Kasih Guruku
Kami mengerti saat-saat pelajaran,
kami masih saja bercanda dengan teman
Padahal Engkau telah memulai dengan pelajaran.
Kami tahu ketika materi harus dituntaskan, tapi kami masih berbincang
tentang masa depan yang masih di awan.
Kami paham fatwa-fatwamu menjelang akhir waktu, namun kami masih asyik
menghitung hari yang tak pernah berakhir.
Saat penyesalan itu tiba, kami hanya bisa menangis, meratapi waktu yang
cepat berlalu tanpa kami perhitungkan.
Saat kegundahan telah datang membayang, merobek menghapus semua impian,
memudarkan sebuah harapan dan cita-cita.
Saat kami harus memilih dan menentukan masa depan kami, kami tak mampu
untuk mewujudkan.
Hari ini waktu telah datang dan memenggal kebahagiaan sesaat yang pernah
kami reguk bersamamu
Hari ini telah nyata, waktu yang kami nanti selama tiga tahun,
kenyataan-kenyataan yang tak sesuai
dengan harapan yang telah kami pahat dalam angan, hati, dan cita-cita.
Hari ini betul-betul kami rasakan, betapa kami sangat memerlukan Engkau,
tapi kami tak pernah sadar.
Kami terlambat untuk dapat mengerti, dan penyesalan datang terlambat untuk
dapat mengerti akan nasihatmu.
Kami saat ini menangispun tak dapat mengeluarkan air mata karena waktu
telah memenggal perjalanan kita.
Kami malu untuk memohon bahkan tak punya muka untuk meminta maaf padamu
karena kami tak dapat memenuhi harapan yang Engkau Idamkan.
Beri kami arti dalam segala kesalahan kami, beri kami maaf dalam ketak
patuhan menjalankan fatwamu.
Beri kami kepercayaan sekali lagi, agar kami dapat ringankan langkah kami
meraih cita kami yang belum terjawab.
Beri kami Doa agar tenangkan hati kami dalam mengejar sisa keinginan kami
untuk mewujudkan sepenggal harapan yang masih Engkau tanamkan dalam setiap
fatwamu.
Lembutnya sentuhan sanubarimu masih tersisa dalam relung hati yang paling
dalam.
Kerasnya nyanyianmu setiap hari adalah cemeti yang masih kami jadikan untuk
meraih cita kami.
Tangan-tangan lembutmu telah mendewasakan kami dalam berfikir dan bertindak
untuk mengambil sebuah keputusan yang besar.
Berjuta kata yang menjelma dalam pikiran terbesit satu kata yang indah
untuk kita. ” Terimakasih Bunda, terimakasih Bapak, doa dan maafmu kami harap
dapat menyirami perjalanan mencari makna hidup yang baru saja akan kami mulai ”
Bantul,
24 April 2010
R.Purwantaka
Dalam Antologi Penaku Menari Sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar