*Guru Salah Apa?, Apa Salah Guru, Salah Guru Apa?*
Pernyataan
yang menggelitik tentang guru, mungkin itu sebuah sindiran, penghakiman, atau
pembelaan dalam dunia pendidikan yang selalu dikaitkan dengan guru. Beban yang
sangat berat yang disandang guru secara Moral dan Material baik di lingkungan
sekolah maupun kemasyarakatan. Guru “Wajib mengantarkan Siswa dalam
keberhasilan baik ilmu, akhlak maupun tingkah lakunya berbangsa dan bernegara”.
Pernahkan mereka berpikir betapa berat beban guru yang selalu tertinggal dalam
mengumpulkan materi dunia. Adakah yang peduli dengan Guru.
Muncul
Konsep “Merdeka Belajar’ adalah sebuah konsep pengembangan pendidikan di mana
seluruh pemangku kepentingan diharapkan menjadi agen perubahan (agent of
change). Para pemangku kepentingan tersebut meliputi keluarga, guru, institusi
pendidikan, dunia industri, dan masyarakat.
Menurut
pendapat Yaswardi ( 2020 ) menjelaskan,
terdapat tiga indikator keberhasilan program Merdeka Belajar yang digagas
Kemendikbudristek, yaitu partisipasi siswa-siswi dalam pendidikan Indonesia
yang merata, pembelajaran yang efektif, dan tidak adanya ketertinggalan anak
didik. Yaswardi menambahkan bahwa ketiga indikator tersebut bisa tercapai
antara lain dengan perbaikan infrastruktur dan teknologi pendidikan.
Infrastruktur kelas di masa depan harus lebih baik dari hari ini. Kemudian
platform pendidikan nasional berbasis teknologi juga harus digalakkan.
Selanjutnya
adalah hadirnya kebijakan, prosedur, dan pendanaan yang efektif dan efisien. Di
dalamnya termasuk kontribusi eksternal, baik dari pihak pemerintah maupun
swasta. Pembelanjaan anggaran pendidikan pun harus efisien dan akuntabel
(gatra.com, 10/6/2021).
Ilmu
pengetahuan dan dunia pendidikan itu sendiri bersifat dinamis. Mungkin saja apa
yang benar kemarin bisa salah hari ini. Apa yang dianggap salah hari ini,
mungkin akan terbukti benar di kemudian hari.
Teman-teman
pendidik harus mampu mengendalikan diri dan memahami kondisi agar terhindar
dari kesalahan-kesalahan ketika mengajar di kelas. Kita hanyalah manusia biasa,
yang tidak luput dari kelemahan dan kesalahan ketika berada di depan peserta
didik. Namun, bukan berarti kesalahan teman-teman pendidik harus dibiarkan dan
tidak ada jalan keluarnya.
Jadi
guru mesti terbuka, rendah hati, mau belajar dan kritis. Tidak anti kritik.
Kalau salah ya ngaku. Kalau murid benar atau bisa ya dipuji, simple kan? Guru
zaman now harus gitu.
Guru
masa kini harus membangun suatu pembelajaran yang demokratis. Siswa dapat
bertanya, menanggapi dan diberikan kesempatan untuk berbeda pendapat, serta
mempertahankan pendapatnya.
Dalam
demokrasi pembelajaran, guru menyediakan ruang kepada siswa menjadi rekan
belajar untuk terus berubah, baik secara personal maupun komunal. Guru itu
fasilitator. Orang yang berperan memudahkan para siswa belajar. Guru dituntut
rendah hati karena Keterbatasannya. Fasilitator sadar bahwa dia tidak tahu dan
bisa semuanya. Tetapi tahu cara-cara dan sumber-sumber yang memudahkan para
siswa belajar.
Ada
beberapa kesalahan guru ketika
mengajar yang mengakibatkan kegagalan peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal. Kesalahan-kesalahan tersebut diantaranya:
1.
*Tidak Ada
Persiapan Ketika Mengajar*
Teman-teman
pendidik harus selalu ingat bahwa mengajar tampa persiapan merupakan tindakan
yang dapat merugikan perkembangan siswa.. Ingatlah bahwa dalam proses
pembelajaran, tidak ada pembelajaran yang berhasil tanpa persiapan yang benar.
2.
*Mamaksa Peserta
Didik Harus Bisa Memahami Materi yang Kita Ajarkan*
Target
materi menjadi tidak tercapai karena keegoisan guru untuk membuat satu atau dua
peserta didik tersebut harus paham materi yang diajarkan. Tentu ini kesalahan
paling mendasar tetapi kurang disadari oleh kita. Dan sejujurnya, kita pun
memiliki keterbatasan dalam menguasai pelajaran yang kita ajarkan. Ingatlah
bahwa setiap peserta didik
memiliki keahlian yang berbeda-beda dalam menguasai pelajaran.
3.
*Merasa Diri
Paling Pandai Saat di Kelas*
Tak
dapat dipungkiri media pembelajaran saat ini sangatlah luas dan up to
date. Jika teman-teman pendidik tidak meng-upgrade diri terus menerus,
bukan tidak mungkin jika peserta didik kita lebih pandai daripada gurunya. Dan
bahkan kita bisa belajar dari peserta didik sekalipun, atau saling
membelajarkan.
4.
*Tidak Peka
dengan Perilaku Peserta Didik yang Membanggakan Ketika Sedang Belajar*
Kita
perlu sekali belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para
peserta didik, lalu segera memberi hadiah atas perilaku tersebut dengan pujian
dan perhatian. Kedengarannya hal ini sederhana. tetapi memerlukan upaya
sungguh-sungguh untuk tetap mencari dan memberi hadiah atas perilaku-perilaku positif
peserta didik, baik secara kelompok maupun individual.
5. *Mengabaikan Perbedaan
Peserta Didik*
Setiap
peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan,
kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga,
latar belakang sosial ekonomi, dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda
dalam aktifitas, kreatifitas, intlegensi, dan kompetensinya. Dalam hal ini,
teman-teman pendidik juga harus memahami ciri-ciri peserta didik yang harus
dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.
5.
*Memperlakukan Peserta
Didik Secara Tidak Adil*
Pembelajaran
yang baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan belajar secara adil
dan merata (tidak diskriminatif), sehingga peserta didik dapat mengembangkan
potensinya secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran merupakan kewajiban guru
dan hak peserta didik untuk memperolehnya.
6.
*Tidak Sadar
Memberikan Contoh Tindakan Kurang Tepat Pada Peserta Didik*
Teman-teman
pendidik merupakan contoh dan panutan bagi peserta didik. Tanpa disadari,
tindakan guru adalah doktrin yang melekat pada peserta didik. Perlu teman-teman
pendidik ketahui, peserta didik adalah penyontoh paling andal. Mereka mampu
menyontoh gaya guru menyampaikan materi dan bagaimana alur pikir guru dalam
memahami materi.
Untuk
itu, jangan pernah melakukan tindakan yang kurang tepat pada peserta didik,
seperti mengeluarkan kata keras dan kotor, menghina peserta didik di depan
kelas, memerintah pada sesuatu yang tidak dilakukan oleh kita sendiri, sering
terlambat masuk ke kelas, merokok, dan lain-lainnya.
“Guru
itu salah, salahnya apa??”. Salahnya tentang mindset tujuan mendidik itu
sendiri, bukan sekedar mencerdaskan murid, mendidik murid supaya nilainya
bagus, mengajarkan yang tidak tahu menjadi tahu, tapi yang menjadi masalah apakah murid anda
akan bahagia dan antusias saat belajar. Guru itu harus rendah hati. Kalau salah
yang mengaku saja. Kalau belum tahu, katakan tidak tahu. Jika anak bertanya
sesuatu yang sulit dan tidak bisa dijawab saat itu, jadikan PR.
“Jangan
berfokus membuat anak didik anda pintar atau paham materi, tapi fokuslah agar
anak didik anda suka dengan materi yang disampaikan”. tujuan guru ialah
"Mendidik siswa agar berperilaku selayaknya manusia”.
Betapa
sulitnya meyakinkan para guru bahwa setiap siswa punya gaya belajar
masing-masing, yang juga selalu berubah. Informasi akan masuk ke dalam
otak siswa dan tak terlupakan seumur hidup apabila informasi tersebut ditangkap
berdasarkan gaya belajar siswa tersebut. Artinya, setiap guru harus mahir
mengajar dengan strategi pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa.
Apabila paradigma ini benar-benar dipahami oleh guru, guru tidak akan dengan
mudah memberikan label siswa bodoh atau siswa tidak becus.
Mulai
sekarang marilah kita memperbaiki cara mengajar kita dengan tidak memberi label
atau cap “bodoh” kepada siswa kita. Apabila menghadapi siswa yang kesulitan
dalam belajar selalu putus asa dan mengecap anak bodoh , maka yang sebenarnya
bodoh itu kita sendiri karena kurang dapat menggali potensi siswanya.
Terdapat
tiga indikator keberhasilan program “Merdeka Belajar”, yaitu partisipasi
siswa-siswi dalam pendidikan Indonesia yang merata, pembelajaran yang efektif,
dan tiadanya ketertinggalan anak didik. Menurut Yaswardi, (2020 ) mengungkapkan
bahwa ketiga indikator tersebut bisa tercapai dengan perbaikan pada hal-hal
berikut.
Yang
pertama adalah perbaikan infrastruktur dan teknologi pendidikan. Infrastruktur
kelas di masa depan harus lebih baik dari hari ini. Kemudian platform
pendidikan nasional berbasis teknologi juga harus digalakkan.
Yang
kedua adalah hadirnya kebijakan, prosedur, dan pendanaan yang efektif dan
efisien. Di dalamnya termasuk kontribusi eksternal, baik dari pihak pemerintah
maupun swasta. Pembelanjaan anggaran pendidikan pun harus efisien dan
akuntabel.
Yang
ketiga adalah adanya kepemimpinan, andil masyarakat, dan budaya yang mendukung.
Dalam hal ini, kompetensi guru, kepala sekolah, dan pemerintah daerah harus
menjadi perhatian. Selain itu, kolaborasi dan pembinaan baik lokal maupun
global antara guru, satuan pendidikan, dan industri juga perlu dihadirkan.
Yang
terakhir adalah adanya kurikulum, pedagogi, dan asesmen atau penilaian yang
mapan, seperti adanya pengembangan kurikulum dan asesmen yang bersifat nasional
dan menyeluruh.
Hakikat
guru sukses mengajar di zaman sekarang jelas berbeda dengan era sebelumnya. Ini
juga dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang semakin canggih dan modern.
Sehingga, guru harus bisa beradaptasi dengan baik untuk dapat mengajar siswa
milenial dengan tepat.
Guru
yang ingin berkembang lebih baik tentu akan melakukan evaluasi terhadap hasil
pekerjaannya secara rutin. Evaluasi ini bukanlah penilaian terhadap hasil
belajar siswa atau pekerjaan siswa setelah ujian, tetapi evaluasi terhadap
sejauh mana kegiatan pembelajaran berjalan efektif.
Pustaka
Diyan
Musthofa. Kompasiana . platform blog.Kompasiana.com
Mulyasa,
E. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
https://inspirasiday.wordpress.com/2017/07/25/murid-yang-bodoh-atau-guru-yang-salah-dalam-mengajar
https://www.kompasiana.com/bangkitdiyanmusthofa/5c09363812ae940e61086a86/guru-itu-salah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar