Sabtu, 18 Maret 2023

Artikel: *Hilang Adab dalam Bicara Hilang Peradaban Komunikasi*

 


 *Hilang Adab dalam Bicara Hilang Peradaban Komunikasi*

 

Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan komunikasi dengan orang lain agar dapat bertahan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam berinteraksi memerlukan etika dalam berbicara. Etika bahasa merupakan suatu kaidah normatif penggunaan bahasa yang menjadi pedoman umum yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa bahwa cara yang demikian itu diakui sebagai bahasa yang sopan, hormat, dan sesuai dengan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat.

 

Saat Komunikasi memerlukan bahasa yang digunakan dan disepakati bersama sebagai alat komunikasi.Penggunaan bahasa  merupakan perkataan-perkataan yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Sebagai alat komunikasi, Penggunaan bahasa  tentunya mempunyai aturan-aturan tertentu yang disesuaikan dengan situasi dan komunikan yang menggunakannya.

 

Perkembangan zaman menuntut kita untuk lebih jeli dan beretika dalam berhubungan satu sama lain. Saat ini perubahan interaksi sosial ke ruang digital, membuat masyarakat memiliki satu komunitas baru di media sosial di mana penggunanya saling berinteraksi menggunakan bahasa. Namun belum sepenuhnya pengguna media sosial secara digital memerhatikan tata bahasa serta norma sopan santun yang berbudaya saat berkomentar. 

 

Demikian juga dalam kita saling berinteraksi dibutuhkan bahasa yang bisa mengantarkan maksud sesui dengan harapan. Bahkan ketika memberikan reaksi di kolom komentar penggunaan bahasa sopan, tanpa ada ujaran kebencian, maupun tata bahasa Indonesia yang baik semuanya akan memengaruhi pembuat konten untuk memproduksi konten bermanfaat lainnya.  

 

Era digital bukan era kebebaan yang tak tertbatas, Ruang public internet juga memerlukan batasan tertentu agar komunikasi bisa berjalan dengan baik sesuai dengan maksud dan harapan bagi pengirim maupun penerima. Era digital merupakan era baru namun,  tetap kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan Bahasa Indonesia yang benar itu supaya komen-komen yang terbaca bisa terserap baik. (Shandy Susanto, Dosen Podomoro University).

 

Saat  menggunakan bahasa yang baik, meliputi unsur benar, logis, dan sistematis. Bahasa yang baik merupakan bahasa yang sesuai konteks di mana, kapan, dan kepada siapa pesan ditujukan. Sementara bahasa yang benar merupakan bahasa yang sesuai dengan kaidah dan aturan.  

 

Etika berbahasa dalam komunikasi era digital tidak bisa lepas dari penggunaan etika berbahasa yang baik dan benar agar komunikasi berjalan dengan lancer. Penerapan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga dimaksudkan untuk menghindari salah tafsir atau terjadi kesalahpahaman di dunia maya. Selain itu reaksi berupa komentar yang memicu konflik di dunia maya karena kurang beretika dalam merespon konten bisa menjerat pengguna pada UU ITE dan berujung pidana. 

 

Dalam bahasa Indonesia ada peribahasa mengatakan bahasa menunjukan bangsa, hal ini secara tidak langsung mengatakan bahwa perilaku berbahasa seseorang dapat dijadikan tolak ukur keberadaban suatu bangsa. Tidaklah salah jika pepatah mengatakan bahasa adalah cerminan pribadi seseorang, karena melalui tutur kata kita dapat menilai pribadi seseorang.

 

Penggunaan Tutur kata yang baik, lemah lembut, sopan-santun, orang akan mencitrakan kita sebagai pribadi yang baik dan berbudi sebaliknya apabila perkataan seseorang buruk maka citraan buruklah yang akan melekat kepada pribadi orang tersebut.  Karena bahasa juga dapat menjadi alat kekerasan verbal yang terwujud dalam tutur kata seperti memaki, memfitnah, menghasut, menghina, dan lain sebagainya. Hal itu akan berdampak negatif terhadap perilaku seseorang seperti permusuhan, perkelahian, aksi anarkisme, provokasi dan sebagainya.

 

Sebagai orang yang beragama mestinya menjunjung tinggi Adab dalam berkomunikasi. Di dalam ajaran Islam pun telah dijelaskan dengan gamblang, seperti dalam surat An-Nisa ayat 114 yang berbunyi *"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia"*. Dengan demikian hendaknya pembicaran dilakukan dengan suara yang dapat didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah, ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat serta tidak ambiguitas.

 

Sejalan dengan itu, Q.S. Al Qalam [68]: 10-11), *”Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi menghina. Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah".* Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi, *"Orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, hendaknya berkata baik jika tidak bisa lebih baik diam".* Dalam hadis lain Nabi saw mengatakan*"Orang yang disebut Muslim adalah orang yang bisa menjaga tangannya dan lisannya. Sempurnanya ajaran Islam, etika dalam berbahasa pun diaturnya dengan lugas”*.

 

Pepatah lama yang mengatakan bahwa lidah itu tak bertulang. Lidah itu memang lunak, oleh karena itu orang yang lemah pun bisa bersilat lidah. Lidah itu lebih tajam dari pedang. Jika luka tersayat oleh pedang tidaklah susah untuk mengobatinya tetapi kalau luka hati tersayat oleh kata-kata, hendak kemana kita mencari penawarnya?

 

Ingatlah bahwa Kita adalah bangsa Timut yang terkenal dengan adat sopan santun, mengapa adab kebaikan ini akan hilang hanya karena bertumpu pada kata “Kebebasan” Sebagai bangsa yang beradab sudah semestinya kita menjaga perilaku berbahasa baik dalam situasi formal maupun informal yang mampu menciptakan suasana komunikasi yang baik sehingga mampu mewujudkan kehidupan bangsa yang bermartabat.

 

Dalam bahasa komunikasi ada  makna yang harus dipegang erat yaitu  roh bahasa,  adalah rasa bahasa, rasa di sini bukan rasa pahit atau manis, tapi penghayatan estetik yang terkandung dalam kosa kata itu yang menunjukkan hubungan-hubungan antar kita semua di semesta ini. Di dalam estetika itu tersimpan seluruh pengetahuan, apakah itu etika, moral, dan sebagainya.

 

Komunikasi memerlukan  hubungan-hubungan kata dan kalimat yang menghasilkan rasa bahasa, menghasilkan penghayatan hubungan antar manusia dan pengetahuan. Di Era terbuka ini aka nada interaksi antar bahasa sehingga  bahasa itu dinamis, dengan demikian bahasa Indonesia akan terus berdialektika dengan bahasa lainnya, dengan istilah-istilahbaru dalam teknologi misalnya hingga menghasilkan teks-teks baru  dengan kosa kata yang bertambah.

 

Akhirnya yang terpenting dari bahasa adalah egaliter dan demokratis, sehingga meskipun kosa katanya tidak sesuai dengan ejaan yang ada dalam bahasa lisan, yang terpenting kosa kata tersebut mempunyai sistem rasa, dan  makna yang menjelaskan hubungan rasa antar semuanya, bisa diterima sebagai komunikasi yang baik,sopan, dan beretika moral.

 

 

 

 


Sumadiria Haris,2006, (Bahasa Jurnalistik),Jakarta: Simbiosa Rekatama Media.

Wiryanto, 2004, (Pengantar Ilmu Komunikasi),Jakarta: Grasindo.

Sasa Djuarsa, Sendjaja. Modul 1: Pengantar Komunikasi, Jakarta

Mardiana, Hamka Naping, Abduh dan Ibnu Hajar. (2012).Implementasi Sistem Pembinaan Narapidana DiLembaga Pemasyarakatan Klas IIa Palu. Jurnal Ilmu Sosial Dan Politik.

Maryanto, Diah Rahmawati, dan Indrati Rini. (2014). Pelaksanaan Pembinaan Yang Bersifat Kemandirian Terhadap Narapidana DiLembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Slawi. Jurnal Pembaharuan Hukum, vol 1. no. 1.

Erina Suhestia Ningtyas, Abd. Yuli Andi Gani, dan Sukanto. (2018). Pelaksanaan Program Pembinaan Narapidana Pada Lembaga Pemasyarakatan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jurnal Jurnal Adminisitrasi Publik, Vol. 1, No. 6. 1266-1275.

Sri Wulandari. (2017). Fungsi Sistem Pemasyarakatan Dalam Merehabilitasi Dan Mereintegrasi Sosial Warga Binaan Pemasyarakatan. Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang.

Anzilna Mubaroka dan wiwid noor rakhmat. (2018). Komunikasi Antara Petugas Pembina Dan Warga Binaan Dalam Proses Pembinaan Pada Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIa Semarang. Jurnal Ilmiah UNDIP Semarang.

Sri Wulandari. (2018). Efektifitas Sistem Pembinaan Narapidana DiLembaga Pemasyarakatan Terhadap Tujuan Pemidanaan. Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang.

Suhartono dan Enny Dwi Lestariningsih. (2016). Etika Berbahasa Dalam Pelayanan Publik. Jurnal Ilmiah FKIP UT Semarang.

Kristina Sitanggang. (2017). Pembinaan Terhadap Narapidana (Studi DiLembaga Pemasyarakatan Kelas IIb Kota Langsa). Jurnal Hukum Pidana.

Victorio H. Situmorang. (2018). Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Bagian Dari Penegakan Hukum. Jurnal Lembaga Pemasyarakatan Publik, Vol. 13, No. 1. 85-98.

Penny Naluria Utami. (2017). Keadilan Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, Volume 17, Nomor 3, 381-394

Anzilna Mubaroka, Wiwid Noor Rakhmat. 2017. KOMUNIKASI ANTARA PETUGAS PEMBINA DAN WARGA BINAAN DALAM PROSES PEMBINAAN PADA LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KLAS IIA SEMARANG. jurnal UNDIP: Vol. 6 No. 3

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614)

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan


http://dx.doi.org/10.31604/justitia.v8i6.1737-1745

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar