagi dua yakni referensi endofora dan referensi eksofora”(Hasan, 1995: 31). Selanjutnya dikatakan ”baik dalam referensi endofora maupun referensi eksofora sesuatu yang direferensikan harus bisa diidentifikasikan” (Rani, 2004:97)

 

 

Secara tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda. Kata buku mempunyai referensi (tunjukan) kepada sekumpulan kertas yang terjilid untuk ditulis atau dibaca. Senada dengan pernyataan itu Djajasudarma (1994:51) mengemukakan bahwa secara tradisional, referensi merupakan hubungan antara kata dan benda, tetapi lebih lanjut dikatakan sebagai bahasa dengan dunia.

 

 

Ada pula yang menyatakan referensi adalah hubungan bahasa dengan dunia tanpa memperhatikan pemakai bahasa. Pernyataan demikian dianggap tidak berterima karena pemakai bahasa (pembicara) adalah penutur ujaran yang paling tahu referensi bahasa yang diujarkanya.

 

 

Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal atau berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya (Sumarlam 2003:23) Menurut Ramlan (1993:12) yang dimaksud referensi (penunjukan) adalah penggunaan kata atau frasa untuk menunjuk atau mengacu kata, frasa, atau mungkin juga satuan gramatikal yang lain. Dengan demikian, dalam penunjukan terdapat dua unsur, yaitu unsur penunjuk dan unsur tertunjuk. Kedua unsur itu haruslah mengacu pada referen yang sama.

 

 

Menurut Yule (2015: 192) referensi sebagai sebuah tindakan agar bahasa yang digunakan pembicara (atau penulis) membuat pendengarnya (pembaca) memahami sesuatu. Yang ingin disampaikan oleh pakar ini adalah sebuah tindakan atau tuturan yang digunakan dapat dipahami oleh penulis atau pendegar tentang suatu informasi.

 

 

1.     *Referensi Eksofora*

 

Menurut Achmad dan Abdullah (2013: 141) referensi eksofora (exophora) adalah penunjuk atau interpretasi terhadap kata yang relasinya terletak atau tergantung pada konteks situasional. Artinya referensi eksofora acuannya berada di luar teks atau bukan tekstual.

 

 

2.     *Referensi Endofora*

 

Referensi endofora (endophora) adalah penunjuk atau interpretasi terhadap kata yang berada dalam teks (Achmad dan Abdullah, 2013: 141). Dengan kata lain, referensi endofora adalah penunjuk atau referensinya berada dalam teks atau bersifat tekstual.

 

 

3.     *Referensi katafora*

                 Referensi Katafora adalah referensi yang diacu (anteseden) yang  dituturkan sesudah pronomina. Contoh: Seperti kulitnya, mata Zia juga Khas. Pada contoh di atas pronominal nya pada klausa pertama pada kaliamat di atas mengaju pada enteseden Zia yang terdapat pada klausa kedua kalimat tersebut.

 

 

                 Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa Referensi merupakan hubungan antara kata dengan benda seperti pada kata buku mempunyai referensi (runjukan) kepada sekumpulan kertas yang terjilid untuk ditulis dan dibaca. Referensi  Eksofora  adalah  pengacuan  terhadap  anteseden  di luar  bahasa seperti  manusia, hewan, alam sekitar pada umumnya atau acuan kegiatan. Referensi Endofora adalah pengajuan terhadap enteseden yang terdapat di dalam teks. Referensi katafora adalah referensi yang diacu (anteseden) yang  dituturkan sesudah pronomina.

 

 

*Referensi sebagai acauan memiliki beberapa jenis, antralain;*

 

1.     *Referensi Berdasarkan Tempat Acuannya*

 

Lebih lanjut Sumarlam (2003:23) menegaskan bahwa berdasarkan tempatnya, apakah acuan itu berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi dua jenis:

 

 

 

a.       Pengacuan Endofora

Referensi ini, apabila acuanya (satuan yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks, dan .Endofora terbagi atas anafora dan katafora berdasarkan posisi (distribusi) acuannya (referensinya).

