Minggu, 14 November 2021

Mau Bilang APa ( Pak Taka )

 


Pak Taka

*MAU BILANG APA*

 

 

Aku katakan sekali  lagi

“ Mau Bilang Apa “

Ketika rasa jenuh sudah diubun-ubun

Penat, bodsan, dan bingung masuk di otak

Mata tak lagi dapat diajak kompromi

Badan lelah diajak tegak berdiri

Tangan tak lagi mampu untuk mengeja huruf satu per satu

 

 

Terus aku harus bilang apa ?

Memberimu kata-kata saja

Sudah tak mampu menterjemahkan

Apalagi sederet kalimat panjang yang sarat dengan makna

Membisikkan doa saja sudah enggan mendengar

Apalagi sederet ayat-ayat Tuhan yang sarat dengan petuah.

Mestikah kata “ Biar “ harus terucap ?

Aku khawatir malaikat akan mengamini doa itu.

Aku takut Tuhan murka dengan mengambil sebuah keputusan hanya satu kata itu.

 

 

Lalu aku mau bilang apa ?

Fatwa-fatwa Tuhan saja tak mampu meluluhkan hati yang terlanjur beku.

Panas api neraka tak lagi menjadi senjata ampuh untuk menyadarkan mereka.

Dua malaikat Mungkar dan nangkir menggeleng-gelengkan kepala

Seandainya mereka bisa mengadukan pada Tuhan sekarang,

 pasti akan segera melaksanakan perintah untuk meremukkan tulang-tulang pembangkang

 

 

Ku  tahan kata itu jangan sampai terucap

Agar malaikat tak menagih janji pengabdi sebagai guru nanti.

Agar buku catatan bersih dari noda dengki

, namun tetaplah aku harus bilang apa untuk siswa-siswiku.

Selain doa yang kubisikkan pada Tuhan lewat getaran untaian tasbih yang diselimuti dinginnya malam beralaskan sajadah.

 

 

 

                                                                                                                       

 

 

 

 

Saat Sujud

( Mas Pur )

 

 

Tuhan...

Jadikan kami ...

istighfar saat salah

 

 

Ya Alloh

Jadikan kami...

sabar saat diuji

 

 

Ya Robbi

Jadikan kami...

bersyukur saat diberi

 

 

Ya Tuhan Penguasa alam...

Dan jadikan kami ...

memaafkan saat didzolimi

 

amin

 

Tangan-tangan Kecil

( Purwantaka )

 

Tangan – tangan kecil melambaikan bendera merah putih

Berbaris rapi menyambut datangnya Ibu guru

 

“ Selamat pagi, Bu Guru !”

Ucapnya dengan kepala menunduk mencium tangannya

 

Hari ini sudah beratus tahun yang lalu

Telah ditetapkan untuk anak bangsa

Hari ini hari kemuliaan bagi guru

Yang telah menjadikan kita bisa baca tulis

Hari ini kita rayakan karena jadikan kita pejabat negara

Hari ini kita  sambut bersama

Karena mereka telah mengabdi buat negara

 

Akan kita bawa  kemana lagi  jasa mereka

Akan kita bawa kemana lagi pendidikan anak-anak kita

Yang menganggap bahasa inggris lebih penting dari bahasa indonesia

Yang menganggap mencari uang lebih penting dari mencari surga

Yang menganggap rupiah lebih berharga dari kumandang suara azan

Yang menganggap musik barat lebih nikmat dari sholawat

 

Sebelum terlambat

Arahkan busur anak panah melesat

Membidik sasaran yang tepat

Bukan menghasilkan pengkhianat

 

Sebelum terlambat

Tulislah di lembaran kertas putih anak-anak negeri

Agar mengakar abadi

 

Tuhan Masihkan Maaf-Mu untuk Ku

( Purtaka )

 

Hari ini, kemenangan telah tergenggam

Jangan tinggalkan kembali

 

Hari ini jiwa telah disucikan

Jangan lagi dikotori

 

Sempurnakan dengan “Maaf ‘

Bersihkan hati

 

Meniti kembali

Hari-hari penuh tantangan menanti

 

Langkahkan kai meraih sukses

Menapaki jalan “ Sirotul Mustaqim “

 

Saat kata maaf di ujung lidah

Bersama nafas mohon ampun

Dalam lafadz dzikir

Mengagungkan Asma Alloh

Masihkan maaf-Mu untukku ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pesan Buat Anakku

Anakku, ketika kau akan  bisa berjalan
hati-hatilah, jalan ini licin, berdebu, dan terjal
tak ada tongkat kayu yang menyanggamu
bahkan tak ada tangan yang menggandengmu.

Anakku, ketika kau akan bisa berbicara
hati-hatilah, ruangan ini penuh dengan suara-suara
banyak serangga, hewan, bahkan manusia berteriak
dengarkan suara yang bersih, bening, dan merdu
agar telingamu merekam suara indah sampai ke lubuk hatimu

Anakku, ketika kau akan bisa berlari, bahkan bergerak bebas
ingatlah bahwa ujung dunia ini terbatas
jangan kau sangaka ufuk timur itu batas akhir
jangan kau percayai bahwa ufuk barat itu akhir perjalanan
Masih ada tempat yang lebih sempurna menunggumu

Purwantaka
dalam rindu buat anakku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar