*KETAKLAZIMAN
PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM BAHASA LISAN*
Gaya bahasa mempunyai
cakupan yang sangat luas baik itu untuk tulisan maupun pembicaraan. Secara
umum, pengertian gaya bahasa adalah pengaturan kata-kata dan
kalimat-kalimat oleh penulis atau pembicara dalam mengekspresikan ide,
gagasan, dan pengalamannya untuk meyakinkan atau mempengaruhi pembaca atau
pendengar.
Gaya
bahasa merupakan bentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara
maupun menulis untuk mempengaruhi pembaca atau pendengar. Selain itu, gaya
bahasa juga berkaitan dengan situasi dan suasana dimana gaya bahasa dapat
menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, misalnya kesan baik atau
buruk, senang, tidak enak dan sebagainya yang diterima pikiran dan
perasaan melalui gambaran tempat, benda-benda, suatu keadaan atau kondisi
tertentu. Gaya bahasa adalah sebagai alat untuk meyakinkan atau
mempengaruhi pembaca atau pendengar.
*Pengertian gaya bahasa
menurut beberapa ahli:*
Kamus
Linguistik (Harimurti Kridalaksana, 1982), gaya bahasa (style) mempunyai
tiga pengertian, yaitu: (1) Pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh
seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) Pemakaian ragam tertentu untuk
memperoleh efek-efek tertentu; (3) Keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok
penulis sastra.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, gaya bahasa adalah (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa
oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk
memperoleh efek-efek tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok
penulis sastra; (4) cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam
bentuk tulis atau lisan;
Leech
dan Short (1981) mengemukakan bahwa gaya bahasa adalah cara menggunakan
bahasa dalam konteks tertentu, oleh orang tertentu, untuk tujuan tertentu.
Guntur
Tarigan (2009) mengemukakan bahwa gaya bahasa merupakan bentuk retorik,
yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan
atau mempengaruhi penyimak atau pembaca. Bila dilihat dari fungsi bahasa,
penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi puitik, yaitu menjadikan
pesan lebih berbobot.
Gorys
Keraf (2002:113), gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Lebih lanjut disebutkan
bahwa sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur, meliputi
kejujuran, sopan-santun, dan menarik.
Gaya bahasa ditentukan oleh ketepatan dan kesesuaian pilihan kata (diksi). Kalimat, paragraf, atau wacana menjadi efektif jika diekspresikan dengan gaya bahasa yang tepat. Gaya bahasa mempengaruhi terbentuknya suasana, kejujuran, kesopanan, kemenarikan, tingkat keresmian, atau realita.
Gaya resmi, misalnya, dapat membawa pembaca atau pendengar ke dalam suasana serius dan penuh perhatian. Suasana tidak resmi mengarahkan pembaca/pendengar ke dalam situasi rileks tetapi efektif. Gaya percakapan membawa suasana ke dalam situasi realistis.
Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan penerima yang menjadi sasaran) dapat menarik perhatian penerima. Sebaliknya, bila penggunaannya tidak tepat, maka penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka. Pemakaian gaya bahasa juga dapat menghidupkan apa yang dikemukakan dalam pembicaraan maupun tulisan, karena gaya bahasa dapat mengemukakan gagasan yang penuh makna dengan singkat.
Majas atau gaya
bahasa yaitu pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian
ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu yang membuat sebuah
karya sastra semakin
hidup, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara
khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis
Majas
digunakan dalam penulisan karya sastra, termasuk di dalamnya puisi dan prosa. Umumnya puisi
dapat mempergunakan lebih banyak majas dibandingkan dengan prosa. Majas adalah
bahasa kiasan yang dapat menghidupkan sebuah karya sastra dan menimbulkan
konotasi tertentu. Penggunaan majas yang tepat akan membantu pembaca untuk
memahami makna dalam sebuah karya sastra.
*Gaya Bahasa Berdasarkan Nada yang Dihasilkan oleh Pilihan Kata*
1.
Gaya bahasa bernada rendah (gaya
sederhana) menghasilkan ekspresi pesan yang mudah dipahami oleh berbagai
lapisan pembaca, misalnya dalam buku-buku pelajaran, penyajian fakta,
dan pembuktian.
2.
Gaya bahasa bernada menengah,
rangkaian kata yang disusun berdasarkan kaidah sintaksis dengan menimbulkan
suasana damai dan kesejukan, misalnya: dalam seminar, kekeluargaan, dan
kesopanan.
3.
Gaya bahasa bernada
tinggi mengekspresikan maksud dengan penuh tenaga, menggunakan
pilihan kata yang penuh vitalitas, energi, dan kebenaran universal. Gaya
ini menggunakan kata-kara yang penuh keagungan dan kemuliaan yang dapat
menghanyutkan emosi pembaca atau pendengarnya. Gaya ini sering digunakan
untuk menggerakkan masa dalam jumlah yang sangat banyak.
Menurut
penjelasan Harimurti Kridalaksana, gaya bahasa (style) mempunyai tiga
pengertian, yaitu
1. pemanfaatan atas kekayaan bahasa
oleh seseorang dalam bertutur atau menulis;
2. pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu; dan
3. keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.
Dengan demikian,
majas bisa juga dikatakan sebagai bahasa indah yang digunakan untuk
mempercantik susunan kalimat. Tujuannya yaitu untuk memperoleh efek tertentu
agar tercipta sebuah kesan imajinatif bagi penyimak atau pendengarnya, baik
secara lisan maupun tertulis.
Ketaklaziman bahasa lisan yang digunakan dalam percakapan
akan menimbulkan kesalahpahaman atau
salah tafsir apabila tidak dipahami dengan menggunakan kebahasaan.
Kalimat-kalimat tersebut tercermin dalam bahasa lisan yang sering kita gunakan.
Ketaklaziman penggunaan kalimat terebut sebenarnya masih
dalam bentuk style atau gaya bahasa dalam tataran yang mungkin belum lazim
diketahui oleh Masyarakat. Ada beberapa gaya bahasa yang masih asing dalam
penggunaannya.
1. Gaya
bahasa “Riasan”
Gaya bahasa yang melukiskan
perasaan, perasaan penegasan maksud/menyatakan satu buah pikiran yang
mengadakan perbandingan yakni dengan cara yang tidak langsung.
Contoh :
- Kata Ani “ sudah lama aku tidak melihat batang hidung Alia”.
2. Gaya Bahasa “Agrestopa”
Gaya bahasa yang dipakai oleh seseora ng untuk menyapa menegur mengharap me
minta dan menyuruh mahluk bukan manusia.
Contoh :
- Sekedar permintaan :
Hai angina berhembuslah dikau perlahan-lahan
Bawalah perahuku ke samudr a tujuan
Dan engkau, tenangkanlah sikapmu.
3. Gaya Bahasa “Simetri”
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa bagian kalimat sehingga menimbulkan
suasana keseimbangan.
Contoh :
- Ayah memikul beban, kakak menjinjing keranjang sedangkan ibu menggendong
adik.
4. Gaya Bahasa “Melioratif”
Gaya bahasa yang dipakai oleh seseorang untuk menggunakan kata-kata yang
dirasakannya mengandung nilai lebih tinggi.
Contoh :
Kami menjabat sebagai pimpinan di
perusahaan itu.
5. Gaya Bahasa “Antifrasis”
Gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata dengan nama kebalikannya.
Contoh:
- Lihat si bintang kelas beraksi.
6. Gaya Bahasa “Aforisme”
Gaya bahasa yang berisi kenyataan tentang hidup.
Contoh :
- Tak kenal maka tak sayang.
7. Gaya Bahasa “Hipetase”
Gaya bahasa yang menggunakan kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata yang
lain .
Contoh :
- Ia berbaring pada sebuah bantal yang gelisah.
8. Gaya Bahasa “Tripan”
Gaya bahasa kiasan yang menggunakan makna tepat/ sejajar.
Contoh :
- Seharian senja dia mengukur jal;an di kotak itu.
9. Gaya Bahasa “Orotaris”
Gaya bahasa yang melukiskan suatu peristiwa dengan menggunakan kalimat tanya.
Contoh :
- Apakah kamu tidak tahu tidak merasa, tidak merasa menyakitimu itu sudah
patah.
10. Gaya Bahasa “Paraklisme”
Gaya bahasa yang melukiskan suatu hal dengan menggunakan isi kalimat yang
dimaksud dengan tujuan yang sama.
Contoh :
- Kamu tak boleh keluar, kamu tidak
boleh pergi.
11. Gaya Bahasa “Atetelis”
Kata yang berupa paduan kata yang bersamaan kalimat.
Contoh :
- Mundurnya negara ini tergantung kita sendiri.
12. Gaya Bahasa “Epilet”
Suatu gaya yang berwujud semacam acuan yang menyatakan suatu sifat / ciri
khusus.
Contoh :
- Putri malam begitu cantik (bulan).
13. Gaya Bahasa “ Erotesis”
Gaya bahasa yang berbentuk pertanyaan dengan tujuan untuk memeproleh penegasan
atau endekatan yang wajar yang tidak memeproleh jawaban.
Contoh :
- Buat siapa lagi harta bendaku, kalau bukan buat kalian
14. Gaya Bahasa “Andilopsis”
Gaya bahasa yang selalu menjadikan kata terakhir atau frase terakhir dalam
suatuy kalimat atau frase utama klausa atau kalimat berikutnya.
Contoh :
- Dalam baju ada saku, dalam hati oh tak ada apa yang ada.
15. Gaya Bahasa “Antisetris”
Gaya bahasa yang mengandung gagasan atau maksud bertentangan menggunakan yang
berlawanan
Contoh :
- Dulu putri adalah anak pendiam, tetapi
sekarang berubah menjadi anak yang lincah
Referensi
1.
^ Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga. 2002.
2.
^ Endah Prihastuti, Kahfie Nazaruddin, Edi Suyanto
(2017). "Majas
dalam Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta? dan Kelayakannya Sebagai Bahan
Ajar". Jurnal Kata. 5 (2):
2. Diarsipkan dari versi
asli tanggal 2021-01-21. Diakses
tanggal 2020-12-10.
3.
^ Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus linguistik (edisi ke-Ed. 4). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. ISBN 978-979-22-3570-8. OCLC 271724799.
4.
^ Karnesyia, Annisa (02 Oktober 2021). "4
Jenis Majas dan Contohnya untuk Diajarkan ke Anak, Bunda Perlu Tahu". HaiBunda. Diakses tanggal 8 November 202
Tidak ada komentar:
Posting Komentar