“ Puasa dan Kelembutan Hati
“
Oleh
Ustadz Taka
Puasa menjadi ibadah
berdimensi vertikal langsung pada Tuhan dalam hal agama. Namun, tak bisa
dipungkiri ibadah satu ini memberikan dampak besar terhadap lingkungan sekitar.
Secara konsisten publik disuguhi dengan konten-konten yang berhamburan dan
penuh dengan kebohongan , ujaran kebencian, sampai pada penistaan. Bahkan, hal
ini seharusnya sebagai muslim perlu adanya filterisasi terhadap konten-konten
tersebut.
Ibadah puasa itu memang lapar. Tetapi, Imam Al
Ghozali memandang ada berbagai macam faedah yang diperoleh ketika lapar. Rasa
lapar ternyata akan melembutkan hati. Dengan kelembutan hati, akan memudahkan
bermunajat dan menerima nasihat. Di sisi lain, lapar juga akan meningkatkan
rasa kepedulian social.
Pentingnya pengetahuan
untuk mengetahui hakikat diri manusia, dipertegas dalam Al-Qur’an: Dan barang
siapa yang buta hatinya di dunia ini, niscaya di akhirat nanti ia akan lebih
buta pula, dan lebih tersesat dari jalan yang benar. Q.S: Al- Israa’ : 72. Sifat
kelembutan hati merupakan salah satu akhlak mulia yang selalu diteladankan oleh
nabi Muhammad SAW seperti yang dikatakan Abdullah bin Umar: Sesungguhnya, saya
menemukan sifat Rasulullah SAW dalam kitab-kitab terdahulu itu demikian : Tutur
katanya menyejukkan, hatinya tidak keras, tidak suka berteriak-teriak di pasar,
dan tidak suka membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan yang sama, namun
dia memaafkan dan mengampuninya. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:
Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan mencintai kelembutan. HR. Muslim.
Al Hakim dan
beberapa muhaddits yang lain meriwayatkan hadits dari Abu
Hurairah radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi Shalllallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
لَيْسَ
الصِّيَامَ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ، وَجَهِلَ عَلَيْكَ فَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa itu
bukan hanya dari makan dan minum, namun puasa itu juga dari laghwun (hal yang
tidak bermanfaat) dan rafats (semua perbuatan yang buruk). Jika ada orang yang
mencelamu atau berbuat suatu kebodohan kepadamu, maka katakanlah: saya sedang
berpuasa“1.
Dan juga dikeluarkan oleh Imam
Ahmad, sebuah hadits dari Yazid bin Abdillah bin Asy Syikhir dari Al A’rabi, ia
berkata: aku mendengar Nabi Shalllallahu’alaihi Wasallam bersabda:
صَوْمُ شَهْرِ
الصَّبْرِ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ يُذْهِبْنَ وَحَرَ الصَّدْرِ
Lurusnya hati dan lisan adalah ciri
yang paling jelas dan bukti paling nyata yang menunjukkan sempurnanya
puasa seseorang. Dan dahulu para salaf, mereka menganggap orang yang paling
utama di kalangan mereka adalah orang yang paling lurus hati dan lisannya. Iyas
bin Mu’awiyah bin Qurrah mengatakan:
كان أفضلهم عندهم
– أي السلف – أسلمَهم صدوراً وأقلهم غيبة
“orang yang
paling utama di antara mereka (salaf) adalah yang paling lurus hatinya dan yang
paling sedikit ghibah-nya” (Diriwayatkan Ath Thabrani dalam Makarimul
Akhlak).
Sufyan bin Dinar
mengatakan:
قلت لأبي بشير –
وكان من أصحاب علي – : أخبرني عن أعمال من كان قبلنا ، قال : كانوا يعملون يسيراً
ويؤجرون كثيراً ، قال قلت : ولم ذلك ؟ قال : لسلامة صدورهم
“aku berkata
kepada Abu Basyir (ia adalah salah satu murid Ali bin Abi Thalib) : ‘kabarkan
kepada saya amalan apa yang biasa diamalkan orang-orang sebelum kita (para
salaf)’. Ia berkata: ‘mereka beramal sedikit namun mendapatkan banyak pahala’.
Aku bertanya: ‘bagaimana bisa begitu?’. Ia berkata: ‘karena lurusnya hati
mereka'” (Diriwayatkan oleh Ibnus Sirri dalam Az Zuhd).
Dengan demikian Kelembutan,
ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan hati adalah sesuatu nikmat Allah yang
sangat tinggi dan mulia, namun nikmat-nikmat tersebut bisa tercabut dan rusak
serta berubah menjadi siksa, baik siksa hati atau siksa phisik. Penyebab
tercabutkan nikmat-nikmat hati adalah disebabkan oleh perbuatan durhaka dan
perbuatan-perbuatan dosa yang terus menerus dilakukan.
Sujudku
pada Mu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar