Selasa, 26 Agustus 2014

Antologi Puisi ( Penaku Menari Sendiri ) Kasih Guruku



Kasih Guruku

Kami  mengerti saat-saat pelajaran, kami masih saja bercanda dengan teman
Padahal Engkau telah memulai dengan pelajaran.
Kami tahu ketika materi harus dituntaskan, tapi kami masih berbincang tentang masa depan yang masih di awan.
Kami paham fatwa-fatwamu menjelang akhir waktu, namun kami masih asyik menghitung hari yang tak pernah berakhir.

Saat penyesalan itu tiba, kami hanya bisa menangis, meratapi waktu yang cepat berlalu tanpa kami perhitungkan.
Saat kegundahan telah datang membayang, merobek menghapus semua impian, memudarkan sebuah harapan dan cita-cita.
Saat kami harus memilih dan menentukan masa depan kami, kami tak mampu untuk mewujudkan.

Hari ini waktu telah datang dan memenggal kebahagiaan sesaat yang pernah kami reguk bersamamu
Hari ini telah nyata, waktu yang kami nanti selama tiga tahun, kenyataan-kenyataan yang tak sesuai  dengan harapan yang telah kami pahat dalam angan, hati, dan cita-cita.
Hari ini betul-betul kami rasakan, betapa kami sangat memerlukan Engkau, tapi kami tak pernah sadar.

Kami terlambat untuk dapat mengerti, dan penyesalan datang terlambat untuk dapat mengerti akan nasihatmu.
Kami saat ini menangispun tak dapat mengeluarkan air mata karena waktu telah memenggal perjalanan kita.
Kami malu untuk memohon bahkan tak punya muka untuk meminta maaf padamu karena kami tak dapat memenuhi harapan yang Engkau Idamkan.

Beri kami arti dalam segala kesalahan kami, beri kami maaf dalam ketak patuhan menjalankan fatwamu.
Beri kami kepercayaan sekali lagi, agar kami dapat ringankan langkah kami meraih cita kami yang belum terjawab.
Beri kami Doa agar tenangkan hati kami dalam mengejar sisa keinginan kami untuk mewujudkan sepenggal harapan yang masih Engkau tanamkan dalam setiap fatwamu.

Lembutnya sentuhan sanubarimu masih tersisa dalam relung hati yang paling dalam.
Kerasnya nyanyianmu setiap hari adalah cemeti yang masih kami jadikan untuk meraih cita kami.
Tangan-tangan lembutmu telah mendewasakan kami dalam berfikir dan bertindak untuk mengambil sebuah keputusan yang besar.

Berjuta kata yang menjelma dalam pikiran terbesit satu kata yang indah untuk kita. ” Terimakasih Bunda, terimakasih Bapak, doa dan maafmu kami harap dapat menyirami perjalanan mencari makna hidup yang baru saja akan kami mulai ”

                                                            Bantul, 24 April 2010

                                                            R.Purwantaka
                                                            Dalam  Antologi Penaku Menari Sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar