*”Referensi Eksofora,
Endofora, Anafora, dan Katafora”*
Dalam Wacana
*Referensi*
”Secara
tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda seperti pada
kata buku mempunyai referensi (runjukan) kepada sekumpulan kertas yang terjilid
untuk ditulis dan dibaca” (Lubis, 1998:29).(Lyons, 1998:29) ”Mengatakan bahwa
hubungan antara kata dengan bendanya adalah hubungan referensi : kata-kata
menunjuk pada benda”. Pandangan kaum tradisional ini terus berpengaruh dalam
bidang linguistik (seperti semantik leksikal) yang menerangkan hubungan yang
ada itu adalah hubungan antara bahasa dengan dunia (benda) tanpa memperhatikan
si pemakai bahasa tersebut.
Berdasarkan
arah acuannya, ”referensi dapat dibagi dua yakni referensi
endofora dan referensi eksofora”(Hasan, 1995: 31). Selanjutnya dikatakan
”baik dalam referensi endofora maupun referensi eksofora sesuatu yang direferensikan harus bisa
diidentifikasikan” (Rani, 2004:97)
Secara
tradisional referensi berarti hubungan antara kata dengan benda. Kata buku
mempunyai referensi (tunjukan) kepada sekumpulan kertas yang terjilid untuk
ditulis atau dibaca. Senada dengan pernyataan itu Djajasudarma (1994:51)
mengemukakan bahwa secara tradisional, referensi merupakan hubungan antara kata
dan benda, tetapi lebih lanjut dikatakan sebagai bahasa dengan dunia.
Ada pula yang
menyatakan referensi adalah hubungan bahasa dengan dunia tanpa memperhatikan
pemakai bahasa. Pernyataan demikian dianggap tidak berterima karena pemakai
bahasa (pembicara) adalah penutur ujaran yang paling tahu referensi bahasa yang
diujarkanya.
Pengacuan atau
referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal atau berupa satuan lingual
tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang
mendahului atau mengikutinya (Sumarlam 2003:23) Menurut Ramlan (1993:12) yang
dimaksud referensi (penunjukan) adalah penggunaan kata atau frasa untuk
menunjuk atau mengacu kata, frasa, atau mungkin juga satuan gramatikal yang
lain. Dengan demikian, dalam penunjukan terdapat dua unsur, yaitu unsur
penunjuk dan unsur tertunjuk. Kedua unsur itu haruslah mengacu pada referen
yang sama.
Menurut Yule
(2015: 192) referensi sebagai sebuah tindakan
agar bahasa yang digunakan
pembicara (atau penulis) membuat pendengarnya
(pembaca) memahami sesuatu.
Yang ingin disampaikan oleh pakar ini adalah sebuah tindakan atau tuturan yang digunakan dapat dipahami oleh penulis atau pendegar tentang
suatu informasi.
1.
*Referensi Eksofora*
Menurut Achmad dan Abdullah (2013: 141) referensi eksofora (exophora) adalah penunjuk atau interpretasi terhadap kata yang relasinya terletak atau tergantung pada konteks situasional. Artinya referensi eksofora acuannya berada di luar teks atau bukan tekstual.
2.
*Referensi Endofora*
Referensi endofora (endophora) adalah penunjuk atau interpretasi terhadap kata yang berada dalam teks (Achmad dan Abdullah, 2013: 141). Dengan kata lain, referensi endofora adalah penunjuk atau referensinya berada dalam teks atau bersifat tekstual.
3. *Referensi katafora*
Referensi Katafora
adalah referensi yang diacu (anteseden)
yang dituturkan sesudah
pronomina. Contoh: Seperti kulitnya, mata Zia juga Khas. Pada
contoh di atas pronominal nya pada klausa pertama pada
kaliamat di atas mengaju pada
enteseden Zia yang terdapat pada klausa kedua kalimat tersebut.
Dari pengertian di
atas dapat dipahami bahwa Referensi merupakan hubungan antara
kata dengan benda seperti pada kata buku mempunyai referensi (runjukan) kepada
sekumpulan kertas yang terjilid untuk ditulis dan dibaca. Referensi Eksofora adalah pengacuan
terhadap anteseden di luar bahasa seperti manusia, hewan, alam sekitar pada umumnya
atau acuan kegiatan. Referensi Endofora adalah pengajuan terhadap enteseden
yang terdapat di dalam teks. Referensi katafora adalah referensi yang
diacu (anteseden) yang
dituturkan sesudah pronomina.