 

Anafora merpakan piranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang hal atau kata yang telah dinyatakan sebelumnya. Piranti itu dapat berupa kata ganti persona seperti dia, mereka, konjungsi keterangan waktu, alat dan acara.

Contoh: Bu Mastuti mendapat pekerjaan, padahal dia memperoleh ijazah sejauhnya dua tahun lalu.

Pada kata dia beranafora dengan Bu Mastuti.

 

 

b.     *Katafora*

Merupakan piranti dalam bahasa yang merujuk slang dengan anteseden yang dibelakngnya.

Contoh: Setelah dia masuk, lansung Toni memeluk adiknya.

Salah satu interpretasi dari kalimat di atas ialah bahwa dia merujuk pada Toni miskipun ada kemungkinan interpretasi lain. Gejala pemekain pronominal seperti dia yang merujuk pada anteseden Toni yang berada di sebelah kanannya inilah yang disebut katafora.

 

c.      *Pengacuan Eksofora*

Referensi eksofora, apabila acuanya berada atau terdapat di luar teks percakapan.

Contoh: mobil saya kehabisan bensin, dia yang mengisinya.

 

 

2.     *Referensi Berdasarkan Tipe Satuan Lingual*

Halliday dan Hasan (dalam Hartono 2000:147) membagi referensi menjadi tiga tipe, yaitu: (1) referensi personal, (2) referensi demonstratif, dan (3) referensi komparatif.

 

 

a.     *Referensi Personal*

Referensi persona mencakup ketiga kelas kata ganti diri yaitu kata ganti orang I, kata ganti orang II, dan kata ganti orang III, termasuk singularis dan pluralisnya. Referensi persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang). Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang. Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronominal persona pertama), mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga).

 

 

-*Persona pertama*

Persona pertama tunggal dalam bahasa indonesia adalah saya, aku, dan daku. Pronomina persona aku mempunyai variasi bentuk –ku dan  ku-. Penggunaan persona pertama tunggal tampak pada kalimat berikut.

Contoh:

 Kado buat adik, aku buat seindah mungkin.

Saya tidak tahu mengenai masalah kecelakaan tadi pagi

Menurutku andi memang anak yang pandai.

Di samping persona pertama, di dalam bahasa indonesia juga mengenal persona jamak, yaitu kami, dan kita. Kalimat berikut mengandung persona pertama jamak.

Contoh:

Kami semua adalah tulang punggung bangsa. Kita harus mampu bersaing dengan bangsa lain dalam teknologi.

 

 

-        *Persona kedua*

Persona kedua mempunyai beberapa wujud, yaitu engkau, kamu, anda, dikau, kau-, dan mu-. Persona kedua mempunyai bentuk jamak engkau dan sekalian. Persona kedua yang memiliki variasi bentuk hanyalah engkau dan kamu. Bentuk terikat itu masing-masing adalah kau- dan mu-. Berikut ini kutipan kalimat yang menggunakan persona kedua.

Conoh:

 Engkau bagaikan matahari di dalam hatiku. Apakah anda mengenal orang ini. Ada keperluan apa engkau datang malam ini.

 

 

-        *Persona ketiga*

Ada dua macam persona ketiga tunggal, (1) ia, dia, atau –nya, dan (2) beliau. Adapun persona ketiga jamak adalah mereka. Berikut ini kalimat yang menggunakan persona ketiga.

Contoh:

Mereka semua yang ada di kelas adalah mahasiswa jurusan bahasa indonesia. Kakaknya telah meninggal dunia setahun yang lalu karena kecelakaan. Beliau terkenal menjadi pengarang sejak remaja.

 

3.     *Referensi Demonstratif*

Menurut Kridalaksana (1994:92) demonstrativa adalah jenis yang berfungsi untuk menunjukkan sesuatu (anteseden) di dalam maupun di luar tuturan percakapan. Dari sudut bentuk, dapat dibedakan antara (1) demonstrativa dasar, seperti itu dan ini, (2) demontrativa turunan, seperti berikut, sekian, (3) demonstrativa gabungan seperti di sini, di situ, di sana, ini itu, di sana-sini.

 

 

Sumarlam (2003:25) membagi pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini (seperti kini dan sekarang), lampau (seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti besok dan yang akan datang), dan waktu netral (seperti pagi dan siang). Sementara itu, pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara (situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit (Surakarta, Yogyakarta).

 

 

Menurut Hartono (2000:150) pronomina penunjuk (demonstratif) dalam bahasa Indonesia ada empat macam, yaitu (1) pronomina penunjuk umum ini dan itu (mengacu pada titik pangkal yang dekat dengan penulis, ke masa yang akan datang, atau mengacu ke informasi yang disampaikan oleh penulis), (2) pronomina penunjuk tempat (pronomina ini didasarkan pada perbedaan titik pangkal dari pembicara: dekat sini, agak jauh situ, dan jauh sana), (3) pronominal penunjuk ihwal (titik pangkal perbedaannya sama dengan penunjuk lokasi dekat begini, jauh begitu dan menyangkut keduanya demikian), dan (4) penunjukan adverbia titik pangkal acuannya terletak pada tempat anteseden yang diacu, ke belakang tadi dan berikut, ke depan tersebut.

 

 

4.     *Referensi Komparatif*

Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya (Sumarlam 2003:26). Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan.

 

 

Referensi komparatif dalam bahasa Indonesia menurut Hartono (2000:151) berkenaan dengan perbandingan dua maujud atau lebih, meliputi tingkat kualitas atau intensitasnya dapat setara atau tidak setara. Tingkat setara disebut tingkat ekuatif, tingkat yang tidak setara dibagi menjadi dua yaitu tingkat komparatif dan tingkat superlatif. Tingkat ekuatif mengacu ke kadar kualitas atau intensitas yang sama atau mirip. Tingkat komparatif mengacu ke kadar kualitas atau intensitas yang lebih atau yang kurang. Tingkat superlatif mengacu ke kadar kualitas atau intensitas yang paling tinggi di antara adjektiva yang dibandingkan.

 

 

*Pengertian Inferensi*

 

Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).

Sebuah pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi.

 

 

Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).

 

 

Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.

 

 

Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lian;

 

1.     *Inferensi Langsung*

Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.

Contoh:           

Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.

Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.

Contoh:

Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.

dari premis tersebut dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.

 

 

2.     *Inferensi Tak Langsung*

            Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.

Contoh:

A : Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.

Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.

Contoh yang lain;

A : Saya melihat ke dalam kamar itu.

B : Plafonnya sangat tinggi.

Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:

C: kamar itu memiliki plafon

 

 

*Hakikat Wacana*

Istilah wacana (discourse) berasal dari bahasa latin yaitu discursus. Discursus terbentuk dari dua kata dis yang berarti dari arah yang berbeda dan currere berarti lari. Pengertian tersebut dalam perkembangannya, berarti penggunaan bahasa dari suatu topik lain secara teratur. Menurut Hoed (1994:134) bahwa wacana dapat terdiri hanya satu kata.

 

 

Meskipun hanya terdiri dari satu kata, makna yang terkandung tidak hanya makna itu saja, akan tetapi makna luarnya yaitu makna yang diacu oleh kata tersebut. Lebih lanjut Hoed (1994:134) menjelaskan bahwa wacana mengacu pada unsur di dalam dan di luarnya, sedangkan kalimat atau kata hanya mengacu di dalam dirinya.

 

Sementara itu, Tarigan (1987:27) berpendapat bahwa wacana yaitu suatu bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan korelasi dan koherensi yang tertinggi dan berkesinambungan yang memunyai awalan dan akhiran yang nyata disampaikan secara lisan maupun tulis.

 

 

Dalam bahasa tulis awalan dan akhiran sangatlah penting, karena dalam bahasa tulis tanda baca dan konteks kalimat yang mempermudah pemahaman pembaca. Berbeda dengan bahasa tulis, dalam bahasa lisan konteks kalimat dan ekspresi penutur yang mendukung. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Kridalaksana (1987:184-259) bahwa satuan bahasa yang lengkap bukanlah kata atau kalimat melainkan wacana.

 

 

Wacana adalah satuan kebahasaan yang unsurnya terlengkap yang tersusun dari kalimat yang berupa lisan maupun tulis, yang membentuk suatu pengertian yang serasi dan terpadu baik dalam pengertian maupun dalam manifestasi finetisnya. Kridalaksana (1993:231) dalam Kamus Linguistik, bahwa wacana yaitu satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal tertinggi atau terbesar. Chaer (2003:267) berpendapat yang sama dengan Kridalaksana bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

 

 

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, atau persyaratan kewacanaan lainnya.

asal masalah yang diangkat haruslah aktual dan kontroversial.

 

              Referensi Eksofora                                                        Pronomina Persona

 

 

 

 


Referensi                                         Referensi Anafora                  

            

 

Referensi Endofora                                                            Pronomina Demonstratif

                                            

Referensi Katafora                 

                                                                                                                     Pronomina   Komparatif

 

 

 

*Penjelasan bagan di atas.*

 

-       Referensi terbagi dua yaitu Referensi Eksofora dan Referensi Endofora.

-       Referensi Endofora terbagi dua yaitu Referensi Anafora dan Referensi Katafora.

-     Referensi Anafora dan Referensi Katafora terdiri atas Pronomina Persona, Pronomina     Demonstratif, dan Pronomina Komparatif.

-       Referensi eksofora berarti pengacuan terhadap anteseden (acuan) di luar teks, berkaitan dengan konteks situasi.

-       Referensi endofora berarti pengacuan terdapat anteseden yang terdapat di dalam teks.

 

 

*Referensi endofora ada dua, yaitu anafora dan katafora.*

Referensi anafora maksudnya pengacuan oleh pronominal terhadap anteseden yang terletak di kiri atau di depannya. Sedangkan referensi katafora adalah pengacuan oleh pronominal terhadap anteseden yang terletak di kanan atau di belakangnya.

 

 

Contoh:

-       Referensi eksofora

Saya belajar di kampus itu.

Kita tidak akan tahu yang dimaksud itu dalam kalimat tersebut. Kita akan tahu maksudnya jika kita mengetahui konteks saat penutur mengucapkannya atau menunjukkannya.

 

 

-       Referensi endofora

Rumah saya kebakaran, petugas pemadam yang memadamkannya.

Maksud –nya pada kalimat di atas mengacu pada kata kebakaran. Di sini kita dapat mengetahui bahwa referensi atau acuannya berada di dalam kalimat tersebut.

 

 

-       Referensi anafora

Mila setiap hari pergi ke pasar. Ia membeli bawang untuk keperluan dapur.

 

 

-       Referensi katafora

Meski rumahnya jauh, Ryan tetap bersepeda berangkat ke sekolah

 

 

Apakah sama antara anafora dan substitusi?

Pada implementasinya sama saja. Namun, secara teori ada perbedaan antara subtitusi dengan referensi anafora karena subtitusi merupakan hubungan secara leksikogramatikal. Hal ini berbeda dengan referensi yang merupakan hubungan semantis. Subtitusi mempunyai referen setelah ditautkan dengan unsur yang diacunya.

 

 

Daftar Pustaka

Hasan Alwi, dkk, 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Djajasudarma, T.Fatimah. 2010. Wacana. Bandung: Refika Aditama.

Kartomihardjo, Soeseno. 1992. Analisis Wacana dan Penerapannya. Malang: IKIP Malang.

Prayitno, Bayu Ruslan. 2009. Analisis Wacana. Jakarta: Universitas Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar