*“Jenis dan Makna Reduplikasi dalam Konsep Morfofonemis”*
Reduplikasi sebagai suatu peristiwa yang lazim terdapat dalam bahasa telah banyak dibicarakan meskipun menggunakan berbagai istilah, misalnya bentuk ulang (Keraf, 1991), kata ulang (Keraf, 1984), proses pengulangan (Ramlan, 1979), dan yang lain pada umumnya menggunakan istilah reduplikasi. Ada pula yang menggunakan istilah bentuk ulang sekaligus menggunakan reduplikasi dengan pengertian yang agak berlainan (lihat Parera, 1988). Pembicaraan yang telah muncul pada umumnya juga telah memerikan reduplikasi yang terdapat aplikasi yang diperoleh atau yang ditampilkan pun berbeda-beda.
Reduplikasi atau perulangan adalah
proses pengulangan kata atau unsur kata. Reduplikasi juga merupakan proses penurunan
kata dengan perulangan utuh maupun sebagian. Contohnya adalah
"anjing-anjing", "lelaki", "sayur-mayur" dan
sebagainya.
Reduplikasi itu sendiri dapat dikelompokkan menjadi reduplikasi morfemik, fonologik, sintaktik. Reduplikasi yang pertama itulah yang paling banyak dibicarakan oleh para tata bahasawan, bahkan telah ada yang meneliti secara spesifik sehingga meraih gelar doktor, yaitu Simatupang (1983) yang kemudian hasilnya dipublikasikan menjadi buku seri ILDEP (1983).
Sesuai dengan namanya, kata ulang merupakan
rumpun kata dalam bahasa Indonesia yang berbentuk pengulangan, baik itu secara
utuh ataupun sebagian. Pengulangan kata tersebut seringkali menimbulkan
perubahan makna dari kata dasar. Secara umum, dalam teori bahasa Indonesia
proses pengulangan kata juga dikenal dengan istilah reduplikasi.
Samsuri (1988: 91) menyebutkan tiga macam reduplikasi yaitu reduplikasi atau perulangan utuh, reduplikasi parsial dan reduplikasi semu, sedangkan Keraf (l984:120-121; 1991: 149-50) menyebutkan empat macam reduplikasi atau pengulangan, yaitu pengulangan dwipurwa, dwilingga, dwilingga salin suara, dan perulangan atau ulangan berimbuhan. Selain itu, ia menyebutkan pula istilah perulangan semu (Keraf. 1991: 153).
Kridalaksana (1989: 88 --90) menyebutkan lima macam reduplikasi, yaitu dwipurwa, dwilingga, dwilingga salin suara, dwiwasana, dan trilingga. Adapun
Dalam
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
(1988: 166) menyebutkan empat macam reduplikasi, yaitu pengulangan utuh, salin suara, sebagian, dan
disertai pengafiksan.
Lain halnya dengan Parera (1988: 51-55) menyebutkan reduplikasi (menggunakan istilah bentuk ulang) simetris, regresif, progresif. konsonan, vokal, dan reduplikasi atau bentuk ulang reduplikasi. Begitu pula dengan Ramlan (1979: 41-45) yang menyebutkan ada empat macam pengulangan dilibat dari cara mengulang bent uk dasarnya, yaitu pengulangan seluruh, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dan pengulangan dengan perubahan fonem.
Dari pemerian reduplikasi dalam bahasa Indonesia di atas ternyata hanya satu, yaitu pendapat Ramlan yang secara eksplisit (formal) menggunakan kriteria penggolongan atau penjenisan reduplikasi, sedangkan selebihnya dinyatakan secara implisit. Bila diperhatikan ternyata memang mereka ada yang secara konsisten menggunakan kriteria tertentu saja, tetapi ada pula yang menggunakan beberapa kriteria dalam pemeriannya. Selain itu, ada kecenderungan pengamatannya terpengaruh oleh peristiwa lain yang seharusnya dapat dikendalikan.
*Konsep Reduplikasi*
Reduplikasi merupakan suatu proses dari hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal, sehingga pada hakikatnya dapat ditemui reduplikasi fonologis dan reduplikasi gramatikal-dengan pengertian reduplikasi gramatikal mencakup reduplikasi morfemis atau reduplikasi morfologis, dan reduplikasi sintaktis. Bahkan kadang-kadang ada yang mengelompokkan begitu saja reduplikasi menjadi reduplikasi fonologis, reduplikasi morfologis dan reduplikasi sintaktis (lihat Kridalaksana. 1982: 13--144; 1989: 88; Simatupang.1983).
Reduplikasi fonologis merupakan peristiwa reduplikasi yang dapat berupa perulangan suku, atau suku-suku kata sebagai bagian kata, bentuk dasar dan reduplikasi morfologis ini secara deskriptif siokronik tidak dapat ditemukan dalam bahasa yang bersangkutan. Contoh reduplikasi fonologis dalam bahasa Indonesia antara lain kupu-kupu, kura-kura, biri-biri, betutu, cecunguk dan sebagainya. Reduplikasi seperti ini oleh para ahli bahasa Indonesia sering disebut perulangan semu, kata ulang semu, atau reduplikasi semu (lihat Samsuri 1988: 91; Keraf 1991: 153; Alisyahbana 1953: 55-56 dalam Simatupang 1983).
Reduplikasi morfologis atau reduplikasi morfemis mengacu pada persoalan morfem yang mengalami perulangan. Hasil reduplikasi ini dapat berupa kata ulang sebagian, kata ulang penuh. Reduplikasi morfologis ini merupakan
salah satu proses morfologis yang lazim dijumpai pada sebagaian besar bahasa di dunia ini terutama bahasa yang bertipe aglutinatif (Lihat Simatupang 1983).
Konsep reduplikasi morfologis pada hakikatnya memiliki kesamaan di antara
para ahli bahasa Indonesia, hanya saja di dalam menyebut bentuk dasar dari bentuk ulang dijumpai berbagai macam.
Gorys Keraf (1991: 149) menyatakan bahwa reduplikasi merupakan sebuah bentuk gramatikal yang berujud penggandaan sebagai atau seluruh bentuk dasar sebuah
kata. Adapun Ramlan (1979: 38)
menyatakan bahwa proses pengulangan atau reduplikasi merupakan pengulangan bentuk, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi
fonem maupun tidak. Hasil perulangan itu berupa kata, dan bentuk yang
diulang merupakan bentuk dasar.
Samsuri (1988: 14) menyatakan babwa reduplikasi merupakan pengulangan bentuk kata, yang dapat utuh atau sebagian. Sama halnya dengan pendapat Matthews (1978: 127) yang menyatakan bahwa reduplikasi merupakan repetisi yang dapat persial tetapi dapat pula keseluruhan. Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988: 166) menyebutkan bahwa reduplikasi sebagai proses pengulangan kata baik secara keseluruhan (utuh) maupun secara sebagian.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
reduplikasi dimaknai sebagai proses atau perulangan kata atau unsur kata.
Sedangkan, kata ulang merupakan kata yang terbentuk sebagai hasil dari
reduplikasi. Menurut Rohmadi, dkk (2013) mendefinisikan reduplikasi sebagai
perulangan bentuk atas suatu bentuk dasar. Bentuk baru dari pengulangan
tersebut yang kemudian lazim disebut dengan kata ulang.
*Dalam bahasa dikenal
reduplikasi berikut*
1.
reduplikasi fonologis —
pengulangan fonem tanpa terlalu banyak mengubah arti dasar
2. reduplikasi morfologis — pengulangan morfem,
misalnya: papa, mama
3. reduplikasi sintaktis —
pengulangan morfem yang
menghasilkan klausa,
contoh "malam-malam pekerjaan itu dikerjakannya", artinya "walau
sudah malam hari, pekerjaan itu tetap dikerjakannya"
4.
reduplikasi gramatikal —
pengulangan fungsional dari bentuk dasar yang meliputi reduplikasi morfologis
dan sintaksis
5.
reduplikasi idiomatis —
atau 'kata ulang semu', adalah pengulangan kata dasar yang menghasilkan kata
baru, contoh "mata-mata" artinya agen rahasia. Lihat pula: Kata Indonesia yang
selalu dalam bentuk terulang
6.
reduplikasi non-idiomatis — pengulangan
kata dasar yang tidak mengubah makna dasar, contoh "kucing-kucing"
*Menurut
bentuknya, reduplikasi nomina dapat dibagi menjadi empat kelompok*
1.
perulangan utuh, contoh: rumah-rumah
2.
perulangan salin suara, contoh: warna-warni
3.
perulangan sebagian, contoh: surat-surat
kabar
4.
perulangan yang disertai pengafiksan, contoh:
batu-batuan
*Menurut
artinya, reduplikasi dapat dibagi menjadi berikut:*
1.
Kata ulang yang menunjukkan makna jamak
(yang menyangkut benda), contoh: meja-meja
2.
Kata ulang yang bermakna mirip atau
seperti, contoh: kemerah-merahan
3.
Kata ulang yang menunjukkan makna saling,
contoh: tarik-menarik[1]
4.
Kata ulang berubah bunyi yang memiliki
makna idiomatis, contoh: bolak-balik
5.
Kata ulang yang menunjukkan makna jamak
(yang menyangkut proses), contoh: melihat-lihat
6.
Bentuk ulang yang seolah-olah merupakan
kata ulang (kata ulang semu), contoh: kupu-kupu
7.
Bentuk ulang dwipurwa, contoh:
dedaunan
Penulisan Reduplikasi dengan Huruf Kapital
Penulisan reduplikasi atau kata ulang dengan huruf kapital (misalkan pada
judul) memiliki aturan tersendiri.
1.
Kata ulang sempurna harus ditulis dengan
huruf kapital untuk masing-masing unsurnya, contoh: Semboyan "Wujudkan
Masa Depan Anak-Anak Gemilang" harus ada di benak masyarakat juga.
2.
Kata ulang berimbuhan atau berubah bunyi
harus ditulis dengan huruf kapital pada unsur pertamanya saja, contoh: Saya
sudah selesai membaca cerpen berjudul "Berakit-rakit Dahulu, Bahagia
Kemudian" kemarin.
Reduplikasi morfologis dalam bahasa-bahasa tertentu dimungkinkan memiliki bentuk: dasar yang berupa bentuk turunan atau bentuk kompleks. Artinya, bentuk dasar reduplikasi itu sebelumnya telah memiliki status sebagai kata kompleks, kemudian menjadi unsur proses morfologis lagi untuk membentuk kata baru yang lain sehingga terjadi rekursi. Kembalinya kata menjadi unsur leksikal itu disebut leksikalisasi (Kridalaksana. 1989: 14), dan sebaliknya berubahnya laksem menjadi kata disebut gramatikalisasi. Misalnya,
1.
Bentuk berjalan-jalan (diasumsikan bentuk dasarnya berjalan) dapat
ditunjukkan prosesnya:
(1)
Proses I : : prefiksasi ber- terhadap jalan menjadi berjalan
(2) Proses II: : leksikalisasi berjalan menjadi unsur leksikal yang biasanya disebut leksem
(3)
Proses III : reduplikasi bentuk berjalan rnenjadi berjalan-jalan.
2. Bentuk orang-orang
dapat ditunjukkan prosesnya:
(1)
Proses I : gramatikalisasi leksem orang menjadi kata orang.
(2)
Proses II : leksikalisasi orang menjadi leksem orang.
(3)
Proses III : reduplikasi orang menjadi orang-orang.
Jadi, reduplikasi sintaksis ini menghasilkan klausa bukan lagi kata. Persoalannya, klausa di sini bukan dalam arti bentuk, melainkan dalam semantik. Perhatikan contoh berikut ini:
3.
Tua-tua, orang itu masih
mampu naik sepeda.
Bentuk tua-tua dalam konteks itu dapat diparafrasakan menjadi meskipun tua, walaupun tua dan
sebagainya sehingga bentuk lengkapnya adalah orang itu (sudah)
tua, yang merupakan klausa dengan tua sebagai predikat inti.
Dalam bahasa Indonesia, suatu bentuk reduplikasi tidak dapat ditetapkan begitu saja merupakan bentuk reduplikasi morfologis atau sintaktis tanpa mempertimbangkan konteks pemunculan bentuk reduplikasi itu sendiri, dan berbeda dengan reduplikasi fonologis yang dapat bebas konteks pada umumnya bisa ditetapkan yaitu dengan menguji apakah dijumpai bentuk lingual yang lebih
kecil atau tidak. Bila tidak
dijumpai bentuk yang lebih kecil dapat dipastikan bentuk reduplikasi itu merupakan reduplikasi fonologis, bila dijumpai
bentuk yang kecil - sebagai
bentuk dasamya - dimungkinkan merupakan
reduplikasi morfologis atau reduplikasi sintaktis.
Mengingat hal yang demikian itu, pada hakikatnya pembicaraan reduplikasi gramatikal tidak dapat dilakukan secara bebas konteks, dan bila dikaitkan dengan makna, makna yang ada pun adalah makna gramatikal.
Menurut Simatupang (1983:57) reduplikasi morfemis bahasa Indonesia dapat dibagi dalam beberapa tipe, yaitu
1)
Tipe R-1 (D + R) : rumah-rumah, pohon-pohon, perdebatan-perdebatan.
2)
Tipe R-2 (D + R) : bolak-balik, kelap-kelip, desas-desus, tindak-lanjut.
3)
Tipe R-3 ((D + R) + ber-) : berlari-lari, berteriak-teriak, bercakap-cakap
4)
Tipe R-4 ((D + R) + ber-/-an): bersalam-salaman (salam-salaman), berpacar-pacaran (pacar-pacaran).
5)
Tipe R-5 (D + (R
+ ber-)) : anak-beranak, adik-beradik, kait-berkait, ganti- berganti.
6)
Tipe R-6 ((D + R)
+ meN-) : melompat-lompat, membawa-bawa, melihat- lihat, membaca-baca, termasuk juga dalam tipe ini:
terbatuk-batuk, terbirit- birit.
7)
Tipe R-7 (D + (R
+ meN-)) : pukul-memukul, tolong-menolong, bantu- Membantu, kait-mengait.
8)
Tipe R-8 (D + (R + meN-/-i)): hormat-menghormati, cinta-mencintai, dahulu-mendahului
9)
Tipe R-9 ((D + R)
+ meN-/-kan): menggerak-gerakan, melambai-lambaikan, membagi-bagikan.
10)
Tipe R-10 ((D + R) + meN-/-i): menghalang-halangi, menakut-nakuti, menutup-nutupi
11)
Tipe R-11 ((D +
R) + se-/-nya): setinggi-tinggi(-nya), sekuat-kuat(-nya), seberat-berat(-nya).
12)
Tipe R-12 ((D +
R) + ke-/-(-nya)): ketiga-tiga(-nya), keenam-enam(-nya), kedua-dua(-nya)
13)
Tipe R-13 ((D +
R) + ke-/-an) : kehitam-hitaman, kehijau-hijauan, keputih- putihan.
Bentuk ini hanya terbatas
pada kata sifat yang tidak memiliki antonim. (tidak ditemukan bentuk
kekering-keringan, kebaru-baruan).
14)
Tipe R-14 ((D + R) + -an) : rumah-rumahan, kapal-kapalan, untung- untungan, koboi-koboian.
15)
Tipe R-15 (D + (R
+ -em-)) : kilau-kemilau, taram-temaram, tali-temali, turun-temurun.
16)
Tipe R-16 (D +
Rp) : tetangga, lelaki, leluhur, seseorang, beberapa, sesuatu, sesekali.
17)
Reduplikasi
semantik, yaitu proses pengulangan arti melalui penggabungan dua bentuk yang bersinonim: cerdik-pandai, arif-bijaksana, tutur-kata, semak-belukar.
18)
Bentuk-bentuk
residu (bentuk yang sangat terbatas): hal-ihwal, adat-istiadat, alim-ulama, sebab-musabab.
Meskipun tipe reduplikasi yang dikemukakan Simatupang (1983: 137) tampaknya cukup banyak, pada dasarnya ia menggolongkan reduplikasi atas tiga macam juga, yaitu (1) reduplikasi penuh, (2) reduplikasi parsial, dan (3) reduplikasi berimbuhan.
*Berdasarkan fungsinya reduplikasi dapat dibagi menjadi*:
a. Reduplikasi paradigmatis, yaitu reduplikasi yang tidak
mengubah kelas kata maupun identitas
kata: rumah-rumah, guru-guru, anak-anak (menyatakan jamak).
b. Reduplikasi derivasional, yaitu reduplikasi yang mengubah kelas/jenis/kategori kata, atau mengubah
identitas kata: rumah-rumahan, buah-buahan, pukul-memukul,
tindak-tanduk, gerak-gerik.
Adapun berdasarkan ada atau tidaknya unsur pengikat sintaksis, reduplikasi dapat dibagi menjadi dua yaitu
a.
Reduplikasi bebas konteks, yaitu reduplikasi yang artinya sudah dapat ditentukan tanpa memperhitungkan konteksnya: tidur-tiduran (tidur-tidur).
b.
Reduplikasi terikat
konteks, yaitu reduplikasi yang artinya baru dapat ditentukan dengan memperhitungkan konteksnya:
1)
Sudah dua malam kami tak tidur-tidur
2)
Jagalah adiknya
itu baik-baik
Untuk menentukan identitas kata, sama halnya dengan afiksasi, dapat ditempuh tiga cara (tes) yang dikemukakan Verhaar (1985), yaitu melalui (1) tes keanggotaan kategorial kata, (2) tes dikomposisi leksikal, dan (3) tes struktur sintaksis. Contoh:
1) a. Anak saya sudah
bekerja.
b. Anak-anak saya
sudah bekerja.
Dengan tes pertama sudah diketahui bahwa anak-anak sama jenis katanya dengan anak. Kesimpulannya ialah bahwa R adalah reduplikasi paradigmatik.
2) a. Saya melihat orang di sawah.
b. Saya melihat orang-orangan di
sawah.
*Jenis-Jenis Kata Ulang Berdasarkan Bentuk*
Seperti yang disinggung di awal, kata ulang
terdiri atas beberapa jenis. Jika ditinjau dari bentuk pengulangannya, kata
ulang bisa dibedakan menjadi 6 jenis. Keenam jenis kata ulang berdasarkan
bentuk pengulangannya tersebut antara lain: dwilingga, dwipurwa, kata ulang
berimbuhan, kata ulang berubah bunyi, kata ulang semu, dan kata ulang unik.
Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan dan contoh dari masing-masing jenis
kata ulang berdasarkan bentuk.
1) Kata Ulang Dwilingga
Kata ulang dwilingga merupakan nama lain dari kata ulang utuh.
Artinya, pengulangan terjadi dalam bentuk kata dasar secara menyeluruh atau
utuh, tanpa ada perubahan sama sekali. Contoh dari kata ulang dwilingga atau
utuh adalah buku-buku, makanan-makanan, bocah-bocah, dan sebagainya.
2) Kata Ulang Dwipurwa
Berbeda dengan jenis sebelumnya, kata ulang dwipurwa berarti
pengulangan terjadi atas sebagian dari bentuk kata dasar. Sehingga, satu kata
dasar tidak diulang secara menyeluruh atau sepenuhnya. Contoh: pepohonan (dari
bentuk dasar pohon), bebatuan (dari bentuk dasar batu), dan sebagainya.
3) Kata Ulang Berimbuhan
Bentuk kata ulang yang ketiga bisa terbentuk disertai proses
penambahan imbuhan atau afiksasi. Sebagai contoh: kuda-kudaan, rumah-rumahan,
dan sebagainya.
4) Kata Ulang Berubah Bunyi
Jenis kata ulang berdasarkan bentuk berikutnya yaitu kata ulang
berubah bunyi. Sesuai dengan namanya, kata ulang ini disertai dengan adanya
perubahan bunyi atau fonem di bentuk pengulangannya. Sehingga, bentuk kata pertama
dan kedua mempunyai perbedaan. Adapun perubahan bunyi tersebut bisa saja
terjadi pada fonem vokal maupun konsonan.
Sebagai contoh kata ulang berubah bunyi vokal adalah:
serba-serbi, gerak-gerik, dan sebagainya. Sedangkan, contoh kata ulang berubah bunyi
konsonan antara lain: sayur-matur, lauk-pauk, dan sebagainya.
5) Kata Ulang Semu
Bentuk kata ulang berikutnya yaitu kata ulang semu. Yang
dimaksud kata ulang semu sebenarnya adalah kata-kata dalam bahasa Indonesia
yang memang sudah dalam bentuk kata ulang tanpa proses reduplikasi. Sebagai
contoh: cumi-cumi, ubur-ubur, kupu-kupu, kunang-kunang, dan sebagainya.
6) Kata Ulang Unik
Terakhir, ada kata ulang unik. Kata ulang jenis ini berbeda
dengan bentuk-bentuk kata ulang yang sebelumnya, sebab tak mempunyai pola
tertentu dan kedua bentuk kata pengulangannya sangat berbeda dengan bentuk kata
dasar. Contoh: susah-payah, gelap gulita, simpang-siur.
3. *Jenis-Jenis Kata Ulang Berdasarkan Makna*
Selain dari segi bentuk, kata ulang juga bis
dibedakan berdasarkan maknanya. Ya, sebagaimana yang disinggung di awal,
seringkali proses reduplikasi atau pengulangan kata mengakibatkan perubahan
makna pada kata dasar. Jenis-jenis kata ulang berdasarkan maknanya, ini juga
bisa dilihat dari jenis kelas kata untuk kata dasarnya. Untuk lebih jelasnya,
berikut ulasan singkat berdasarkan contohnya.
1) Kata ulang dengan kata dasar berupa kata benda (nomina), maka
bentuk pengulangannya bisa berarti:
- Menyatakan jumlah yang jamak. Contoh: murid-murid, rumah-rumah,
pohon-pohon, dsb.
- Menyatakan sesuatu yang mirip atau menyerupai. Contoh:
langit-langit.
2) Kata ulang dengan kata dasar berupa kata sifat (adjektiva),
maka bentuk pengulangannya bisa berarti:
- Menyatakan sesuatu yang bersifat hampir, nyaris, atau agak.
Contoh: ragu-ragu, kehitam-hitaman.
- Menyatakan sesuatu yang beragam jenisnya. Contoh: anak
muda-muda, soal sulit-sulit.
- Menyatakan suatu kejadian yang bermakna "meskipun".
Contoh: kecil-kecil jago, kuru-kurus makannya banyak.
3) Kata ulang dengan kata dasar berupa kata kerja (verba), maka
bentuk pengulangannya bisa berarti:
- Menyatakan satu pekerjaan yang berubungan. Contoh:
masak-memasak, jahit-menjahit.
- Menyatakan satu pekerjaan yang dilakukan secara berbalasan.
Contoh: tembak-menembak, pukul-memukul.
- Menyatakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus atau
berulang. Contoh: memukul-mukul, bercakap-cakap.
- Menyatakan pekerjaan yang dilakukan secara tidak pasti atau
tanpa alasan tertentu. Contoh: melihat-lihat, mencoret-coret.
Kata ulang memiliki
beberapa makna sebagai berikut:
1.Banyak tidak tentu
Contoh:
Rumah-rumah, batu-batu, orang-orang
2.Banyak dan bermacam-macam
Contoh:
Buah-buahan, sayur mayur, warna-warni, bumbu-bumbuan
3.Menyerupai dan bermacam-macam
Contoh:
Mobil-mobilam, rumah-rumahan, robot-robotan
4.Agak atau melemahkan sesuatu yang disebut kata dasar
Contoh:
Keinggris-inggrisan, kebarat-baratan, sakit-sakitan, tidur-tiduran,
malas-malasan
5.Intensitas kualitatif
Contoh:
Pelan-pelan, seburuk-buruknya, kuat-kuat, sebaik-baiknya
6.Intensitas kuantitatif
Contoh:
Berlari-lari, bolak-balik, mengangguk-angguk, berputar-putar, tertawa-tawa
7.Makna kolektif
Contoh:
Satu-satu, dua-dua, lima-lima, ketiga-tiganya
8.Kesalingan
Contoh:
Bersalam-salaman, pukul-pukulan, atolong-menolong, berpeluk-pelukan,
pandang-memandang
*Jenis - jenis Reduplikasi*
Ramlan (2001 : 69) mengatakan bahwa reduplikasi atau pengulangan kata itu terbagi menjadi empat bagian di antaranya pengulangan secara keseluruhan, pengulangan sebagian, pengulangan yang berkombinasi dengan afiks, dan pengulangan dengan perubahan fonem.
1.
*Pengulangan seluruh adalah
pengulangan seluruh bentuk
dasar, tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks*.
Contoh :
sepeda sepeda – sepeda
2.
*Pengulangan sebagian adalah
pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya.
Bentuk dasar tidak diulang seluruhnya.Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk kompleks.
Apabila bentuk dasar itu berupa bentuk kompleks, kemungkinan- kemungkinan bentuknya sebagai berikut :
Contoh :
a.
Bentuk dasar
dengan prfiks meN –
Misalnya : mengambil mengambil–ambil membaca membaca-baca
b. Bentuk dasar dengan
prefiks ber –
Misalnya : berjalan berjalan-jalan
bermain bermain-main
c. Bentuk dasar dengan
prefiks ter –
Misalnya : tersenyum tersenyum-senyum
d. Bentuk dasar dengan prfiks ber – an
Misalnya : berlarian berlarian -larian
berjauhan berjauhan-jauhan
e. Bentuk dasar dengan sufiks an –
Misalnya : minuman minuman -minuman
makanan makan -makanan
f. Bentuk dasar dengan
prefiks ke –
Misalnya : kedua kedua-dua
3.
*Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.*
Pengulangan ini terjadi bersama- sama dengan proses pembubuhan afiks dan bersama–sama pula mendukung satu fungsi.
Contoh :
Pengulangan dengan pembubuhan sufiks an – Misalnya :
Kereta kereta – kereta keretan-keretaan anak anak – anak anak-anakan
rumah rumah – rumah rumah-rumahan
4.
*Pengulangan dengan perubahan fonem, kata ulang yang
pengulangannya termasuk golongan ini sebenarnya sangat sedikit*. Di samping bolak–balik
terdapat kata kebalikan,
sebaliknya, dibalik, membalik. Dari perbandingan itu, dapat disimpulkan bahwa kata bolak–balik dibentuk dari bentuk dasar balik, diulang seluruhnya dengan perubahan fonem, ialah dari / a
/ menjadi / o / dan dari / i / menjadi / a / /
Contoh Lain :
gerak gerak – gerik
robek robak –robik
Keraf (1991:149) mengatakan bahwa macam-macam kata ulang berdasarkan strukturnya, bentuk ulang dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi empat macam yaitu :
1. *Pengulangan Dwipura*
Pengulangan dwipura adalah pengulangan yang dilakukan atas suku kata pertama dari sebuah kata. Dalam bentuk pengulangan macam ini, vokal suku kata awal yang diulang mengalami pelemahan karena pengulangan ini menghasilkan satu suku kata tambahan. Sehingga vokal suku kata baru ini diperlemah. Kata-kata yang mengalami pengulangan dwipura antara lain :
tanaman > tatanaman > tetanaman tangga > tatangga > tetangga tamu > tatamu > tetamu
2. *Pengulangan Dwilingga*
Lingga adalah bentuk dasar. Karena itu, bila sebuah bentuk dasar mengalami pengulangan seutuhnya maka pengulangan ini disebut pengulangan dwilingga. Lingga yang diulang dapat berupa kata dasar atau kata turunan. Misalnya :
rumah > rumah-rumah buah > buah-buahan anak > anak-anak
3. *Pengulangan Dwilingga Salin – Suara*
Pengulangan dwilingga salin – suara adalah semacam pengulangan atas seluruh bentuk dasar, namun terjadi perubahan bunyi pada salah satu fonemnya atau lebih. Misalnya :
gerak – gerik > gerak – gerik porak – porak > porak – parik
4. *Pengulangan Dwilingga Berimbuhan*
Pengulangan dwilingga berimbuhan adalah salah satu variasi lain dari pengulangan dwilingga, namun pada salah satu atau bentuk lingga atau bentuk dasarnya mendapat imbuhan.Misalnya :
bermain-main memukul-mukul berjalan-jalan
Kridalaksana (89:2007) mengatakan bahwa jenis-jenis reduplikasi ada 5 macam, yaitu:
1. *Dwipurwa*
Dwipurwa adalah pengulangan suku pertama pada leksem dengan pelemahan vokal.
Contoh: tetangga lelaki
tetamu sesama
2. *Dwilingga*
Dwilingga adalah pengulangan leksem.
Contoh: rumah-rumah makan-makan
pagi-pagi
3. *Dwilingga salin swara*
Dwilingga salin swara adalah pengulangan leksem dengan variasi fonem.
Contoh: mondar-mandir bolak-balik
corat-coret
4. *Dwiwasana*
Dwiwasana adalah pengulangan bagian belakang dari leksem.
Contoh: pertama-tama perlahan-lahan
sekali-kali
5. *Trilangga*
Trilangga adalah pengulangan anamotope tiga kali dengan variasi fonem.
Contoh: cas-cis-cus
dag-dig-dug ngak-ngik-nguk
Badudu (1980:21) mengatakan bahwa jenis-jenis reduplikasi ada 5 macam, yaitu:
1. *Pengulangan penuh*
Pengulangan penuh adalah semua kata ulang yang di hasilkan oleh perulangan unsurnya secara penuh.
Contoh: gedung gedung-gedung Jalan jalan-jalan
Makan makan-makan
2. *Pengulangan berimbuhan*
Pengulangan berimbuhan adalah semua kata ulang yang salah satu unsurnya berimbuhan:awalan, sisipan atau akhiran.
Contoh: berjalan berjalan-jalan Berlari berlari-lari
3. *Pengulangan bunyi*
Pengulangan bunyi adalah pengulangan yang terjadi dengan perubahan bunyi banyak pada unsur pertama maupun unsur kedua.
Contoh: cerai cerai-berai sorak sorak-sorai
4. *Pengulangan semu*
Pengulangan semu adalah pengulangan yang hanya dijumpai dalam bentuk ulang seperti itu. Bila tidak diulang, maka komponennya tidak mempunyai makna, atau mempunyai makna lain yang tidak ada hubungannya dengan kata ulang tersebut.
Contoh: laba-laba ubur-ubur
kupu-kupu
5. *Pengulangan dwipurwa*
Pengulangan dwipurwa adalah pengulangan yang berasal dari komponen yang mulanya diulang, kemudian berubah menjadi sepatah kata dengan bentuk seperti itu.
Contoh: laki lelaki
Berdasarkan pendapat Ramlan, Keraf, Badudu dan Kridalaksana dapat disimpulkan bahwa reduplikasi atau kata ulang ada 6 macam yang diketahui, yaitu:
1.
Reduplikasi atau kata ulang secara keseluruhan/murni/dwilingga.
2. Reduplikasi atau kata ulang sebagian/dwipurwa.
3. Reduplikasi atau kata ulang perubahan vonem/dwilingga salin swara.
4.
Reduplikasi atau kata ulang yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks/berimbuhan/bersambung/dwilingga berimbuhan/dwiwasana.
5.
Reduplikasi atau kata ulang
trilingga.
6.
Reduplikasi atau perulangan semu.
*Bentuk Dasar Reduplikasi*
Ramlan (2001 : 65) mengttakan bahwa setiap kata memiliki satuan yang diulang, sehingga sebagian kata ulang dengan mudah dapat ditentukan bentuk dasarnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa tidak semua kata ulang dengan mudah ditentukan bentuk dasarnya, sehingga dapatlah dikemukakan dua petunjuk dalam menentukan bentuk dasar kata ulang, yaitu sebagai berikut:
a. *Pengulangan pada umumnya tidak
dapat mengubah golongan
kata.*
Contoh :
berkata –kata (kata kerja) bentuk dasarnya berkata (kata kerja)
gunung – gunung (kata nominal) bentuk dasarnya gunung (kata nominal) cepat – cepat (kata sifat) bentuk dasarnya cepat (kata sifat)
sepuluh –puluh (kata bilangan) bentuk dasarnya sepuluh (kata bilangan)
b.
*Bentuk dasar selalu
berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa.*
Contoh :
mengata-ngatakan : bentuk dasarnya mengatakan, bukan mengata menyadar-nyadarkan : bentuk dasar menyadarkan, bukan menyadar berdesak-desakan : bentuk dasarnya berdesakan, bukan berdesak
*Makna Reduplikasi*
Ramlan (2001 : 176) mengatakan bahwa makna reduplikasi atau pengulangan kata terbagi menjadi 11 bagian sebagai berikut:
1.
*Menyatakan makna ‘banyak yang berhubungan dengan
bentuk dasar*`.
contoh : rumah itu sudah sangat tua
rumah –
rumah itu sudah sangat
tua
Kata rumah dalam kalimat rumah itu sudah tua
menyatakan “sebuah rumah“ , sedangkan kata rumah-rumah
dalam kalimat rumah-rumah itu sudah tua menyatakan “banyak rumah.”
contoh lain :
binatang-binatang : banyak bintang
pembanguan-pembangunan : banyak pembangunan kunjungan-kunjungan : banyak kunjungan
2.
*Menyatakan
makna ‘ banyak yang tidak berhubungan bentuk dasar*
contoh :
Mahasiswa yang pandai-pandai mendapatkan beasiswa (mahasiswa itu pandai)
pohon yang rindang-rindang itu pohon beringin (pohon ditepi jalan itu rindang-rindang)
3.
*Menyatakan
makna ‘ tak bersyarat ‘ dalam kalimat Contoh dalam
kalimat* :
- jambu-jambu mentah dimakannya
Pengulangan pada kata jambu dapat digantikan dengan kata meskipun, menjadi meskipun jambu mentah, dimakannya. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa pengulangan pada kata jambu menyatakan makna yang sama dengan makna yang dinyatakan oleh kayta meskipun,ialah makna ‘ tak bersyarat ‘
Contoh : - duri-duri diterjang : meskipun duri ‘ diterjang ‘
- darah-darah diminum : meskipun darah diminum
4. *Menyatakan makna ‘ yang menyerupai apa yang tersebut
pada bentuk dasar*.
Dalam hal ini proses pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks –an.
Contoh :
Kuda-kudaan : ‘ yang menyatakan kuda ‘ Rumah-rumahan : ‘ yang menyatakan rumah ‘ Anak-anakan : ‘yang menyatakan anak ‘
5. *Menyatakan bahwa ‘perbuatan tersebut
pada bentuk dasar dilakukan berulang*
–ulang’ Contoh :
Berteriak-teriak : ‘ berteriak berkali-kali’ memukul-mukul : ‘ memukul berkali-kali ‘ memetik-memetik : ‘ memetik berkali-kali ‘ menyobek-nyobek : ‘ menyobek berkali-kali ‘
6.
*Menyatakan bahwa ‘ perbuatan yang tersebut pada bentuk dasar
dilakukan dengan enaknya, dengan santainya,
atau dengan senangnya’*
Contoh :
Berjalan-jalan : ‘ berjalan dengan santainya’ Makan-makan : ‘ makan dengan santainya ‘ Minum-minum : ‘ minum dengan santainya ‘ Membaca-baca : ‘ membaca dengan santainya ‘
7.
*Menyatakan bahwa ‘ perbuatan pada bentuk ini
dilakukan oleh dua pihak dan saling mengenai.’Dengan kata lin pengulangan ini menyatakan makna ‘ saling’*
Contoh :
pukul – memukul : ‘ saling memukul ‘ pandang – memandang : ‘saling memandang ‘
kunjung – mengunjungi : ‘ saling mengunjungi ‘
8. *Menyatakan
‘ hal-hal yang berhubungan dengan perkejaan yang tersebut pada bentuk dasar ‘*
Contoh :
Cetak-mencetak : ‘ hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan mencetak ‘
Jilid-menjilid : ‘ hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan menjilid’
9. *Menyatakan
makna ‘ agak ‘*
Contoh
:
kemerah–merahan : ‘ agak merah ‘ kehitam–hitaman : ‘ agak hitam kebiru–biruan : ‘ agak biru ‘
10. *Menyatakan makna ‘tingkat yang paling tinggi yang dapt dicapai’. Dalam hal ini pengulangan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks se-nya.*
Contoh:
sepenuh-penuhnya : ‘tingkat penuh yang paling tinggi yang dapat dicapai;sepenuh mungkin’.
serajin-rajinnya :’tingkat rajin yang paling tinggi yang dapat dicapai;serajin mungkin’.
11. *Selain dari makna-makna yang tersebut di atas, terdapat
juga proses pengulangan yang sebenarnya tidak mengubah arti bentuk dasarnya,
melainkan hanya menyatakan intensitas perasaan.*
Contoh:
kata: mengharapkan dengan mengharap-harapkan, membedakan dengan
membeda-bedakan.
Adapun makna dan fungsi reduplikasi menurut Badudu (1978: 24-27) adalah sebagai berikut :
1. *pengulangan kata benda*
1)
menyatakan ‘
bermacam – macam ‘ contoh :
buah -buahan sayur -sayuran
2)
menyatakan benda
menyerupai bentuk dasar itu contoh
:
orang -orangan
rumah-rumahan
2. *pengulangan kata kerja*
1)
menyatakan ‘ pekerjaan yang dilakukan berulang
– ulang atau berkali- kali’
contoh :
meloncat – loncat menarik – narik
2)
menyatakan aspek
‘duratif yaitu pekerjaan, perbuatan, atau keadaan
berlangsung lama’
contoh :
berenang-renang disimpan – simpan
3)
menyatakan ‘
bermacam-macam pekerjaan’ contoh :
sulam-menyulam cetak-mencetak
4) menyatakan ‘pekerjaan yang dilakukan oleh dua pihak ;
berbalasan‘ contoh :
tembak – menembak bersaing – saingan
3. *pengulangan kata sifat*
1)
menyatakan makna
‘lebih (insensitas)’ contoh :
berjalan cepat-cepat!
Kerjakan baik- baik !
2)
menyatakan
‘sampai atau pernah‘ contoh :
habis-habisan bosan-bosanan
3)
pengulangan dengan awalan – se dan akhiran – nya menyatakan makna ‘ superlatif ( paling )
contoh :
setinggi-tingginya sebaik-baiknya
4)
pengulangan yang
menyatakan ‘melemahkan arti kata sifat itu’ atau makna ‘ agak ‘
contoh :
pening-pening sakit-sakit
5)
pengulangan yang seolah–olah menjadi
ungkapan dalam bahasa Indonesia makna
pengulangannya kurang jelas.
contoh :
menakut- nakuti
4. *pengulangan kata bilangan*
1)
menyatakan makna
‘ satu demi satu ‘ contoh :
mereka masuk ruangan
satu- satu
2)
pengulangan kata
satu tambahan akhiran – nya menyatakan makna ‘hanya satu’
contoh :
ini adalah anak satu-satunya
3)
pengulangan dengan kata satu-satu, tiga-tiga, empat–empat, dan seterusnya menyatakan makna ‘ sekaligus
dua, tiga, empat,
dan seterusnya’
contoh :
buah apel ini lima- lima sebungkus
4)
pengulangan berpuluh–puluh, beratus–ratus, beribu–ribu, dan seterusnya menyatakan makna ‘ kelipatan sepuluh,
seratus, seribu, dan seterusnya’ contoh
:
beribu- ribu berjuta-juta
*Daftar
Pustaka*
Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka
Cipta.
Badudu, J.S. 1971. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung:
Pustaka Prima. Badudu, J.S. 1982. “Morfologi Kata Kerja Bahasa Gorontalo”, Disertasi
Universitas Indonesia, Jakarta. (Seri ILDEP). Penerbit Djambatan.
Alwi,
Hasan et al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 2003
Bloomfield, Leonard. 1993. Language. New York : George Allen & Unwin Ltd.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung:
Eresco.
Halim, Amran (ed) 1984. Politik Bahasa Nasional I dan II. Jakarta : Balai Pustaka.
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Ende : Nusa
Indah. Muliono, Anton
(ed). 1988. Morfologi. Jakarta : Gramedia.
Nida, Eugene. 1946. Morphology – The Descriptive Analysis of Words. Ann.
Arbor : The University of Michigan Press. Parera, Jos aniel. 1990. Morfology. Jakarta : Gramedia.
Prints, Darwin. 2004. Kamus Karo Indonesia. Medan:
Bina Media.
Ramlan. 2001. Morfologi
Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : Karyono. Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan (Terjemahan J.S. Badudu).
Yogyakarta: Kanisius
Samsuri. 1987. Analisis Bahasa. Jakarta
: Erlangga.
Simatupang, M.D.S. 1993. Reduplikasi Morfemis
Bahasa Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Siregar, Ahmad
Samin, dkk. 2001. Kamus Bahasa Karo Indonesia. Jakarta
: Balai Pustaka.
Slametmuljana, B. 1979. Kaidah Bahasa Indonesia. Ende: Nusa Indah. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik
Analisis Bahasa. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Tamboen, P. 1952. Adat Istiadat Karo. Jakarta: Balai
Pustaka. Tarigan, Henry Guntur. 1979.
Bahasa Karo. Jakarta : Depdikbud.
Tarigan, Henry Guntur, 1982.
Metode Penelitian Linguistik. Gajah Mada : University Press.
Verhar, J.W.M. 1985. Pengantar Linguistik. Gajah Mada : University Press. Yusmaniar, A. Hamid H. Lubis, Setianna Simorangkir, dan Bujur Surbakti. 1987.
Struktur Bahasa Karo. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar