Sabtu, 18 Maret 2023

Artikel: *Kohesi dan Koherensi Dalam Wacana*

 

*Kohesi dan Koherensi Dalam Wacana*

 

I.                 *Pengertian Kohesi serta Koherensi Dalam Wacana Tulis*

 Dalam pelajaran Bahasa Indonesia masih ada materi mengenai kohesi dan koherensi. Secara teori pengertian kohesi serta pengertian koherensi tidak sinkron satu sama lain. Selain itu letak perbedaannya juga terdapat pada contoh kohesi maupun model koherensi.

 

Namun sebagian orang masih berpendaat bahwa kohesi serta koherensi tersebut sama, jika ditinjau dalam perihal lisan ataupun tulisan. Wacana artinya rangkaian kalimat yg berhubungan dengan perposisi yang satu menggunakan yang lainnya sehingga membangun satu kesatuan. Wacana tadi dapat berupa adegan, insiden, situasi, saat, loka, pendengar, sarana, pembicara, topik, kode, juga bentuk amanat.

 

*Pengertian Kohesi serta Koherensi Dalam Wacana*

 

Kohesi termasuk dalam aspek internal struktur wacana (Mulyana, 2005:26). Halliday dan Hassan (dalam Mulyana, 2005:26) mengemukakan bahwa unsur-unsur kohesi wacana dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan leksikal. Kohesi gramatikal mencakup referensi (pengacuan), substitusi (penggantian), elipsis (pelesapan), dan konjungsi (kata sambung). Adapun unsur kohesi leksikal terdiri dari sinonimi (persamaan), antonimi (lawan kata), hiponimi (hubungan atas bawah), repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding kata), dan ekuivalensi (kesepadanan) (Mulyana, 2005:28). Koherensi ialah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh. (Wahjudi dalam Mulyana, 2005: 30).

 

Koherensi dibagi menjadi dua, yakni berpenanda dan tidak berpenanda. Menurut Sumadi dalam Yuanita (2007:43) kohesi berpenanda dibagi menjadi tujuh antara lain: koherensi kausalitas, koherensi kontras, koherensi auditif, koherensi temporal, koherensi kronologis, koherensi perurutan, dan koherensi intensitas. Adapun koherensi tidak berpenanda dibagi menjadi koherensi perincian, koherensi perian, dan koherensi dialog.

 

Penelitian Widiatmoko (2015) meneliti “Analisis Kohesi dan Koherensi Wacana Berita Rubrik Nasional di Majalah Online Detik”. Penelitian ini betujuan untuk memaparkan kohesi dan koherensi dalam wacana di atas. Hasil temuan menunjukkan bahwa Majalah Online Detik kurang memperhatikan aspek kebahasaan dan hanya mementingkan keaktulan serta isi berita.

 

Wacana merupakan serangkaian kalimat yg berperposisi yg satu dengan yang lainnya sehingga membentuk satu kesatuan. Terdapat dua unsur penting yang bermanfaat buat menjaga kekompakan dan keutuhan. Unsur krusial dalam hal kohesi dan koherensi. Kohesi mempunyai sifat yang gramatikal, sedangkan koherensi mempunyai sifat yg maknawi atau semantis.

 

A.     *Kohesi*

Pengertian kohesi artinya keserasian hubungan antar posisi dalam menyatakan unsur unsur semantik serta gramatikal secara eksplisit pada kalimat kalimat. Keserasian tersebut bersifat kohesif. Pembentukan kohesi  bisa dibagi sebagai dua jenis yaitu:

 

*1. Kohesi Gramatikal*

Pengertian kohesi gramatikal artinya interaksi yang terjadi antar unsur semantis yg ditandai dengan indera bahasa gramatikal dalam penyusunan tata bahasa. Wujud menurut kohesi gramatikal dapat berupa penghubungan (konjungsi), pengacuan ( keterangan), pelesapan (elipsis), juga penyulihan (substitusi).

 

*2. Kohesi Leksikal*

Pengertian kohesi leksikan merupakan interaksi antar bagian tentang yang terjadi secara leksikal sehingga terdapat keserasian struktur secara kohesif. Wujud kohesi leksikal bisa berupa versus kata (antonim), persamaan istilah (sinonim), pengulangan (repetisi), metonimi maupun hiponimi.

 

Sebulan lamanya Sarah serta Nia berlibur kerumah neneknya. Sarah serta Nia poly menerima informasi baru mengenai tumbuhan padi untuk menyempurnakan tugas laporan akhir kuliahnya. Informasi tersebut ialah tanaman padi bisa ditanam diladang yang kadar airnya sedikit. Misalnya tempat penduduk poly menanam padi diladang menggunakan kadar air yang sedikit. Padi tersebut bernama tumbuhan padi Gogo. Selain itu, mereka jua merogoh gambar terkait perkembangan tanaman padi untuk laporan tambahan pada tugasnya.

Pembahasan :

Dalam wacana  di atas terdapat istilah kata  ganti "mereka" yg menunjuk pada Sarah serta Nia. Maka menurut wacana di atas bersifat kohesif. Jika istilah kata gantinya berubah menjadi “Beliau” maka hal tersebut  tidak bersifat kohesif. Hal ini dikarenakan kata *“beliau”* tidak  jelas mengacu pada  Sarah ataupun Nia.

 

B.     *Koherensi*

Pengertian koherensi merupakan pengaturan gagasan, ide, kabar serta fenomena agar lebih rapi menjadi serangkaian yang logis sehingga kandungan pesan di dalamnya lebih gampang dipahami. Antar bagian yg satu menggunakan yg  dihubungkan oleh koherensi supaya sebagai satu kesatuan makna yang utuh.

 

Pak Joni ingin menanam jagung di ladangnya. Ladang Pak Joni sangat luas. Pak Joni lebih menentukan menanam jagung lantaran tumbuhan tadi mempunyai nilai jual yang tinggi. Tumbuhan jagungnya bisa dijual buat pakan ternak, seperti sapi. Disamping itu, jagung dapat dimanfaatkan sebagai pengganti kuliner utama misalnya nasi.

 

II.               *Kohesi dan Koherensi dalam Wacana Lisan*

 

Kohesi dan Koherensi meng-analisis bentuk wacana lisan. Yang termasuk wacana lisan, seperti per-cakapan, obrolan, tuturan, dan sebagainya.

 

Sebagaimana wacana tulis, wacana lisan harus menggambar satu kesatuan yang utuh. Artinya unsur-unsur yang membangun wacana tersebut harus lengkap. Unsur kata, kalimat, dan paragraf hendaknya satu sama lain saling berkaitan membentuk satu kesatuan, yang disebut dengan istilah kohesi dan koheren.

 

Kohesi merupakan hubungan keterkaitan antarpreposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat yang membentuk wacana. Perhatikan kalimat-kalimat berikut.

(1)    A : Apa yang dilakukan si Ali?

B : Dia memukuli istrinya.

(2)    A : Apa yang dilakukan si Ali?

B : Jahanam itu memukuli istrinya.

Proposisi yang dinyatakan A pada contoh (1) berkaitan dengan proposisi yang dinyatakan oleh B dan keterkaitan tersebut diwujudkan dalam bentuk pemakaian pronominal “dia”  yang merujuk kepada si Ali.

Pada contoh (2) keterkaitan itu dinyatakan dengan frasa jahanam itu yang dalam konteks normal mempunyai rujukan yakni si Ali. Pada kata lain keterkaitan itu dapat dilihat pada verba dilakukan dan

memukuli yang memiliki kesinambungan makna.

 

Koherensi merupakan hubungan keterkaitan antarposisi, tetapi keterkaitan tersebut tidak secara langsung pada kalimat-kalimat yang diungkapkannya.

(3)    A : Angkat telepon, Bu!

B : Aku sedang mandi, Pak?

A : Oke!

Dalam contoh ini keterkaitan antarposisi tetap kita rasakan ada, tetapi antara percakapan A dan B tidak secara nyata kita temukan unsur-unsur kalimat yang menunjukkan adanya keterkaitan gramatikal ataupun semantik (Alwi, 2000: 428).

 

Berdasarkan uraian itu, jelaslah bahwa kohesi dan koherensi menunjukkan adanya hubungan atau perkaitan antara unsur-unsur yang membentuk suatu wacana, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Agar kalian memperoleh pemahaman serta kemampuan, khususnya yang berkaitan dengan wacana lisan. Berikut disajikan sebuah contoh wacana lisan.

Hana : Ada apa ini? Fani, Gina, mengapa menangis? Mengapa? Katakanlah, siapa tahu aku dapat membantu. Ayolah, Fani, apa yang terjadi? Ayolah, Gina, hentikan sebentar tangismu!

Fani dan Gina : Nggak, apa-apa! Ini...

Hana : Ya, Tuhan! Duka macam apakah yang Kau bebankan kepada kedua temanku ini? Dan apa yang harus dilakukan bila aku tidak tahu sama sekali persoalannya semacam ini? Fani, Gina, sudahlah! Kita memang wanita sejati, tak ada seorang pun yang berani meragukan, dan oleh karena itu pula maka kita juga berhak menangis. Namun, apa pun persoalannya, tidaklah wajar membiarkan seorang sahabat kebingungan semacam ini, sementara kalian berdua menikmati indahnya tangisan dengan enaknya. Ayolah, hentikan tangis kalian. Kalau tidak, ini kuanggap sebagai penghianatan yang tak termaafkan, dan sekaligus akan mengancam kelangsungan persahabatan kita!

Fani dan Gina : Apa?

Inu : Ada apa? Ada apa ini? Mereka mengganggu lagi? Gila! Mereka memang terlalu! Sudahlah, aku yang akan menghadapinya! Tenanglah kalian. Kita mengakui bahwa kita memang makhluk lemah, miskin, bodoh, dan tak punya daya. Tetapi itu tidak berarti bahwa kita dapat mereka hina secara semena-mena. Berapa kali mereka melakukannya? Huh, cacing pun menggeliat jika diinjak, apa lagi kita, manusia! Mungkin kini mereka akan gentar pada tekad perlawanan kita. Tetap jangan puas, mereka harus diberi pelajaran, agar tahu benar-benar bahwa kita bukanlah barang mainan. Baiklah, akan kucari mereka dengan batu-batu di tanganku!

Hana : Jangan! Jangan! Inu : Tidak! Tidak!

Jati : Inu! Kau apakan mereka? Inu : Tenang, Jati. Tidak ada apa-apa!

Jati : Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang lain menangis?

Inu : Hei, bukan aku penyebabnya, Jati!

Jati : Kamu mampu tertawa sementara ketiga sahabatmu menangis duka. Di mana perasaanmu, Inu? Inu : Jati, apakah setiap tangis itu duka?

Jati : Tetapi mereka jelas nampak menderita!

Inu : Tampak menderita tidak sama dengan nyata menderita!

Jati : Gila! Tidak kusangka! Aku kini tahu mutu pribadimu yang sesungguhnya, Inu!

Inu : Ampun, Jati! Sabar, Jati! Nih, baca.

Jati : Maaf, kami sedang latihan akting menangis, jangan ganggu, ya! Trim’s! Gila Sudah! Selesai! Hentikan latihan gila-gilaan ini!

 

*Kesimpulan*

1. Kohesi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat yang membentuk wacana.

2. Koherensi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi, tetapi perkaitan tersebut tidak secara langsung pada kalimat-kalimat yang diungkapkannya.

 

*Kohesi Leksikal dan Kohesi Gramatikal dalam Teks Diskusi*

   

Contoh Soal Kohesi Leksikal dan Kohesi Gramatikal dalam Teks Diskusi. Unsur kebahasaan  teks diskusi.  dengan melihat kohesi leksikal dan kohesi gramatikal pada teks diskusi. 

      

Kohesi leksikal adalah kepaduan antara kalimat yang satu dengan yang lain dalam sebuah teks dengan menggunakan pemilihan kata. Kepaduan ini bisa dicapai melalui pengulangan kata, sinonim (kata yang memiliki arti yang hampir sama), antonim (kata yang memiliki arti yang berbeda), dan hiponim (hubungan dalam makna kata yang berkaitan dengan makna spesifik dan makna general). 


*Mari kita analisis kohesi dan koherensinya.*

 

*Kohesi Leksikal*
• Paragraf , kepaduan yang dicapai dengan menggunakan pengulangan kata. Kata yang yang diulang beberapa kali pada paragraf satu ini adalah kata ponsel. Contohnya seperti di bawah ini.
Saat ini perkembangan teknologi ponsel semakin berkembang. Fitur-fitur yang terdapat pada ponselpun memungkinkan penggunanya dapat melakukan berbagai aplikasi, seperti akses internet, jejaring sosial, dan memainkan games. Salah satu pengguna ponsel canggih adalah para remaja.

• Paragraf , kepaduan juga dicapai dengan menggunakan frase bersinonim. Frase sangat akrab memiliki makna yang hampir sama dengan keseharian mereka tidak dapat terpisahkan dengan ponsel canggih, dan tiada hari tanpa ponsel canggih. Artinya, makna tersebut menyiratkan bahwa adanya hubungan yang dekat dan erat, serta tidak terpisahkan. Contohnya adalah sebagai berikut.
Hampir sebagian besar remaja di Indonesia sangat akrab dengan ponsel canggih. Bahkan keseharian mereka tidak dapat terpisahkan dengan ponsel canggih ini. Seakan tiada hari tanpa ponsel canggih.

• Paragraf , kepaduan dicapai dengan menggunakan kata yang bersinonim. Kata efek, dampak, dan pengaruh memiliki kandungan makna yang hampir sama, yakni kesan atau akibat yang ditimbulkan. Contohnya terurai seperti di bawah ini. 
Pada dasarnya ponsel canggih memiliki efek positif bagi remaja. Dampak positif ponsel canggih bagi para remaja salah satunya adalah mereka dapat lebih mudah mendapatkan berbagai informasi yang menunjang pengetahuan mereka. Di samping itu, pengaruh positif ponsel canggih lainnya adalah memungkinkan mereka untuk dapat berkomunikasi dan memperluas pertemanan mereka.

• Paragraf , kepaduan dicapai dengan menggunakan frase yang mengandung makna antonim. Frase manfaat positif mengandung makna antonim dengan dampak negatif. 
Namun patut disadari pula, dibalik manfaat positif yang terdapat pada ponsel canggih, tentu saja tidak dapat dipungkiri bahwa ponsel ini juga memiliki dampak negatif bagi remaja. Dampak negatif ponsel canggih ini dapat terjadi apabila dalam penggunaannya tidak ada pengawasan dari orang tua. Orang tua membiarkan anak-anak mereka menggunakan ponsel canggih dengan bebas.



• Paragraf, kepaduan dicapai dengan menggunakan hiponim. Hiponim pada paragraf tersebut berupa makna general dari frase dampak negatif. Sedangkan makna spesifiknya dipaparkan dalam bentuk kalimat. Contohnya adalah sebagai berikut. 
Dampak negatif yang bisa ditimbuilkan oleh ponsel canggih ini bisa bermacam-macam. Jika ditinjau dari sisi kesehatan, ponsel canggih dapat memaparkan efek radiasi kepada penggunanya. Selain itu, penggunaan ponsel canggih juga dapat mempengaruhi perilaku para remaja apabila mereka tidak dapat memilah bacaan dan tontonan yang dengan mudah diakses oleh mereka.

 

*Selain kohesi leksikal, kepaduan dalam teks juga bisa dicapai melalui kohesi gramatikal.*


*Kohesi Gramatikal*
Kohesi gramatikal adalah kepaduan kalimat-kalimat dalam teks yang dicapai dengan menggunakan aturan gramatikal. Aturan-aturan gramatikal yang dimaksud antara lain adalah rujukan, substitusi, dan elipsis. Rujukan adalah kata atau frase yang mengacu atau merujuk pada kata atau frase yang sudah disebutkan sebelumnya, seperti ini, itu, hal itu, hal ini, dan tersebut.

 

*Contohnya:*
• Setiap daerah di Indonesia memiliki kekhasan dalam budayanya masing-masing. Kekhasan tersebut menjadi keunikan dari kebudayaan setiap daerah di Indonesia. 

Contoh  menggunakan kohesi gramatikal yang berupa kata rujukan. Pada kalimat (2) frase budaya masing-masing digunakan kembali pada kalimat berikutnya dengan menggunakan kata rujukan tersebut.


Selain rujukan, kohesi gramatikal juga dapat menggunakan aturan gramatikal yang berupa substitusi. Subtitusi adalah kata yang digunakan untuk menggantikan frase atau kata yang telah disebutkan sebelumnya. Contohnya adalah sebagai berikut.
• Sejak dini para siswa harus ditanamkan untuk mencintai budaya Nusantara. Sekolah dan orang tua memiliki peran besar untuk mengajarkan mereka agar dapat menghargai dan bangga Nusantara. 
Frase para siswa disubstitusi dengan kata ganti mereka. 
      

Kohesi gramatikal juga dapat menggunakan aturan gramatikal berupa ellipsis. Ellipsis adalah peniadaan kata atau satuan lain yang wujud aslinya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa. 
Contohnya adalah sebagai berikut. 
• Tahun ini SMP Kemerdekaan Indonesia memenangkan tiga piala untuk pertandingan basket. Kepala Sekolah meletakkan di lemari sekolah sebagai kenang-kenangan dan lambang prestasi sekolah itu. 

*Koherensi*

 

Sebelumnya, kita sudah membedah kohesi sebagai alat pemadu wacana. Kohesi terbagi menjadi dua kategori, yaitu kohesi leksikal (reiterasi dan kolokasi) serta kohesi gramatikal (referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi). Pertanyaan selanjutnya, dapatkah sebuah wacana menjadi utuh dan mudah dipahami tanpa kohesi?

 

Sebuah wacana, nyatanya, tidak sepenuhnya bergantung pada kohesi. Salah satu faktor lain yang dapat mendukung pemahaman kita terhadap suatu wacana adalah keberadaan koherensi, yaitu hubungan antara teks dan faktor di luar teks berdasarkan pengetahuan seseorang.

 

Pengetahuan ini sering juga disebut sebagai konteks bersama (shared-context) atau pengetahuan bersama (shared knowledge). Contoh, ketika kita membaca sebuah papan bertuliskan “Garage Sale!”, kita tahu bahwa seseorang atau sekelompok orang sedang tidak menggadaikan garasinya.

Yuwono (2005) memberikan contoh yang menarik, yang sering kita terapkan sehari-hari, dan ternyata merupakan perwujudan koherensi. 

Ayah: Bagas sudah berangkat?

Ibu: Kopinya saja belum diminum, Pak.

Ayah: Oh.

 

Dari percakapan tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa Bagas belum berangkat. Ini adalah implikatur yang tersirat dari ujaran sang ibu. Interpretasi lain pun bermunculan: Bagas hendak berangkat ke sekolah atau kantor, Bagas terbiasa meminum kopi sebelum pergi, dan percakapan tersebut mungkin terjadi pada pagi hari.

 

Dengan mengingat bahwa koherensi berkaitan dengan pengetahuan bersama, berarti koherensi memiliki keterikatan dengan kebiasaan atau budaya masyarakat. Perhatikan contoh berikut.

Ada kost-an, bisa berdua, kamar mandi dalam, ac, lokasi strategis dekat supermarket, 15 menit dari Soekarno-Hatta, 5 menit dari gerbang tol.

 

Wacana di atas barangkali akan sukar dipahami oleh orang dari luar Indonesia atau mereka yang tidak dekat dengan kehidupan urban. Di kota yang sibuk dan macet, tol adalah jalan yang dapat ditempuh untuk menghindari keterlambatan. Berarti, menetap di tempat yang dekat dengan gerbang tol adalah sebuah keuntungan. Lebih dari itu, indekos di dekat bandara Soekarno-Hatta umumnya dinaungi oleh karyawan bandara atau orang-orang yang bekerja di wilayah bandara. Meskipun tidak dicantumkan, kita bisa lantas mengetahui bahwa harga sewa indekos di sekitar bandara relatif mahal.

Lagi-lagi, semua bergantung pada konteks. Dengannya, kita bisa memahami suatu wacana secara utuh.

 

“Piranti Kohesi dan Koherensi”

 

*“Piranti ketidakserasian”*

Piranti ketidakserasian pada umumnya ditandai dengan perbedaan proposisi yang terkandung di dalamnya, bahkan sampai pada pertentangan. Terkadang dalam sebuah wacana  proposisi yang terkandung tidak selalu serasi, jadi piranti ketidakserasian ini diperlukan untuk menghubungkan proposisi tersebut.

Contoh:

-       Tono pergi ke pasar untuk membeli buku. Padahal, ia tidak mempunyai uang.

-       Pemerintah DKI Jakarta sudah berusaha keras mengatasi banjir. Dalam kenyataannya,  banjir tetap terjadi setiap tahun.

Frasa “padahal”  dan dalam kenytaannya pada contoh di atas menghubungkan dua proposisi yang tidak serasi.

 

-        Anjani, Esa Agita. 2013. “Kohesi dan Koherensi Wacana Stand Up Comedy Prancis dan Indonesia”. Kawistara, 3 (3): 227-334 https://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/article/view/5223/4275)

-        Apreno, Reci, Suryadi dan Bambang Djurnaidi. 2018. “Kohesi dan Koherensi dalam Rubrik Olahraga Harian Rakyat Bengkulu”. Jurnal Ilmiah Kopus, II (III): 333-340. (https://doi.org/10.33369/jik.v2i3.6789#)

-        Baryadi, Pratomo. 2002. Dasar-Dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa. Jogjakarta: Pustaka

-        Gondho Suli. Goziyah, dkk. 2018. “Kohesi dan Koherensi dalam Koran Bisnis Indonesia dengan Judul Kemenperin Jamin Serap Garam Rakyat”.Lp4mk Stkip Pgri Lubuklinggau, 1 (1): 138-153. (http://www.ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id/index.php/SIBISA)

-        Hanafiah, Wardah. 2014.“Koherensi pada Wacana Buletin Jumat”. Epigram, 11 (2): 135-152. (http://jurnal.pnj.ac.id/index.php/epigram/article/view/696)

-        Hidayat, Nunung Wahyu, dkk. 2016. “Kohesi dan Koherensi dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII A SMP Islam Bustanul Pakusari Jember”. Jurnal Edukasi, III (1): 33-35. (https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JEUJ/article/view/4318/3257)

-        Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

-        Mulyadi, Muhamad. 2016. Metode Penelitian Praktis: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Publica Press. 14

-        Rani, dkk. 2006. Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.

·        Widiatmoko, Wisnu. 2015. “Analisis Kohesi dan Koherensi Wacana Berita Rubrik Nasional di Majalah Online Detik”. Jurnal Sastra Indonesia, 4 (1): 1-12 (http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi)

·        Kushartanti, dkk. (ed). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

  • Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar