“ GURU MAKAN BUAH SIMALAKAMA, ANTARA GURU DAN KENAKALAN SISWA “
|
|
OLEH : Pak Pur
|
Seribu cerita tentang guru. Tak pernah
habis mengupas tentang Kehidupan guru dan Permasalahannya. Guru adalah aktor
utama dari berlangsungnya pendidikan dan pengajaran. Guru sebagai sumber
pengetahuan sedangkan siswa sangat tergantung pada kemampuan guru dalam
hal transfer of knowledge dan transfer of Science.
Sebuah pembelajaran hidup kadang harus
dilakukan dengan berbagai cara. Kalau teguran halus tidak mempan ada kalanya
siswa harus diberi shock terapi agar kapok dan tidak mengulangi
kenakalannya lagi. Kekerasan tidak berarti melanggar HAM seperti yang sekarang
sering menjadi senjata orangtua, aktivis pembela HAM anak, komisi perlindungan
anak, pengacara. Disinilah delima guru di kelas sedang diuji. Guru sudah
dilindungi oleh undang-undang.
Bukan untuk membandingkan dan memberi penilaian yang menyudutkan, tetapi
ini sebagai koreksi untuk mengukur delimatis guru Zaman Dulu dan Sekarang. Guru
zaman dulu masih bisa leluasa mendidik, membentuk dan mengarahkan siswanya.
Sebagai orangtua tentu guru harus bisa menanamkan karakter kuat, mendidik
dengan tegas apabila siswa berkelakuan buruk.
Karena pendidikan bukan hanya masalah
transfer pengetahuan dan ilmu, pendidikan juga membentuk watak, karakter dan
perilaku siswa. Fungsi sekolah salah satunya adalah memperkenalkan
murid-muridnya bahwa ia (siswa) adalah bagian dari masyarakat. Perbedaan
karakter wajar tetapi siswa harus mampu menghargai perbedaan itu sebagai bagian
dari perilaku sosial.
Ki Hajar Dewantara: mengatakan "Ing
Ngarso Sung Tuladha, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani", yang
artinya adalah "Di depan Guru Memberi Teladan, di tengah guru memberi
semangat, di belakang guru mendorong siswanya untuk selalu belajar dan
berperilaku baik". Di sinilah muncul berbagai dilema dari para guru. Di
satu sisi guru dituntut pengabdiannya untuk selalu memberikan yang terbaik
kepada anak-anak didiknya, namun di sisi lain gaji/kesejahteraan mereka kurang
bahkan tidak diperhatikan.
Bagaimana dengan gaji yang diterima guru
yang tidak seberapa, bahkan untuk Guru Honorer yang sudah bekerja penuh
dedikasi masih saja tak pernah diperhatikan nasibnya. mereka tetap setia untuk membimbing para anak
didiknya. Mereka tetap memberikan yang terbaik buat anak-anak didiknya. Karena
mereka tahu bahwa di tangan merekalah ujung tombak pembentuk dan pencetak
generasi bangsa ini (berkualitas atau tidak, berakhlak baik atau sebaliknya).
Hak mereka (para guru) juga harus
dipenuhi dan diperhatikan. Dan juga semoga para guru di tanah air yang tercinta
ini tetap setia dan ikhlas dalam mengajar, membimbing, melatih, dan mendidik
para anak didiknya, sehingga Dulu kita masih
dihargai setiap memberikan pendidikan kepada anak murid. Tapi, kalau sekarang
salah sedikit saja soal ucapan, kami langsung di-bully, malah sampai ada yang
dilaporkan ke yang berwajib.
Guru
acapkali kebingungan menghadapi murid yang di luar kendali. Teguran yang
diberikannya pun harus lebih dulu dikonsultasikan kepada sesama rekan guru.
“Khawatir perkataannya jadi pemicu ketersinggungan. Guru hanya bisa berharap orangtua murid dapat membantu tugas guru
mendidik anak. Karena pada dasarnya pendidikan itu bukan hanya didapat dari
sekolah, melainkan dari rumah dan lingkungan anak itu tinggal.
mampu
melahirkan generasi yang berilmu dan berakhlak baik.
https://www.kompasiana.com/dwiatmoko/5c679d72677ffb26c216e7c5/dilema-guru-menghadapi-siswa-zaman-now
Tidak ada komentar:
Posting Komentar