“ HATI-HATI,KEMUNAFIKAN
IBADAH BULAN RAMADHAN “
Oleh
: Ustadz Taka
SELAIN kemunafikan dalam itiqad (keyakinan), seseorang
bisa terjangkit nifak pula pada sisi amaliah. Nifak ini termasuk yang tidak
mengeluarkan pelakunya dari Islam.Secara umum sifat seorang munafik sebagaimana
yang disebutkan Nabi shalallahu alaihi wasallam, "Tanda orang munafik ada
tiga, apabila ia berucap ia berdusta, jika membuat janji ia mengingkari, dan
jika dipercaya ia khianat," (HR. Bukhari dan Muslim).
Puasa sejatinya adalah menahan melakukan
hal-hal yang sebelumnya menjadi keinginan atau sesuatu yang sebelumnya tidak
dilarang. Makan, minum, merokok, hingga hubungan suami-istri, di luar waktu
puasa dihalalkan. Namun pada saat berpuasa, meskipun halal hal-hal tersebut
untuk sementara waktu dari terbit fajar hingga matahari tenggelam “diharamkan”.
Jika berbicara secara jujur dari
kedalaman hati nurani, taraf puasa kita sebenarnya baru sekedar belajar untuk
menirukan orang yang berpuasa. Puasa yang sesungguhnya adalah mempuasai segala
hal yang menurutkan hawa nafsu kita tanpa batasan waktu. Kita baru mulai
berpuasa di kala fajar sambil dengan sangat serius mempersiapkan berbuka di
kala matahari tenggelam. Sebagian yang lain justru sudah mempersiapkan
kebutuhan berbuka untuk anak, cucu, cicit, hingga jangka waktu ke depan yang
sangat panjang.
KEMUNAFIKAN itiqadi atau keyakinan merupakan
kemunafikan yang tersimpan dalam hati. Tidaklah ada yang mengetahuinya
melainkan Allah dan dirinya. Ia menampakkan keislamannya di depan orang lain,
namun ia menyembunyikan kekafiran. Inilah perbuatan nifak. Pelakunya jelas
munafik. Firman Allah tentang mereka, Al Baqarah 14.-15
وَإِذَا لَقُوا۟ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
قَالُوٓا۟ ءَامَنَّا وَإِذَا خَلَوْا۟ إِلَىٰ شَيَٰطِينِهِمْ قَالُوٓا۟ إِنَّا-
مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِءُونَ
Arti: Dan
bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:
"Kami telah beriman". Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan
mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu,
kami hanyalah berolok-olok".
اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Allah
akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan mereka.
Ramadhan datang untuk menggembleng kita.
Ramadhan bukan sebuah tren sesaat yang hampa makna. Jika saat Ramadhan seolah
kita mendapat hidayah petunjuk-Nya, maka petunjuk itu harus juga dipertahankan
di luar Ramadhan. Jika kita hanya ikut-ikutan dalam beramal ibadah di bulan
suci ini, terlebih hanya merasa malu terhadap orang lain, menjaga image,
apalagi jika ada maksud kepentingan duniawi sesaat, maka kita sebenarnya telah
terjebak dalam kepalsuan.
Kepalsuan-kepalsuan yang kita lakukan
atas nama agama justru merupakan sebuah bahaya peradaban manusia yang sangat
serius. Kepalsuan menjerumuskan manusia ke lembah kebohongan, keingkaran dan
pengkhianatan. Jika demikian yang terjadi, justru Ramadhan telah kita jadikan
sebagai bulan kemunafikan!
Seseorang yang terjangkit nifak amali, dia akan memperindah
ibadah atau amal baiknya di depan orang lain. Orang munafik menampakkan dirinya
shalih ketika dikeramaian, namun berbeda saat sepi. Memang nifak adalah
menyembunyikan hakikat, dan menampakkan dusta.
Karenanya tidak dijumpai orang yang riya, melainkan
dikhawatirkan ia terjangkit nifak. Nifak amali dapat mengurangi dan melemahkan
iman pelakunya. Kondisi seperti itu tentunya berbahaya baginya. Sebab
dikhawatirkan ia akan melakukan kemungkaran lainnya, bahkan terjerumus pada
nifak itiqad yang dapat mengeluarkannya dari Islam.
Sujudku pada Mu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar