Pak Taka
*MAU BILANG APA*
Aku katakan
sekali lagi
“ Mau Bilang
Apa “
Ketika rasa
jenuh sudah diubun-ubun
Penat,
bodsan, dan bingung masuk di otak
Mata tak
lagi dapat diajak kompromi
Badan lelah
diajak tegak berdiri
Tangan tak
lagi mampu untuk mengeja huruf satu per satu
Terus aku
harus bilang apa ?
Memberimu
kata-kata saja
Sudah tak
mampu menterjemahkan
Apalagi
sederet kalimat panjang yang sarat dengan makna
Membisikkan
doa saja sudah enggan mendengar
Apalagi
sederet ayat-ayat Tuhan yang sarat dengan petuah.
Mestikah
kata “ Biar “ harus terucap ?
Aku khawatir
malaikat akan mengamini doa itu.
Aku takut
Tuhan murka dengan mengambil sebuah keputusan hanya satu kata itu.
Lalu aku mau
bilang apa ?
Fatwa-fatwa
Tuhan saja tak mampu meluluhkan hati yang terlanjur beku.
Panas api
neraka tak lagi menjadi senjata ampuh untuk menyadarkan mereka.
Dua malaikat
Mungkar dan nangkir menggeleng-gelengkan kepala
Seandainya
mereka bisa mengadukan pada Tuhan sekarang,
pasti akan segera melaksanakan perintah untuk
meremukkan tulang-tulang pembangkang
Ku tahan kata itu jangan sampai terucap
Agar
malaikat tak menagih janji pengabdi sebagai guru nanti.
Agar buku
catatan bersih dari noda dengki
, namun
tetaplah aku harus bilang apa untuk siswa-siswiku.
Selain doa
yang kubisikkan pada Tuhan lewat getaran untaian tasbih yang diselimuti
dinginnya malam beralaskan sajadah.
Saat Sujud
( Mas Pur )
Tuhan...
Jadikan kami ...
istighfar saat salah
Ya Alloh
Jadikan kami...
sabar saat diuji
Ya Robbi
Jadikan kami...
bersyukur saat diberi
Ya Tuhan Penguasa alam...
Dan jadikan kami ...
memaafkan saat didzolimi
amin
Tangan-tangan Kecil
( Purwantaka
)
Tangan –
tangan kecil melambaikan bendera merah putih
Berbaris
rapi menyambut datangnya Ibu guru
“ Selamat
pagi, Bu Guru !”
Ucapnya
dengan kepala menunduk mencium tangannya
Hari ini
sudah beratus tahun yang lalu
Telah
ditetapkan untuk anak bangsa
Hari ini
hari kemuliaan bagi guru
Yang telah
menjadikan kita bisa baca tulis
Hari ini
kita rayakan karena jadikan kita pejabat negara
Hari ini
kita sambut bersama
Karena
mereka telah mengabdi buat negara
Akan kita
bawa kemana lagi jasa mereka
Akan kita
bawa kemana lagi pendidikan anak-anak kita
Yang
menganggap bahasa inggris lebih penting dari bahasa indonesia
Yang
menganggap mencari uang lebih penting dari mencari surga
Yang
menganggap rupiah lebih berharga dari kumandang suara azan
Yang
menganggap musik barat lebih nikmat dari sholawat
Sebelum
terlambat
Arahkan
busur anak panah melesat
Membidik
sasaran yang tepat
Bukan
menghasilkan pengkhianat
Sebelum
terlambat
Tulislah di
lembaran kertas putih anak-anak negeri
Agar
mengakar abadi
Tuhan
Masihkan Maaf-Mu untuk Ku
( Purtaka )
Hari ini,
kemenangan telah tergenggam
Jangan
tinggalkan kembali
Hari ini
jiwa telah disucikan
Jangan lagi
dikotori
Sempurnakan
dengan “Maaf ‘
Bersihkan
hati
Meniti
kembali
Hari-hari
penuh tantangan menanti
Langkahkan
kai meraih sukses
Menapaki
jalan “ Sirotul Mustaqim “
Saat kata
maaf di ujung lidah
Bersama
nafas mohon ampun
Dalam lafadz
dzikir
Mengagungkan
Asma Alloh
Masihkan
maaf-Mu untukku ?
Pesan Buat Anakku
Anakku, ketika kau akan bisa berjalan
hati-hatilah, jalan ini licin, berdebu, dan terjal
tak ada tongkat kayu yang menyanggamu
bahkan tak ada tangan yang menggandengmu.
Anakku, ketika kau akan bisa berbicara
hati-hatilah, ruangan ini penuh dengan suara-suara
banyak serangga, hewan, bahkan manusia berteriak
dengarkan suara yang bersih, bening, dan merdu
agar telingamu merekam suara indah sampai ke lubuk hatimu
Anakku, ketika kau akan bisa berlari, bahkan bergerak bebas
ingatlah bahwa ujung dunia ini terbatas
jangan kau sangaka ufuk timur itu batas akhir
jangan kau percayai bahwa ufuk barat itu akhir perjalanan
Masih ada tempat yang lebih sempurna menunggumu
Purwantaka
dalam rindu buat anakku