*Referensi sebagai acauan memiliki
beberapa jenis, antralain;*
1. *Referensi
Berdasarkan Tempat Acuannya*
Lebih
lanjut Sumarlam (2003:23) menegaskan bahwa berdasarkan tempatnya, apakah acuan
itu berada di dalam teks atau di luar teks, maka pengacuan dibedakan menjadi
dua jenis:
a.
Pengacuan
Endofora
Referensi
ini, apabila acuanya (satuan yang diacu) berada atau terdapat di dalam teks,
dan .Endofora terbagi atas anafora dan katafora berdasarkan posisi (distribusi)
acuannya (referensinya).
Anafora
merpakan piranti dalam bahasa untuk membuat rujuk silang hal atau kata yang
telah dinyatakan sebelumnya. Piranti itu dapat berupa kata ganti persona
seperti dia, mereka, konjungsi keterangan waktu, alat dan acara.
Contoh: Bu Mastuti
mendapat pekerjaan, padahal dia memperoleh ijazah sejauhnya dua tahun
lalu.
Pada
kata dia beranafora dengan Bu Mastuti.
b. *Katafora*
Merupakan piranti dalam bahasa yang merujuk slang dengan
anteseden yang dibelakngnya.
Contoh: Setelah dia masuk,
lansung Toni memeluk adiknya.
Salah
satu interpretasi dari kalimat di atas ialah bahwa dia merujuk
pada Toni miskipun ada kemungkinan interpretasi lain. Gejala pemekain
pronominal seperti dia yang merujuk pada anteseden Toni yang
berada di sebelah kanannya inilah yang disebut katafora.
c. *Pengacuan
Eksofora*
Referensi
eksofora, apabila acuanya berada atau terdapat di luar teks percakapan.
Contoh:
mobil saya kehabisan bensin, dia yang mengisinya.
2. *Referensi
Berdasarkan Tipe Satuan Lingual*
Halliday
dan Hasan (dalam Hartono 2000:147) membagi referensi menjadi tiga tipe, yaitu:
(1) referensi personal, (2) referensi demonstratif, dan (3) referensi komparatif.
a. *Referensi
Personal*
Referensi
persona mencakup ketiga kelas kata ganti diri yaitu kata ganti orang I, kata
ganti orang II, dan kata ganti orang III, termasuk singularis dan pluralisnya.
Referensi persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang).
Pronomina persona adalah pronomina yang dipakai untuk mengacu pada orang.
Pronomina persona dapat mengacu pada diri sendiri (pronominal persona pertama),
mengacu pada orang yang diajak bicara (pronomina persona kedua), atau mengacu pada
orang yang dibicarakan (pronomina persona ketiga).
-*Persona pertama*
Persona
pertama tunggal dalam bahasa indonesia adalah saya,
aku, dan daku. Pronomina persona aku mempunyai variasi
bentuk –ku dan ku-. Penggunaan persona pertama
tunggal tampak pada kalimat berikut.
Contoh:
Kado
buat adik, aku buat seindah mungkin.
Saya tidak
tahu mengenai masalah kecelakaan tadi pagi
Menurutku andi
memang anak yang pandai.
Di
samping persona pertama, di dalam bahasa indonesia juga mengenal persona jamak,
yaitu kami, dan kita. Kalimat berikut mengandung persona pertama
jamak.
Contoh:
Kami semua
adalah tulang punggung bangsa. Kita harus mampu bersaing dengan
bangsa lain dalam teknologi.
-
*Persona kedua*
Persona
kedua mempunyai beberapa wujud, yaitu engkau, kamu, anda, dikau,
kau-, dan mu-. Persona kedua mempunyai bentuk
jamak engkau dan sekalian. Persona kedua yang memiliki variasi
bentuk hanyalah engkau dan kamu. Bentuk terikat itu masing-masing
adalah kau- dan mu-. Berikut ini kutipan kalimat yang
menggunakan persona kedua.
Conoh:
Engkau bagaikan
matahari di dalam hatiku. Apakah anda mengenal orang ini. Ada
keperluan apa engkau datang malam ini.
-
*Persona ketiga*
Ada
dua macam persona ketiga tunggal, (1) ia, dia, atau –nya, dan
(2) beliau. Adapun persona ketiga jamak adalah mereka. Berikut ini
kalimat yang menggunakan persona ketiga.
Contoh:
Mereka semua
yang ada di kelas adalah mahasiswa jurusan bahasa indonesia.
Kakaknya telah meninggal dunia setahun yang lalu karena
kecelakaan. Beliau terkenal menjadi pengarang sejak remaja.
3. *Referensi
Demonstratif*
Menurut
Kridalaksana (1994:92) demonstrativa adalah jenis yang berfungsi untuk
menunjukkan sesuatu (anteseden) di dalam maupun di luar tuturan percakapan.
Dari sudut bentuk, dapat dibedakan antara (1) demonstrativa dasar,
seperti itu dan ini, (2) demontrativa turunan,
seperti berikut, sekian, (3) demonstrativa gabungan seperti di sini,
di situ, di sana, ini itu, di sana-sini.
Sumarlam
(2003:25) membagi pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) menjadi dua, yaitu
pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina tempat (lokasional).
Pronomina demonstratif waktu ada yang mengacu pada waktu kini
(seperti kini dan sekarang), lampau
(seperti kemarin dan dulu), akan datang (seperti besok dan yang
akan datang), dan waktu netral (seperti pagi dan siang).
Sementara itu, pronomina demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat atau
lokasi yang dekat dengan pembicara (sini, ini), agak jauh dengan pembicara
(situ, itu), jauh dengan pembicara (sana), dan menunjuk tempat secara eksplisit
(Surakarta, Yogyakarta).
Menurut
Hartono (2000:150) pronomina penunjuk (demonstratif) dalam bahasa Indonesia ada
empat macam, yaitu (1) pronomina penunjuk
umum ini dan itu (mengacu pada titik pangkal yang dekat
dengan penulis, ke masa yang akan datang, atau mengacu ke informasi yang
disampaikan oleh penulis), (2) pronomina penunjuk tempat (pronomina ini
didasarkan pada perbedaan titik pangkal dari pembicara: dekat sini, agak
jauh situ, dan jauh sana), (3) pronominal penunjuk ihwal (titik
pangkal perbedaannya sama dengan penunjuk lokasi dekat begini,
jauh begitu dan menyangkut keduanya demikian), dan (4)
penunjukan adverbia titik pangkal acuannya terletak pada tempat anteseden yang
diacu, ke belakang tadi dan berikut, ke
depan tersebut.
4. *Referensi
Komparatif*
Pengacuan
komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang
bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau
kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya
(Sumarlam 2003:26). Kata-kata yang biasa digunakan untuk membandingkan
misalnya seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda
dengan, persis seperti, dan persis sama dengan.
Referensi
komparatif dalam bahasa Indonesia menurut Hartono (2000:151) berkenaan dengan
perbandingan dua maujud atau lebih, meliputi tingkat kualitas atau
intensitasnya dapat setara atau tidak setara. Tingkat setara disebut tingkat
ekuatif, tingkat yang tidak setara dibagi menjadi dua yaitu tingkat komparatif
dan tingkat superlatif. Tingkat ekuatif mengacu ke kadar kualitas atau
intensitas yang sama atau mirip. Tingkat komparatif mengacu ke kadar kualitas
atau intensitas yang lebih atau yang kurang. Tingkat superlatif mengacu ke
kadar kualitas atau intensitas yang paling tinggi di antara adjektiva yang
dibandingkan.
*Pengertian Inferensi*
Inferensi
adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna
tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur).
Sebuah
pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur
selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi.
Inferensi
dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan
yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang
pendengar (pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah
proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah
tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang
penulis (pembicara).
Inferensi
atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara
karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan
jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan
salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi
lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau
pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut
untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi
adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna
tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur). Untuk menarik sebuah kesimpulan (inferensi) perlu kita
mengetahui jenis-jenis inferensi, antara lian;
1. *Inferensi
Langsung*
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh:
Bu,
besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya
baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka
inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun
temanya.
Contoh:
Pohon
yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari
premis tersebut dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon
yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
2. *Inferensi
Tak Langsung*
Inferensi yang kesimpulannya ditarik
dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas
dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A
: Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi
yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh
yang lain;
A
: Saya melihat ke dalam kamar itu.
B
: Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai
missing link diberikan inferensi, misalnya:
C:
kamar itu memiliki plafon
*Hakikat
Wacana*
Istilah wacana (discourse)
berasal dari bahasa latin yaitu discursus. Discursus terbentuk
dari dua kata dis yang berarti dari arah yang berbeda dan currere berarti
lari. Pengertian tersebut dalam perkembangannya, berarti penggunaan
bahasa dari suatu topik lain secara teratur. Menurut Hoed
(1994:134) bahwa wacana dapat terdiri hanya satu kata.
Meskipun hanya terdiri
dari satu kata, makna yang terkandung tidak hanya makna itu saja,
akan tetapi makna luarnya yaitu makna yang diacu oleh kata
tersebut. Lebih lanjut Hoed (1994:134) menjelaskan bahwa wacana
mengacu pada unsur di dalam dan di luarnya, sedangkan kalimat atau
kata hanya mengacu di dalam dirinya.
Sementara itu, Tarigan
(1987:27) berpendapat bahwa wacana yaitu suatu bahasa
terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan
korelasi dan koherensi yang tertinggi dan berkesinambungan yang memunyai awalan
dan akhiran yang nyata disampaikan secara lisan maupun tulis.
Dalam bahasa tulis awalan
dan akhiran sangatlah penting, karena dalam bahasa tulis tanda baca dan konteks
kalimat yang mempermudah pemahaman pembaca. Berbeda dengan bahasa tulis, dalam
bahasa lisan konteks kalimat dan ekspresi penutur yang mendukung. Pendapat yang
sama juga diungkapkan oleh Kridalaksana (1987:184-259) bahwa satuan bahasa yang
lengkap bukanlah kata atau kalimat melainkan wacana.
Wacana adalah satuan
kebahasaan yang unsurnya terlengkap yang tersusun dari kalimat yang berupa
lisan maupun tulis, yang membentuk suatu pengertian yang serasi dan terpadu
baik dalam pengertian maupun dalam manifestasi finetisnya. Kridalaksana
(1993:231) dalam Kamus Linguistik, bahwa wacana yaitu satuan
bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal tertinggi atau terbesar. Chaer
(2003:267) berpendapat yang sama dengan Kridalaksana bahwa wacana adalah satuan
bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar.
Sebagai satuan bahasa
yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran,
atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau
pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat
atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, atau persyaratan
kewacanaan lainnya.
asal masalah yang diangkat haruslah aktual dan kontroversial.
Referensi
Eksofora Pronomina
Persona
Referensi Referensi
Anafora
Referensi
Endofora Pronomina
Demonstratif
Referensi
Katafora
Pronomina Komparatif
*Penjelasan bagan di atas.*
- Referensi
terbagi dua yaitu Referensi Eksofora dan Referensi Endofora.
- Referensi
Endofora terbagi dua yaitu Referensi Anafora dan Referensi Katafora.
- Referensi
Anafora dan Referensi Katafora terdiri atas Pronomina Persona, Pronomina Demonstratif, dan Pronomina Komparatif.
- Referensi
eksofora berarti pengacuan terhadap anteseden (acuan) di luar teks, berkaitan
dengan konteks situasi.
- Referensi
endofora berarti pengacuan terdapat anteseden yang terdapat di dalam teks.
*Referensi endofora ada dua, yaitu
anafora dan katafora.*
Referensi
anafora maksudnya pengacuan oleh pronominal terhadap anteseden yang terletak di
kiri atau di depannya. Sedangkan referensi katafora adalah pengacuan oleh
pronominal terhadap anteseden yang terletak di kanan atau di belakangnya.
Contoh:
- Referensi
eksofora
Saya
belajar di kampus itu.
Kita
tidak akan tahu yang dimaksud itu dalam kalimat tersebut. Kita akan
tahu maksudnya jika kita mengetahui konteks saat penutur mengucapkannya atau
menunjukkannya.
- Referensi
endofora
Rumah
saya kebakaran, petugas pemadam yang memadamkannya.
Maksud –nya pada
kalimat di atas mengacu pada kata kebakaran. Di sini kita dapat mengetahui
bahwa referensi atau acuannya berada di dalam kalimat tersebut.
- Referensi
anafora
Mila setiap
hari pergi ke pasar. Ia membeli bawang untuk keperluan dapur.
- Referensi
katafora
Meski
rumahnya jauh, Ryan tetap bersepeda berangkat ke sekolah
Apakah sama antara anafora dan
substitusi?
Pada
implementasinya sama saja. Namun, secara teori ada perbedaan antara subtitusi
dengan referensi anafora karena subtitusi merupakan hubungan secara
leksikogramatikal. Hal ini berbeda dengan referensi yang merupakan hubungan
semantis. Subtitusi mempunyai referen setelah ditautkan dengan unsur yang
diacunya.
Daftar Pustaka
Hasan Alwi, dkk, 2003.
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Djajasudarma,
T.Fatimah. 2010. Wacana. Bandung: Refika Aditama.
Kartomihardjo,
Soeseno. 1992. Analisis Wacana dan Penerapannya. Malang: IKIP Malang.
Prayitno, Bayu Ruslan.
2009. Analisis Wacana. Jakarta: Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar