*Infleksi dan Derivasi Kata Benda dalam Bahasa
Indonesia*
Kata benda merupakan salah satu kelas kata
yang harus dikuasai oleh setiap
pengguna bahasa. Kata benda dapat
dianalisis dari segi semantis, sintaksis, dan bentuk. Berdasarkan ciri-ciri semantis,
kata benda biasanya
merujuk pada manusia, binatang, benda atau pada sesuatu yang menunjukkan konsep atau pengertian. Secara sintaksis, kata benda biasanya
memiliki karakteristik, yakni cenderung menduduki fungsi sebagai
subjek, objek atau pelengkap pada kalimat
verbal. Kata benda tidak bisa diingkarkan
dengan menggunakan kata ‘tidak’ melainkan dengan kata ‘bukan’. Selain itu, kata benda pada umumnya dapat diikuti oleh adjektiva, baik secara langsung maupun dengan kata perantara
‘yang’, misalnya pada kata ‘buku baru’ atau ‘buku yang baru’.
*PENGERTIAN
DERIVASI DAN INFLEKSI*
Bauer
(1988:80) menjelaskan gagasannya tetang pendekotomian morfologi dalam bukunya
yang berjudul ”Introducing Linguistic Morphology”. Ia menyatakan bahwa
morfologi dapat dipilah berdasarkan dua cabang yaitu morfologi derivasional dan
morfologi infleksional. Infleksi merupakan bagian dalam sintaksis karena
bersifat melengkapi bentuk-bentuk leksem dan derivasi menjadi bagian dari
leksis karena menyediakan leksem-leksem baru.
Sejalan dengan gagasan
Bauer, Matthews dalam bukunya Morphology: An Introduction to the Theory of
Word-Structure (1974) membagi morfologi menjadi dua bidang, yaitu morfologi
infleksional (inflectional morphology) dan morfologi leksikal (lexical
morphology). Dalam pandangannya, Mathews membedakan antara proses infleksi
dengan proses pembentukan kata (word formation) yang mencakup derivasi dan
komposisi. Secara eksplisit ia menyebutkan bahwa yang termasuk dalam ruang
lingkup pembentukan kata hanya morfologi derivasional (leksikal), sedangkan
morfologi infleksional tidak.
Samsuri (dalam
Putrayasa. 2010:103) menyatakan, Derivasional merupakan konstruksi yang berbeda
distribusinya dari dasarnya. Sedangkan Suparman dan Clark (dalam Putrayasa.
2010:103) menyatakan bahwa derivasional adalah proses morfologis karena
afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukan dengan ketentuan
tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya
Apabila sebuah kata
bermorfem jamak secara sintaksis berdistribusi dan mempunyai ekuivalen dengan
sebuah kata bermorfem tunggal, maka bentuk itu disebut derivasi. (Parera.
2007:21). Dari kedua sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa Derivasi adalah
proses pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru atau suatu proses imbuhan
terhadap suatu suku kata yang berakibat mengubah kelas kata tersebut, misalnya
dari kata “maksa” menjadi “pemaksa” dan “pemaksaan”. Proses imbuhan tersebut
menimbulkan perubahan makna kata dan juga kelas kata.
Jika
sebuah proses morfologis menimbulkan satu perubahan bentuk atau kata bermorfem
jamak dan bentuk-bentuk tersebut ini secara sintaksis tidak mempunyai ekuivalen
dalam distribusi sintaksis dengan sebuah kata bermorfem tunggal, maka bentuk
ini disebuut bentuk infleksi (Parera. 2007:22-23).Menurut Clark (dalam
Putrayasa. 2010:113) dapat juga dikatakan bahwa infleksional adalah proses
morfologis karena afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai bentukan
dengan ketentuan bahwa bentukan tersebut tetap dalam kelas kata yang sama.SedangkanSamsuri (dalam
Putrayasa. 2010:113) menyatakan, infleksional adalah konstruksi yang menduduki
ditribusi yang sama dengan dasarnya.
Jadi
dari ketiga pandangan para pakar tersebutdapat
disimpulkan bahwa infleksi adalah bagian dari proses morfologis yang
menghasilkan bentuk kata yang berbeda atau kata baru namun berasal dari leksem
yang sama hanya saja mengalami perubahan pada kategori dan bentukan tersebut
tetap berada dalam kelas kata yang sama. Contoh bentuk mengajar dan diajar
adalah dua bentuk “aktif dan “pasif” dari kata yang sama yaitu mengajar.
Sedangkan mengajar dengan pengajar merupakan dua kata yang berbeda yaitu (verba
dan nomina). Selain itu misalnya bentuk menghormati dengan bentuk dihormati
merupakan dua bentuk “aktif” dan “pasif”.
*Ciri-Ciri
dan Karakteristik Kata Benda*
Nomina
atau kata benda tentunya sama seperti jenis kata lain juga
memiliki ciri khas atau karakteristik. Berikut detailnya:
1. *Bisa Diperluas*
Ciri-ciri yang pertama dari nomina
adalah bisa diperluas, yakni diperluas makna dari kata yang digunakan. Umumnya
diperluas dengan menambahkan kata hubung atau konjungsi, seperti kata “yang”
dan kemudian diikuti oleh kata sifat. Berikut beberapa contohnya:
- Sepeda yang cantik (sepeda:
nomina, yang: penghubung, dan cantik: kata sifat).
- Bunga yang harum (bunga:
nomina, yang: penghubung, harum: kata sifat).
- Kunci yang praktis (kunci:
nomina, yang: penghubung, praktis: kata sifat).
2. *Dapat
Diingkarkan*
Nomina
juga memiliki ciri khas bisa diingkarkan, atau ditolak kebenarannya dengan
menambahkan kata bukan. Berikut contohnya:
- Bukan saya.
- Bukan mereka.
- Bukan ahlinya.
Hanya
saja nomina tidak bisa diingkarkan dengan kata “tidak”, sehingga tidak pernah
dijumpai kata tidak ditempatkan di depan nomina tersebut. Misalnya:
- Tidak saya (kurang tepat)
- Tidak mereka( kurang
tepat).
- Tidak ahlinya (kurang
tepat).
3. *Bisa sebagai
Subjek, Objek, dan Pelengkap dalam Kalimat*
Nomina
atau kata benda juga bisa berperan sebagai subjek, objek,
maupun pelengkap dalam suatu kalimat ketika terdapat kata kerja (verba).
Maksudnya adalah ketika ada satu nomina dan diikuti kata kerja maka bisa
diakhiri dengan nomina juga. Berikut contohnya:
- Pemerintah Daerah membangun
jembatan layang. (pemerintah daerah dan kata jembatan ada nomina dan
bersifat sebagai subjek dan pelengkap dalam kalimat).
- Paman Ali mencarikan aku
pekerjaan. (paman ali, aku, dan pekerjaan merupakan nomina dalam satu
kalimat yang juga terdapat kata kerja yakni mencarikan).
4. *Bisa Mengalami Reduplikasi*
Nomina
juga bisa mengalami reduplikasi dalam suatu kalimat, yakni menjadi kata ulang
namun maksudnya adalah menyatakan bentuk jamak atau jumlah lebih dari satu dari
nomina tersebut. Misalnya penggunaan kata mobil-mobil (ada banyak mobil),
pintu-pintu (ada banyak pintu), dan lain sebagainya.
5. *Bisa Mengalami Pemajemukan*
Ciri-ciri
berikutnya adalah nomina bisa mengalami proses pemajemukan, yakni menjadi kata
majemuk namun tetap dipahami sebagai nomina. Misalnya bawah tanah, peran serta,
tumpang tindih, dan lain sebagainya.
Dilihat
dari segi ciri-ciri, memang nomina ini memiliki banyak sekali poin yang
membuatnya sering digunakan. Sebab sekali lagi, nomina bisa dikembangkan dengan
menambahkan sejumlah jenis kata lain sebagaimana yang dijelaskan di atas.
Kridalaksana (2008) telah menguraikan bahwa kelas kata
nomina adalah kelas kata atau kategori yang secara
sintaksis tidak memiliki potensi untuk bergabung dengan partikel ‘tidak’ tetapi berpotensi untuk didahului oleh kata ‘dari’. Nomina berbentuk: (1)
Nomina dasar, (2) Nomina turunan,
(3) Nomina paduan leksem, (4) Nomina paduan leksem gabungan.
Pendapat
di atas berbeda dengan Arifin & Junaiyah (2009), yang juga menguraikan
tentang bentuk morfologis nomina yang terdiri
atas dua jenis, yakni nomina dasar dan nomina turunan. Nomina
turunan dapat dihasilkan melalui
afiksasi, pengulangan dan pemajemukan.
Afiksasi
merupakan nama lain dari morfem terikat.
Morfem terikat merupakan kata yang tidak dapat
berdiri sendiri. Sedangkan kata yang dapat berdiri sendiri disebut sebagai morfem bebas. Kata dasar
dapat berupa kata benda, kata sifat, kata kerja, dan lain-lain. Penggabungan morfem bebas dan
morfem terikat akan membentuk
kata jadian. Proses afiksasi dapat diperoleh
melalui: (1) Prefiks
(awalan), (2) infiks (sisipan), (3) Sufiks (akhiran), (4.) Konfiks (penggabungan antara prefiks dan sufiks), (5) Simulfiks (imbuhan gabung).
*Jenis-Jenis Kata Benda*
Jenis
dari nomina atau kata benda juga cukup beragam, dan dilihat
dari sejumlah aspek. Berikut detailnya:
*Jenis Kata Benda
Berdasarkan Perwakilan*
Jenis
dari nomina yang pertama adalah dilihat dari perwakilannya yang kemudian
dibedakan menjadi dua jenis. Yaitu:
1. Kata Benda Umum
Yakni
nomina yang menunjukan jenis umum atau konsep dari suatu benda maupun bentuk
benda. Secara sederhana, nomina jenis ini diartikan sebagai nomina yang
menunjukan benda atau bentuk benda secara umum dan mengacu pada nama diri atau
orang.
Misalnya
kata pelajar (menyebutkan kalangan pelajar secara umum bukan mengarah pada nama
seorang pelajar), karyawan, masyarakat, bangsa, kaum wanita, kaum Adam, dan
lain-lain. Sehingga nomina digunakan untuk menyebutkan benda secara umum tanpa
menyebut nama atau sebutan yang spesifik.
2. Kata Benda Khusus
Berkebalikan
dengan nomina umum, nomina berikutnya adalah nomina khusus. Yakni nomina yang
digunakan untuk menyebutkan benda maupun bentuk benda secara khusus atau secara
spesifik. Sehingga saat kata ini digunakan maka seseorang bisa langsung paham
siapa dan apa yang dimaksud.
Misalnya
kata nama kota (Surabaya, Semarang, Jakarta, dll), nama planet (Merkurius,
Venus, Bumi, Mars, dll), dan nama orang langsung misalnya menyebut nama orang
Ani, Ika, Iwan, Bambang, dan lain sebagainya. Sehingga saat nomina disebutkan
secara spesifik seseorang langsung tahu apa dan siapa yang dibahas.
*Jenis Kata Benda Berdasarkan Bentuk*
Sedangkan
dilihat berdasarkan bentuknya, nomina atau kata benda kemudian
dibagi lagi menjadi dua jenis. Yaitu:
1. *Kata Benda Dasar*
Berdasarkan
bentuk ada nomina dasar yakni jenis nomina yang menunjukan wujud suatu benda
baik itu secara konkret maupun secara abstrak yang sudah dijelaskan sekilas di
awal dan tidak disertai dengan imbuhan. Sehingga jenis kata ini merupakan kata
dasar yang bisa berdiri sendiri.
Penggunaannya
tidak menambahkan kata apapun yang menunjukan kata sifat dari benda yang
ditulis. Adapun contohnya adalah kata: air, kertas, rumah, kuku, dan lain
sebagainya. Sehingga nama benda ditulis apa adanya tanpa ada tambahan kata
lain, termasuk juga imbuhan.
2. *Kata Benda Turunan*
Sedangkan
jenis berikutnya adalah nomina turunan dan merupakan kebalikan dari nomina
dasar. Pada jenis nomina ini maka penggunaannya ditambahkan imbuhan apapun
bentuk imbuhan tersebut. Mulai dari awalan, akhiran, sisipan, atau awalan-akhiran.
Adapun
contoh kata yang termasuk nomina turunan ini antara lain kata: pemanah,
pertanian, masakan, dan lain sebagainya. Sehingga setiap kata nomina yang
terdapat imbuhan maka masuk ke dalam kategori nomina turunan ini.
3. *Kata Benda Kolektif*
Jenis
ketiga dari nomina adalah nomina kolektif, yaitu jenis nomina yang digunakan
untuk menyebutkan benda atau bentuk benda yang berupa kumpulan. Artinya ada
kumpulan benda yang disebutkan oleh penulis atau pembicara. Misalnya
menggunakan kata hadirin, semua, pemuda, dan lain sebagainya.
*Ciri-Ciri dan Karakteristik Kata Benda*
Nomina
atau kata benda tentunya sama seperti jenis kata lain juga
memiliki ciri khas atau karakteristik. Berikut detailnya:
1. Bisa Diperluas
Ciri-ciri
yang pertama dari nomina adalah bisa diperluas, yakni diperluas makna dari kata
yang digunakan. Umumnya diperluas dengan menambahkan kata hubung atau
konjungsi, seperti kata “yang” dan kemudian diikuti oleh kata sifat. Berikut
beberapa contohnya:
- Sepeda yang cantik (sepeda:
nomina, yang: penghubung, dan cantik: kata sifat).
- Bunga yang harum (bunga:
nomina, yang: penghubung, harum: kata sifat).
- Kunci yang praktis (kunci:
nomina, yang: penghubung, praktis: kata sifat).
2. Dapat Diingkarkan
Nomina
juga memiliki ciri khas bisa diingkarkan, atau ditolak kebenarannya dengan
menambahkan kata bukan. Berikut contohnya:
- Bukan saya.
- Bukan mereka.
- Bukan ahlinya.
Hanya
saja nomina tidak bisa diingkarkan dengan kata “tidak”, sehingga tidak pernah
dijumpai kata tidak ditempatkan di depan nomina tersebut. Misalnya:
- Tidak saya (kurang tepat)
- Tidak mereka( kurang
tepat).
- Tidak ahlinya (kurang
tepat).
3. Bisa sebagai Subjek, Objek, dan Pelengkap dalam Kalimat
Nomina atau kata benda juga
bisa berperan sebagai subjek, objek, maupun pelengkap dalam suatu kalimat
ketika terdapat kata kerja (verba). Maksudnya adalah ketika ada satu nomina dan
diikuti kata kerja maka bisa diakhiri dengan nomina juga. Berikut
contohnya:
- Pemerintah Daerah membangun
jembatan layang. (pemerintah daerah dan kata jembatan ada nomina dan
bersifat sebagai subjek dan pelengkap dalam kalimat).
- Paman Ali mencarikan aku
pekerjaan. (paman ali, aku, dan pekerjaan merupakan nomina dalam satu
kalimat yang juga terdapat kata kerja yakni mencarikan).
4. Bisa Mengalami Reduplikasi
Nomina
juga bisa mengalami reduplikasi dalam suatu kalimat, yakni menjadi kata ulang
namun maksudnya adalah menyatakan bentuk jamak atau jumlah lebih dari satu dari
nomina tersebut. Misalnya penggunaan kata mobil-mobil (ada banyak mobil), pintu-pintu
(ada banyak pintu), dan lain sebagainya.
5. Bisa Mengalami Pemajemukan
Ciri-ciri
berikutnya adalah nomina bisa mengalami proses pemajemukan, yakni menjadi kata
majemuk namun tetap dipahami sebagai nomina. Misalnya bawah tanah, peran serta,
tumpang tindih, dan lain sebagainya.
Dilihat
dari segi ciri-ciri, memang nomina ini memiliki banyak sekali poin yang
membuatnya sering digunakan. Sebab sekali lagi, nomina bisa dikembangkan dengan
menambahkan sejumlah jenis kata lain sebagaimana yang dijelaskan di atas.
*Jenis-Jenis Kata Benda*
Jenis
dari nomina atau kata benda juga cukup beragam, dan dilihat
dari sejumlah aspek. Berikut detailnya:
*Jenis Kata Benda Berdasarkan Perwakilan*
Jenis
dari nomina yang pertama adalah dilihat dari perwakilannya yang kemudian
dibedakan menjadi dua jenis. Yaitu:
1. Kata Benda Umum
Yakni
nomina yang menunjukan jenis umum atau konsep dari suatu benda maupun bentuk
benda. Secara sederhana, nomina jenis ini diartikan sebagai nomina yang
menunjukan benda atau bentuk benda secara umum dan mengacu pada nama diri atau
orang.
Misalnya
kata pelajar (menyebutkan kalangan pelajar secara umum bukan mengarah pada nama
seorang pelajar), karyawan, masyarakat, bangsa, kaum wanita, kaum Adam, dan
lain-lain. Sehingga nomina digunakan untuk menyebutkan benda secara umum tanpa
menyebut nama atau sebutan yang spesifik.
2. Kata Benda Khusus
Berkebalikan
dengan nomina umum, nomina berikutnya adalah nomina khusus. Yakni nomina yang
digunakan untuk menyebutkan benda maupun bentuk benda secara khusus atau secara
spesifik. Sehingga saat kata ini digunakan maka seseorang bisa langsung paham
siapa dan apa yang dimaksud.
Misalnya
kata nama kota (Surabaya, Semarang, Jakarta, dll), nama planet (Merkurius,
Venus, Bumi, Mars, dll), dan nama orang langsung misalnya menyebut nama orang
Ani, Ika, Iwan, Bambang, dan lain sebagainya. Sehingga saat nomina disebutkan
secara spesifik seseorang langsung tahu apa dan siapa yang dibahas.
Nomina atau kata
benda adalah kelas kata yang menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau
semua benda dan segala yang dibendakan. Kata benda dapat dibagi menjadi dua:
kata benda konkret untuk benda yang dapat dikenal dengan panca indra (misalnya buku), serta kata benda abstrak
untuk benda yang menyatakan hal yang hanya dapat dikenal dengan pikiran (misalnya cinta).
Selain itu, jenis kata ini
juga dapat dikelompokkan menjadi kata benda khusus atau nama diri (proper
noun) dan kata benda umum atau nama jenis (common noun). Kata benda nama diri adalah kata
benda yang mewakili suatu entitas tertentu (misalnya Jakarta atau Ali),
sedangkan kata benda umum adalah sebaliknya, menjelaskan suatu kelas entitas
(misalnya kota atau orang).
Ciri Umum Nomina
Nomina yang
merupakan kelas leksikal gramatikal mempunyai ciri sebagai berikut:
·
makna kebendaan
·
daya rangkai sintaksis
·
adanya sarana-sarana khusus untuk
menyatakan arti ketunggalan dan arti kejamakan
*Cara Pembentukan Kata*
Dari segi strukturnya, nomina dapat dibedakan
dari morfologi katanya yang dibagi menjadi nomina akar, sederhana,
bukan turunan, nomina turunan berimbuhan, nomina turunan berulang, dan nomina
majemuk dan gabungan.
Nomina akar terdiri dari satu morfem akar, yang bersuku
satu,dua, atau banyak. Sedangkan nomina turunan berimbuhan yang terdiri dari morfem akar dan afiks derivatif.
Contohnya nomina orang yang melakukan pekerjaan atau tindakan dan
alat untuk melakukan pekerjaan, morfem dapat
dibentuk sebgai berikut: pe- + kerja = pekerja (pekerjaan), pem- + pukul =
pemukul (melakukan pekerjaan). Nomina pada tingkat paling atas adalah nomina
majemuk bermakna benda dan nomina bermaknakan benda, sebagai contoh ibu + kota
= ibu kota, dan tukang + jahit = tukang jahit.
*Jenis Kata Benda Berdasarkan Bentuk*
Sedangkan
dilihat berdasarkan bentuknya, nomina atau kata benda kemudian
dibagi lagi menjadi dua jenis. Yaitu:
1. Kata Benda Dasar
Berdasarkan
bentuk ada nomina dasar yakni jenis nomina yang menunjukan wujud suatu benda
baik itu secara konkret maupun secara abstrak yang sudah dijelaskan sekilas di
awal dan tidak disertai dengan imbuhan. Sehingga jenis kata ini merupakan kata
dasar yang bisa berdiri sendiri.
Penggunaannya tidak menambahkan kata
apapun yang menunjukan kata sifat dari benda yang ditulis. Adapun contohnya
adalah kata: air, kertas, rumah, kuku, dan lain sebagainya. Sehingga nama benda
ditulis apa adanya tanpa ada tambahan kata lain, termasuk juga imbuhan.
2. Kata Benda Turunan
Sedangkan jenis berikutnya adalah
nomina turunan dan merupakan kebalikan dari nomina dasar. Pada jenis nomina ini
maka penggunaannya ditambahkan imbuhan apapun bentuk imbuhan tersebut. Mulai
dari awalan, akhiran, sisipan, atau awalan-akhiran.
Adapun contoh kata yang termasuk
nomina turunan ini antara lain kata: pemanah, pertanian, masakan, dan lain
sebagainya. Sehingga setiap kata nomina yang terdapat imbuhan maka masuk ke
dalam kategori nomina turunan ini.
3. Kata Benda Kolektif
Jenis
ketiga dari nomina adalah nomina kolektif, yaitu jenis nomina yang digunakan
untuk menyebutkan benda atau bentuk benda yang berupa kumpulan. Artinya ada
kumpulan benda yang disebutkan oleh penulis atau pembicara. Misalnya
menggunakan kata hadirin, semua, pemuda, dan lain sebagainya.
*Jenis-Jenis Kata Benda*
Adapun beberapa
jenis kata benda dapat kalian simak melalui ulasan di bawah ini. Jenis kata
benda tersebut dibagi dalam beberapa kategori dari yang umum, khusus, konkret,
dasar ataupun turunan. Berikut ini jenis-jenis kata benda yang perlu kalian
kenali.
- Kata benda umum: jenis kata benda ini digunakan untuk
merujuk pada suatu benda secara umum. Contoh dari kata benda umum tersebut
seperti ibu kota, ataupun negara.
- Kata benda khusus: jenis kata benda khusus digunakan untuk
merujuk pada suatu benda secara umum. Ini adalah lawan dari kata benda umum
dengan contohnya seperti Yogyakarta ataupun Indonesia.
- Kata benda konkret: jenis kata benda ini merujuk pada
suatu benda yang bisa kita rasakan dengan pancaindra. Misalnya apa yang kita
lihat dengan mata sebagai pancaindra. Contoh singkatnya seperti api ataupun
binatang.
- Kata benda abstrak: jenis kata benda abstrak adalah kata
benda yang tidak dapat kita lihat dengan pancaindra namun bisa dirasakan.
Contohnya seperti cinta ataupun kekuatan.
- Kata benda turunan: jenis kata benda turunan merujuk pada
suatu benda umumnya menambahkan kata imbuhan. Contohnya seperti pertanian
ataupun pelukis.
- Kata benda dasar: jenis kata benda dasar juga dikenal
dengan kata benda asli yang dapat dikenali dengan merujuk pada wujud benda
tanpa adanya imbuhan. Contoh singkatnya yakni mobil ataupun rumah.
1. *Infleksi*
Infleksi (inflectional) adalah proses pembentukan kata baru dengan menambahkan imbuhan terhadap suatu kata yang tidak mengubah kelas kata tersebut. Dengan kata lain, jika suatu kata mendapat prefix, suffix, ataupun infix, maka kelas kata dari kata tersebut masih sama.
Contoh infleksi di dalam bahasa Indonesia misalnya adalah kata buah dan buah-buahan. "Buah" adalah kata benda tunggal, sedangkan "buah-buahan" adalah kata benda jamak. Pada kasus ini reduplikasi mengakibatkan pembentukan kata baru dengan perubahan dari tunggal ke jamak. Oleh karena itu, di dalam bahasa Indonesia untuk menunjukan kata benda jamak maka kita hanya perlu mereduplikasi kata tersebut, misalnya "orang" menjadi "orang-orang", "rumah" menjadi "rumah-rumah", dan sebagainya.
Unsur yang ditambahkan pada kata dapat berupa suffix, prefix, dan infix, atau juga berupa perubahan internal. Perubahan internal contohnya adalah “woman” (kata benda tunggal) menjadi “women” (kata benda jamak). Di sini terjadi perubahan fonem (bunyi) “a” menjadi “e”. Penambahan yang sekaligus menimbulkan perubahan pada kata dasar yang berkategori verba disebut dengan konjugasi, dan perubahan yang terjadi pada nomina dan adjektif disebut dengan deklinasi.
2. *Derivasi*
Derivasi (derivational) adalah proses imbuhan terhadap suatu suku kata yang berakibat mengubah kelas kata tersebut, misalnya imbuhan pada kata “sing” menjadi “singer”. Sing adalah kata kerja yang berarti menyanyi, ketika mendapatkan imbuhan “er” maka berubah menjadi kata benda “singer” yang berarti penyanyi. Dari pengertian yang sederhana ini kita bisa memahani bahwa derivasi akan mengakibatkan perubahan kelas kata dan makna dari kata yang mendapatkan imbuhan derivasi.
Di dalam bahasa Indonesia kita bisa menjumpai misalnya kata “pukul” menjadi “pemukul” dan "pemukulan". Proses imbuhan derivasi mengakibatkan perubahan makna dan kelas kata. Kata “pukul” yang merupakan kata kerja, berubah menjadi kata benda ketika mendapat imbuhan “pe-” menjadi “pemukul” dan imbuhan "pe-an" menjadi "pemukulan".
Dalam ilmu
linguistik, derivasi adalah adalah proses pembentukan kata
yang menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata-kata yang berbeda dari
paradigma yang berbeda); Pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan.[1] Konsep derivasi berkaitan
dengan kaidah sintaktik, tidak otomatis, tidak sistematik, bersifat
optional/sporadis, serta mengubah identitas leksikal.
Menurut
Verhaar (1996: 118 dan 121), terdapat dua golongan bawahan yang terpenting dalam paradigma morfemis,
adalah golongan yang berdasarkan fleksi dan golongan yang berdasarkan derivasi. Golongan fleksi atau infleksional adalah daftar paradigma yang terdiri
atas bentuk-bentuk dari kata yang sama, sedangkan
derivasi adalah daftar yang terdiri atas bentuk-bentuk kata yang tidak sama.
Misalnya
bentuk mengajar dan diajar merupakan dua bentuk (aktif dan pasif) dari kata yang
sama, yaitu mengajar; sedangkan bentuk
mengajar dan pengajar merupakan dua
kata yang berbeda (verba dan nomina). Dengan kata lain, infleksi atau morfologi infleksional, adalah proses morfemis
yang diterapkan pada kata
sebagai unsur leksikal yang sama; sedangkan derivasi
atau morfologi derivasional adalah
proses morfemis yang mengubah kata sebagai unsur leksikal tertentu menjadi unsur
leksikal yang lain. Dijelaskan juga bahwa semua perubahan
afiksasi yang melampaui
identitas kata disebut
derivasi, sedangkan
yang mempertahankan identitas kata disebut
infleksi.
Matthews
(1974: 38) menyatakan bahwa infleksi adalah bentuk-bentuk kata yang berbeda dari paradigma yang
sama; sedangkan derivasi adalah bentuk kata
yang berbeda dari paradigma yang berbeda. Sepaham dengan Matthews, Byble (1985) membagi
morfologi atas dua bidang, yaitu (i) morfologi
infleksional (inflectional morphology) dan (ii) morfologi leksikal
(lexical morphology) atau morfologi derivasional (derivational morphology).
BENTUK
DERIVASIONAL DAN INFLEKSIONAL
Dalam
pembetukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihasilkan sama dengan
identitas leksikal bentuk dasarnya. Sebaliknya dalam proses pembentukan
derivatif identitas bentuk yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal
bentuk dasarnya. (Chaer. 2015:37)
Kasus
inflektif dalam bahasa Indonesia hanya terdapat pembentukan verba transitif,
yaitu dengan prefiks me- untuk verba
transitif aktif, dengan prefiks di- untuk
verba transitif pasif tindakan, dengan prefiks ter- untuk verba transitif pasif keadaan, dan untuk prefiks zero
untuk verba imperatif. (Chaer. 2015:38)
Berkenaan dengan verba
inflektif, ada catatan penting. Pertama, di
samping adanya prefiks me-inflektif
(kita sebut me-1), prefiks di-inflektif (kita sebut di-1), dan prefiks ter-inflektif (kita sebut ter-1),
ada juga prefiks me-derivatif (kita
sebut me-2), prefiks di-derivatif (kita sebut di-2), dan ter-derivatif (kita sebut ter-2).
(Chaer. 2015:39)
Sedangkan pada verba
inflektif, prefiks me- yang dimilikinya
dapat dipertukarkan dengan prefiks di-,
atau prefiks ter.Kedua, prefiks di- inflektif
dapat juga ditukar dengan pronomina persona: saya, aku (ku-), kami, kita, kamu, engkau (kau-), mereka, kalian, dan
beliau.(Chaer. 2015:40)
a.
Afiks Formator Derivasional
Putrayasa
(2010:103-105) menyatakan, Afiks formator adalah afiks-afiks yang membentuk
kata, yaitu afiks-afiks pembentuk kata yang sifatnya mengubah kelas kata.
Afiks-afiks formator derivasional antara lain:
1)
meN- digabungkan dengan kata benda
misalnya: - meN- + sikat = menyikat (kata
kerja)
-
meN-
+ gayung = menggayung (kata kerja)
-
meN-
+ cat = mengecat (kata kerja)
2) Ber- digabungkan
dengan kata benda
misalnya: - ber- + kaca = berkaca (kata kerja)
-
ber-
+ telepon = bertelepon (kata kerja)
-
ber-
+ minyak = berminyak (kata kerja)
3) per- digabungkan
dengan kata sifat
misalnya: - per- + panjang = perpanjang (kata
kerja)
-
per-
+ lebar = perlebar (kata kerja)
-
per-
+ tinggi = pertinggi (kata kerja)
4) peN-
digabungkan dengan:
a) kata kerja
misalnya: - peN- + jilat =
penjilat (kata benda)
-
peN-
+ lari = pelari (kata benda)
-
peN-
+ pukul = pemukul (kata benda)
b) kata sifat
misalnya: peN- + nikmat =
penikmat (kata benda)
-
peN-
+ marah = pemarah (kata benda)
-
peN-
+ ramah = peramah (kata benda)
5) ke-
digabungkan dengan kata sifat
misalnya: - ke- + tua = ketua (kata benda)
6) –i
digabungkan dengan kata sifat
misalnya: - sayang + -i = sayangi (kata kerja)
-
cinta
+ -i = cintai (kata kerja)
-
kasih
+ -i = kasihi (kata kerja)
7) –kan
digabung dengan:
a) Kata benda
misalnya: - gunting + -kan = guntingkan (kata kerja)
-
gambar
+ -kan = gambarkan (kata kerja)
-
cat
+ -kan = catkan (kata kerja)
b) kata sifat
misalnya: - mulia + -kan = muliakan (kata kerja)
-
jauh
+ -kan = jauhkan (kata kerja)
-
putih
+ -kan = putihkan (kata kerja)
8) –an
digabungkan dengan kata kerja
misalnya: - makan + -an =
makanan (kata benda)
-
minum
+ -an = minuman (kata benda)
-
tulis
+ -an = tulisan (kata benda)
b.
Afiks Formator Infleksional
Putrayasa
(2010:113-115)
menyatakanAfiksformatoradalahafiks-afiks
yang membentuk kata, yaituafiks-afikspembentuk kata yang sifatnyamengubahkelas
kata.Afiks-afiks
formator infleksional antara lain:
1) meN- digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - meN- + dengar =
mendengar (kata kerja)
-
meN-
+ pukul = memukul (kata kerja)
-
meN-
+ tendang = menendang (kata kerja)
2) ber- digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: ber- + lari =
berlari (kata kerja)
-
ber-
+ kerja = bekerja (kata kerja)
-
ber-
+ main = bermain (kata kerja)
3) ter-
digabungkan dengan:
a) kata kerja
misalnya: - ter- + angkat =
terangkat (kata sifat)
-
ter-
+ injak =
terinjak (kata sifat)
-
ter-
+ pukul = terpukul (kata sifat)
b) kata sifat
misalnya: - ter- + indah =
terindah (kata kerja)
-
ter-
+ baik = terbaik (kata kerja)
-
ter-
+ panjang = terpanjang (kata kerja)
4) peN- digabungkan
dengan kata benda
misalnya: - peN- + ladang =
peladang (kata benda)
-
peN-
+ kail = pengail (kata benda)
-
peN-
+ sapu = penyapu (kata benda)
5) di- digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - di- + pukul =
dipukul (kata kerja)
-
di-
+ tikam =
ditikam (kata kerja)
-
di-
+ tendang = ditendang (kata kerja)
6) –i
digabungkan dengan kata kerja
misalnya: - tulis + -i =
tulisi (kata kerja)
-
pukul
+ -i = pukuli (kata kerja)
-
cabut
+ -i = cabuti (kata kerja)
7) –kan digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - ambil + -kan =
ambilkan (kata kerja)
-
tanam
+ -kan = tanamkan (kata kerja)
-
lari
+ -kan = larikan (kata kerja)
8) –an
digabungkan dengan kata benda
misalnya: - rambut + -an = rambutan (kata benda)
-
laut
+ -an = lautan (kata benda)
-
pahat
+ -an = pahatan (kata benda)
c.
Afiks Majemuk Derivasional
Putrayasa (2010:105-109) menyatakan,
Afiks majemuk adalah konfiks maupun imbuhan gabung yang membentuk kata, yaitu
konfiks atau imbuhan gabung pembentuk kata yang sifatnya mengubah kelas kata.
Berikut adalah beberapa contoh afiks majemuk derivasional.
1) Ke-an digabungkan
dengan kata sifat
misalnya: - putih + ke-an = keputihan (kata benda)
-
Baik
+ ke-an = kebaikan (kata benda)
-
Jujur
+ ke-an = kejujuran (kata benda)
2) per-an digabungkan
dengan:
a) kata kerja
misalnya: - tunjuk + per-an = pertunjukan (kata benda)
-
kerja
+ per-an = perkerjaan (kata benda)
-
sentuh
+ per-an = persentuhan (kata benda)
b) kata sifat
misalnya: - panjang + per-an = perpanjangan (kata
benda)
-
pendek
+ per-an = perpendekan (kata benda)
-
damai
+ per-an = perdamaian (kata
benda)
3) peN-an digabungan
dengan:
a) kata kerja
misalnya: - turun + peN-an = penurunan (kata
benda)
-
tarik
+ peN-an = penarikan (kata benda)
-
tunjuk
+ peN-an = penunjukan (kata benda)
b) kata sifat
misalnya: - bulat + peN-an = pembulatan (kata
benda)
-
pendek
+ peN-an = pemendekan (kata benda)
4) meN-kan digabungkan
dengan:
a) kata benda
misalnya: - buku + meN-kan = membukukan (kata
kerja)
-
gambar
+ meN-kan = menggambarkan (kata kerja)
b) kata sifat
misalnya: - panjang + meN-kan = memanjangkan (kata kerja)
-
tinggi
+ meN-kan = meninggikan (kata kerja)
c) kata bilangan
misalnya: - satu + meN-kan = menyatukan (kata kerja)
-
dua
+ meN-kan = menduakan (kata kerja)
5) meN-i digabungkan
dengan:
a) kata benda
misalnya: - bulu + meN-i = membului (kata kerja)
b) kata sifat
misalnya: - dekat + meN-i = mendekati (kata kerja)
c) kata keterangan
misalnya: - sudah + meN-i = menyudahi (kata kerja)
6) memper-
digabungkan dengan:
a) kata benda
misalnya: - memper- + budak = memperbudak (kata kerja)
b) kata sifat
misalnya: - memper- + indah = memperindah (kata
kerja)
7) memper-kan digabungkan
dengan kata sifat
misalnya: - banyak + memper-kan = memperbaiki (kata kerja)
8) memper-i digabungkan
dengan kata sifat
misalnya: - baik + memper-i = memperbaiki (kata kerja)
9) ter-kan digabungkan
dengan:
a) kata benda
misalnya: - gambar + ter-kan = tergambarkan (kata kerja)
b) kata sifat
misalnya: - lupa + ter-kan = terlupakan (kata kerja)
10) ter-i digabungkan
dengan:
a) kata benda
misalnya: - gambar + ter-i = tergambari (kata kerja)
b) kata sifat
misalnya: -dekat + ter-i = terdekati (kata
kerja)
11) ber-kan digabungkan
dengan kata benda
misalnya: - senjata + ber-kan = bersenjatakan (kata kerja)
12) di-kan digabungkan
dengan:
a) kata benda
misalnya: - gambar + di-kan = digambarkan (kata
kerja)
b) kata sifat
misalnya: - luas + di-kan = diluaskan (kata kerja)
13) di-i digabungkan
dengan:
a) kata benda
misalnya: - ludah + di-i = diludahi (kata kerja)
b) kata sifat
misalnya: - senang + di-i = disenangi (kata kerja)
d.
Afiks Majemuk Infleksional
Putrayasa (2010:115-117) menyatakan, Afiks majemuk adalah
konfiks maupun imbuhan gabung yang membentuk kata, yaitu konfiks dan imbuhan
gabung pembentukan kata yang sifatnya tidak mengubah kelas kata.
1) ke-an digabungkan
dengan kata benda
misalnya: - camat + ke-an = kecamatan (kata benda)
2) per-an digabungkan
dengan kata benda
misalnya: - kampung + per-an = perkampungan (kata benda)
3) ber-an digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: -senggol + ber-an = bersenggolan (kata benda)
4) peN-an digabungkan
dengan kata benda
misalnya: - darat + peN-an = pendaratan (kata benda)
5) meN-kan digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - buat + meN-kan = membuatkan (kata kerja)
6) meN-i digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - cabut + meN-i = mencabuti (kata kerja)
7) memper-kan digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - jual-beli + memper-kan = memperjualbelikan
8) ter-kan digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - urai + ter-kan = teruraikan
9) ter-i digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - hinggap + ter-i = terhinggapi
10) di-kan digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - lempar + di-kan = dilemparkan
11) di-i digabungkan
dengan kata kerja
misalnya: - masuk + di-i = dimasuki
Morfem-morfem terikat
dapat kita kelompokkan pada morfem-morfem terikat pembentukan kata-kata
derivatif. (Parera. 2007:22). Misalnya morfem terikat derivasi pe- dari kata dasar “muda” menjadi kata
benda bentuk derivasi “pemuda”, dan morfem terikat derivasi pe- dari kata kerja “jilat” menjadi kata
benda bentuk derivasi “penjilat”. Morfem terikat derivasi ke- dan –an dari kata
dasar “baik” menjadi kata benda bentuk derivasi “kebaikan” dan sebagainya.
*Infleksi dalam Bahasa
Indonesia*
Penentuan
proses infeksi dan derivasi dilakukan dengan membandingkan ada atau tidaknya perbedaan makna leksikal
verba afiksasi dan D (dasar) yang ditunjukkan oleh perbedaan identitasnya (Subroto, 1985b: 2). Afiksasi atau reduplikasi yang tidak mengubah makna leksikal
adalah proses infleksi, dan afiksasi
atau reduplikasi yang mengubah makna leksikal adalah proses derivasi. Selanjutnya, proses infleksi dalam bahasa Indonesia
meliputi afiksasi dan reduplikasi
yang dipaparkan di bawah ini.
a.
Afik infleksi meng-, di-, klitik ku-, kau-Pengimbuhan afiks meng-, di-, dan klitik ku-,kau- pada verba transitif
tindakan tidak mengubah makna leksikal, tetapi
hanya menurunkan bentuk kata (kata granatikal) sesuai dengan tuntutan
sintaksis. Perhatikan Leksem TUNGGU
dan KIRIM secara infleksi dapat diturunkan bentuk menunggu, ditunggu, kutunggu,
kautunggu, dan mengirim,
dikirim, kukirim, kaukirim.
Pengimbuhan afiks meng- + TUNGGU (verba transitif
tindakan)-- menunggu (verba
transitif tindakan aktif ragam formal), dan afiks meng- + kirim (verba transitif tindakan)-- mengirim
(verba transitif tindakan aktif). Selanjutnya,
pengimbuhan afiks di- dan klitik ku-, kau- + TUNGGU (verba transitif
tindakan)- ditunggu,kutunggu, dan
kautunggu (verba transitif tindakan
pasif).
Infleksi dalam
Bahasa Indonesia
leksem |
TUNGGU |
verba transitif tindakan |
Ayah |
menunggu (adik) |
verba transitif tindakan aktif
ragam formal |
Adik |
ditunggu (ayah) |
verba
transitif tindakan pasif |
Adik |
Kutunggu |
verba
transitif tindakan pasif |
|
kautunggu (adik) |
verba
transitif tindakan pasif |
leksem |
KIRIM |
verba transitif tindakan |
Rini |
mengirim (uang) |
verba transitif tindakan aktif ragam
formal |
Uang |
dikirim (Rini) |
verba transitif tindakan pasif) |
|
kukirim (uang,Rini) |
verba
transitif tindakan pasif |
|
kaukirim
(uang,Rini) verba transitif tindakan pasif |
|
Dari paparan
di atas, pengimbuhan afiks infleksi meng- merupakan tuntutan struktur sintaksis dalam ragam
formal, yakni agen (ayah) diletakkan pada
posisi sebelum verba (menunggu) yang mengisi fungsi subjek dan pasien (adik) diletakkan pada posisi sesudah
verba (menunggu) yang mengisi fungsi objek.
Selanjutnya, pengimbuhan afiks infleksi di- pada leksem itu merupakan tuntutan struktur sintaksis,yakni pasien
(adik) diletakkan pada posisi sebelum verba
(ditunggu). Dengan demikian, afiks infleksi meng- dan di- tidak mengubah makna leksikal leksem tersebut.
*Reduplikasi Infleksi Bahasa Indonesia*
Proses reduplikasi
penuh pada verba transitif tindakan merupakan proses reduplikasi infleksi karena untuk menyatakan pluralitas tindakan tanpa mengubah
makna verba tersebut. Proses reduplikasi penuh bisa terjadi secara teramalkan pada banyak verba transitif
tindakan dan memiliki makna yang tetap, yakni
‘pluralitas’. Dengan demikian, reduplikasi penuh infleksi ini adalah proses reduplikasi infleksi yang berfungsi
menurunkan verba reduplikasi transitif tindakan plural.
Proses reduplikasi penuh infleksi ini pada verba transitif tindakan
menurunkan verba reduplikasi transitif tindakan menurunkan verba
reduplikasi transitif tindakan plural. Hal itu terbukti dari contoh kalimat di bawah ini.
(1)
Ibu memotong- motong kue.
(2)
Roni menepuk- nepuk punggungku.
Pada contoh kalimat di atas, fungsi predikat diisi verba reduplikasi transitip tindakan plural (memotong- motong,
menepuk- nepuk). Verba reduplikasi
transitip tindakan plural ini diturunkan dari proses reduplikasi penuh pada verba
transitif tindakan memotong dan menepuk (dari leksem POTONG dan TEPUK). Hal itu berarti
pada verba reduplikasi transitip tindakan. Memotong- motong dan
menepuk- nepuk yang terjadi adalah pluralitas tindakan memotong dan menepuk.
*Derivasi dalam Bahasa Indonesia*
Penentuan
proses derivasi dan infleksi dengan membandingkan ada atau tidaknya
perbedaan makna leksikal
verba afiksasi dengan
dasar yang ditunjukkan oleh perbedaan identitasnya ( Verhaar, 1996: 143). Selanjutnya, afiksasi atau reduplikasi yang mengubah makna leksikal adalah
proses derivasi. Proses derivasi
dalam bahasa Indonesia, khususnya pada verba dapat dibedakan menjadi
dua, yakni derivasi
transposisional dan derivasi
taktransposisional. Derivasi
transposisional adalah derivasi yang tidak mengubah kelas kata, namun tetap mengubah makna leksikalnya. Di bawah
ini dipaparkan proses derivasi dalam
bahasa Indonesia.
Afiks Derivasi ber-,
ter-, ke-an, ber-an, ber-kan dalam bahasa Indonesia Dalam bahasa Indonesia, banyak verba diturunkan dari nomina
dengan proses derivasi. Afiks
derivasi yang digunakan antara lain: meng-, ber-, ter-ke-an, ber- an, ber-kan. Pemakaian afiks derivasi
tersebut dapat dilihat dalam kalimat di bawah
ini.
a)
Sekarang judi mulai
menjamur.
b)
Rumah itu berjendela banyak.
c)
Masyarakat dan polisi
sama- sama terluka.
d)
Siswa- siswa SDN
1 Grabag Kabupaten
Magelang keracunan.
e)
Rini duduk bersebelahan dengan Ita.
f)
Para pendemo
bersenjatakan kayu dan batu.
Pada kalimat
a- f, terdapat verba intransitif menjamur, berjendela, terluka, keracunan, bersebelahan, dan bersenjatakan yang menduduki fungsi predikat.
Hal ini berarti afiks derivasi meng-, ber-, ter-, ke-an, ber-an, dan ber- kan dapat menurunkan verba intransitif menjamur, berjendela, terluka, keracunan, bersebelahan, dan
bersenjatakan dari nomina jamur, jendela, luka, racun, sebelah, dan senjata. Dengan demikian, afiks meng-, ber-, ter-, ke- an, ber- an,
dan ber- kan terbukti merupakan afiks derivasi dalam bahasa Indonesia.
*Reduplikasi Derivasi dalam Bahasa Indonesia*
Dalam
bahasa Indonesia ditemukan reduplikasi derivasi yang terbentuk reduplikasi penuh dan reduplikasi dengan perubahan fonem yang dapat
menurunkan leksem tertentu. Proses reduplikasi derivasi dalam bahasa
Indonesia dapat dilihat dari kalimat di bawah ini.
a. Budi dan Iwan duduk- duduk di ruang depan.
b. Rita masih malu-
malu bersolek.
c. Dia membolak- balik novel.
Pada contoh
kalimat a di atas, fungsi predikat diisi verba reduplikasi intransitif perbuatan yang bermakna
‘pelaku bertujuan santai pada D (dasar)’, yakni duduk-
duduk. Verba reduplikasi intransitif perbuatan yang bermaka ‘pelaku bertujuan santai pada D’
itu diturunkan dari proses reduplikasi penuh dari verba duduk.
Pada contoh
kalimat b di atas, fungsi predikat diisi verba reduplikasi intransitif keadaan yang bermakna ‘sedikit
D (dasar)’, yakni malu- malu yang bermakna
‘ sedikit malu’. Verba reduplikasi intransitif keadaan yang bermakna ‘sedikit D‘ itu diturunkan dari proses reduplikasi
penuh dari verba malu.
Pada
contoh kalimat e di atas, fungsi predikat diisi verba reduplikasi transitif tindakan dua arah, yakni bolak-
balik verba reduplikasi transitif tindakan
dua arah itu diturunkan dari proses reduplikasi dengan perubahan fonem bolak- balik
dari verba balik.
PROSES
MORFOLOGI DERIVASI DAN INFLEKSI
Dari
persektif morfologi derivasi dan infleksi, dapat dijelaskan berikut ini. Jika
verba menyeberang disusun dalam
paradigma infleksi, maka akan dihasilkan bentuk yang tidak berterima yakni, *diseberang, * kauseberang, *kuseberang,
sedangkan jika verba menyeberangi disusun
dalam paradigma infleksi, maka dihasilkan bentuk-bentuk yang diterima yakni menyeberangi, diseberangi, kauseberangi,
kuseberangi(Ermanto.2016:3).
Dilihat
dari sudut pandang morfologis dapat dijelaskan bawah derivasi dan infleksi itu distribusinya
berbeda dari dasarnya. Apabila verba menyeberang disusun dalam proses infleksi,
maka akan dihasilkan bentuk yang tidak berterima yakni, diseberang,
kauseberang, kuseberang. Sedangkan verba menyeberangi disusun dalam proses
infleksi, maka dihasilkan bentuk diterima yakni menyeberangi, diseberangi,
kauseberangi, dan kuseberangi.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahawa proses morfologi infleksi dalam prosesnya
atau mengahasilkan kata dalam bahasa fleksi ditentukan oleh kata itu sendiri
atau menyesuaikan dengan bentuk katanya. Verba menyeberangi, melintasi adalah verba tindakan (verba transitif),
dan verba menyeberang, melintas
adalah verba perbuatan (verba intransitif) yang memiliki komplemen.
(Ermanto.2016:4)
Pembentukan
kata membeli dari dasar beli adalah sebuah kasus inflektif;
tetapi pembentukan kata pembeli dari
dasar beli adalah sebuah kasus
derivatif. Dasar beli dan kata membeli sama-sama
berkatagori verba; sedangkan dasar beli
dan kata pembeli tidak sama
kategorinya; beli adalah verba dan pembeli adalah nomina (Chaer. 2015:38).
Jadi
dalam pembentukan kata membeli dari dasar beli merupakan kasus dari inflektif.
Sedangkan pembentukan kata pembeli dari dasar beli merupakan sebuah kasus
derivatif. Dapat dijelaskan bahwa bagaimana hal tersebut bisa terjadi karena
kata membeli dengan kata beli adalah sama-sama berkategori verba sedangkan kata
pembeli dengan dasar beli kategorinya tidak sama melainkan mengalami perubahan
dari verba (kata kerja) berubah menjadi nomina yaitu (kata benda).
Bedasarkan
hirarki, afiks meN- pada kedua bentuk
memperbesar, membesarkan adalah
berfungsi infleksi, yakni menurunkan bentuk kata untuk verba tindakan (Vtr),
yakni memperbesar, diperbesar,
kauperbesar, kuperbesar; membesarkan, dibesarkan, kaubesarkan, kubesarkan(Ermanto.2016:10).
Jadi bedasarkan jenjang atau tingkatannya, afiks meN- pada bentuk memperbesar
dan membesarkan adalah berfungsi infleksi, yaitu menurunkan bentuk kata untuk
verba tindakan yakni seperti memperbesar, diperbesar, kauperbesar, kuperbesar,
membesarkan, dibesarkan, kaubesarkan dan kubesarkan.
Morfologi
derivasi dibedakan atas: (1) derivasi yang mengubah kelas kata; dan (2)
derivasi yang tidak mengubah kelas kata
(Ermanto.2016:18). Jadi dijelakan dalam morfologi bahwa derivasi
dibedakan atas dua bagian atau dibagi menjadi dua yaitu derivasi yang mengubah
kelas kata dan juga derivasi yang tidak mengubah kelas kata. Contoh derivasi
yang mengubah kelas kata adalah seperti kata pukul menjadi pemukul, mabuk
menjadi pemabuk, laut menjadi pelaut.
Contoh derivasi yang tidak mengubah kelas kata adalah seperti kata ajar menjadi
mengajar, lurah menjadi kelurahan. Pengubahan kelas kata sudah pasti mengubah
makna leksikal, namun pengubahan makna leksikal, bisa tidak mengubah kelas kata
(Ermanto.2016:19).
Afiks
derivasi adalah afiks yang memproduksi leksem baru (kata dalam pengertian
leksem); dan afiks infleksi adalah afiks yang memproduksi bentuk kata/kata
gramatikal. (Ermanto.2016:20). Artinya bahwa afiks derivasi itu adalah afiks
yang menghsilkan leksem baru. Sedangkan afiks infleksi yaitu afiks yang
menghasilkan bentuk kata atau kata gramatikal, kata yang sesuai dengan tata
bahasa. Proses derivasi selalu memproses kata (leksem) sebagai inputnya, dan
tidak memproses bentuk kata (hasil infleksi) sebagai inputnya
(Ermanto.2016:32).
PERBEDAAN
DERIVASI DAN INFLEKSI
Secara umum dapat
dikatakan bahwa morfem derivasional berfungsi mengalihkan kelas kata bentuk
dasar ke dalam kelas kata yang berbeda. Sedangkan morfem-morfem infleksional
lebih berfungsi sebagai pernyataan kategori gramatikal. (Parera. 2007:24).
Derivasi
menghasilkan leksem baru dan infleksi menghasilkan bentuk kata (kata
gramatikal) dari leksem Bauer (dalam Ermanto. 2016:22). Boiij (dalam Ermanto.
2016:29) derivasi berpotensi mengubah kategori (kelas kata), tetapi infleksi
tidak berpotensi mengubah kategori (kelas kata). Jadi dari kedua pandangan para
pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa derivasi menghasilkan kata baru yang
menyebabkan perubahan pada kategori kata atau kelas kata dari sebuah kata
dasarnya. Sedangkan infleksi menghasilkan beberapa bentuk kata dari sebuah
kata, dimana arti atau makna kata tersebut tidak berubah melainkan tetap.
Bedasarkan
pendapat Nida (dalam Ermanto. 2016:24) morfem derivasi lebih beragam
jumblahnya, tetapi morfem infleksi kurang beragam jumblahnya. Artinya bahwa
morfem yang mengalami proses derivasi lebih banyak dan beragam dibandingkan
morfem yang mengalami proses infleksi. Akan tetapi morfem derivasi kurang
produktif artinya terbatas distribusinya, sedangkan morfem infleksi itu lebih
produktif distribusinya lebih luas.
Infleksi
ditentukan oleh sintaksis (kalimat), tetapi derivasi tidak ditentukan oleh
sintaksis (kaliamat) Aronoff dan Fudeman (dalam Ermanto. 2016:29-30). Artinya
bahwa dalam proses fleksi yaitu perubahan sebuah bentuk kata, dipengaruhi dan
ditentukan oleh kata yang mengalami proses infleksi tersebut. Jadi dalam proses
fleksi itu tergantung pada katanya. Sedangkan derivasi tidak dipengaruhi dan
ditentukan oleh kata. Derivasi selalu memproses kata dan tidak memproses bentuk
kata (hasil infleksi).
Parera (2007:24-25)
menyatakan, berdasarkan data bahasa, kata derivasional dapat berperilaku
sebagai berikut: (1) kata derivasional dapat menjadi bentuk dasar baru untuk
pembentukan kata-kata yang lain, baik yang derivasional maupun yang
infleksional. Misalnya, adjektif “maksa” dialihkan menjadi nomen “pemaksa”.
Nomen “pemaksa” dapat dialihkan lagi menjadi nomen “pemaksaan”. (2) kata-kata
derivasional tidak dapat diruntuhkan dalam satu perangkat seperti morfem-morfem
infleksional.
Morfem-morfem
derivasional dapat tata leksikon. Misalnya, kita dapat menyusun satu perangkat
seperti: rumah-rumah-perumahan,
mencuci-dicuci. (3) jika muncul satu morfem derivasional dan satu morfem
infleksional untuk membentuk sebuah kata, maka morfem derivasional harus
didahulukan. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata “sing” sebuah nomen dmati
dialihkan menjadi nomen hidup “singer” dan kemudian mendapatkan morfem
infleksional –s meenjadi “singers” (sing- er-s).
Parera (2007:25)
menyatakan, Perilaku kata infleksional dapat dicirikan agak bertentangan dengan
kata derivasional. Kata infleksional pada umumnya menyatakan kategori
gramatikal dan hubungan sintaksis. Oleh karena itu, kata infleksional dapat
berciri tambahan: (1) morfem infleksional tidak dapat diulang dalam satu kata
infleksional. (2) pada umumnya morfem infleksional yang menyatakan hubungan
sintaksis dan kategori gramatikal terjadi di akhir dalam struktur kata
infleksional.
PERSAMAAN
DERIVASI DAN INFLEKSI
Derivasi
memproses input yang berupa kata (leksem), dan infleksi juga memperoses input yang
berupa kata (leksem) (Ermanto. 2016:32). Jadi persamaan antara derivasi dengan
infleksi itu terlihat sangat jelas, yaitu sama-sama memperoses intup atau
masukan yang berupa kata. Sama-sama mengolah atau menyempurnakan masukan yang
berupa kata.
Pustaka
· Arifin, E Zaenal & Junaiyah. 2009. Morfologi:
Bentuk, Makna, dan Fungsi. Edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Kompas Gramedia.
·
Bauer, Laurie.
2003. Introduction Linguistic Morphology. Second Edition. Edingburgh University Press.
·
Bauer, Laurie.
2004. A Glossary of Morphology. Edingburgh University Press.
·
Bloomfield, L.
1995. Language. London.
· Fromkin, V., Rodman, R., Hyams, N. 2003. An Introduction to language. Seventh
Edition. Boston: Thomson
Heinle.
· Katamba, Francis & Stonham, John. 2006. Morphology. Second Edition. New York: Publish
by Palgrave Macmillan.
·Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
·
Matthews, P.H. 1991. Morphology. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press.
·
Thomas E. 2003. Describing morphosyntax: A guide for field linguists. Cambridge; New York:
Cambridge University Press. SIL International. Http://www.sil.org/linguistics/GlossaryOfLing uisticTerms/WhatIsAMorpheme.htm
· Samsuri. 1994. Analisis
Bahasa. Cetakan Ketujuh.
Jakarta: Erlangga.
· H. Alwi; Soenjono
Dardjowidjojo, Hans
Lapoliwa, Anton M. Moeliono (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
· N.F. Alieva, dkk (1991). Bahasa
Indonesia Deskripsi dan Teori. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 211. ISBN 9794137057. OCLC 645828121.
· "Kata", Ensiklopedi Nasional Indonesia
(ENI), 8, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990
·
Parera, Jos Daniel. 2007. Morfologi
Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
·
Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Kajian
Morfologi (Bentuk Derivasional dan Infleksional). Bandung: PT Refika
Aditama.
·
Ermanto. 2016. Morfologi Afiksasi
BAHASA INDONESIA Masa Kini. Padang.
·
Chaer, Abdul. 2015. Morfologi
Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.
·
https://www.scribd.com. Morfologi Bahasa Indonesia Materi Derivasi Dan
Infleksi.
·(I Putu Surya Hadi dan Dwi Prastiwi.2019.Derifarsi dan
Infleksi. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar